Agar Tetap Sabar

Kesabaran menghadapi berbagai problem kehidupan adalah kunci keselamatan dan kebahagiaan seorang hamba di dunia fana ini dan di akhirat nanti. Oleh karena itulah, Allah Subhanahu wata’ala mengabarkan keutamaan bagi mereka di dunia.

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ () الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ () أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orangorang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (al-Baqarah: 155—157)

Allah Subhanahu wata’ala Yang Maha Penyayang juga mengabarkan tentang kemuliaan yang akan mereka dapat di akhirat nanti,

أُولَٰئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَامًا

“Mereka itulah orang yang dibalasidengan martabat yang tinggi (dalam Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya.” (al- Furqan: 75)

Di samping itu, orang-orang yang sabar adalah golongan yang senantiasa mendapatkan pertolongan, perlindungan, dan pembelaan dari Pencipta-Nya karena Dia mencintai mereka. Hal ini sebagaimana yang Allah Subhanahu wata’ala beritakan di dalam firman-Nya,

وَكَأَيِّن مِّن نَّبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

“Berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu, dan tidak (pula) menyerah kepada musuh. Allah menyukai orangorang yang sabar.” (Ali ‘Imran: 146)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,

…وَأَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ

“Sesungguhnya pertolongan itu (akan datang) bersama dengan kesabaran.” (HR. Ahmad)

Kesabaran, Bukti Kesempurnaan Iman Hamba

Al-Imam Ibnu Qayyim rahimahumallah  menjelaskan , “ Sesungguhnya kesempurnaan seseorang itu tergantung pada dua hal:

1. Mengilmui kebenaran sehingga terbedakan dari kebatilan,

2. Lebih memilih kebenaran daripada kebatilan.

Tidaklah akan terbedakan kedudukan para hamba di sisi Allah Subhanahu wata’ala, baik di dunia maupun di akhirat, kecuali karena perbedaan kedudukan mereka dalam dua hal ini. Dengan keduanya, Allah Subhanahu wata’ala menguji para nabi-Nya, sebagaimana firman-Nya,

وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ

“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.” (Shad: 45)

Al-aidi adalah kekuatan dalam merealisasikan kebenaran (di dalam amalan), sedangkan al-abshar adalah pandangan hati terhadap kebenaran. Allah menyebutkan dua sifat mereka, yaitu kesempurnaan dalam memahami kebenaran dan kesempurnaan dalam merealisasikannya.” (al-Jawabul Kafi, hlm. 139)

Adapun yang berkaitan dengan kesabaran, al-Imam Ibnu Qayyim rahimahumallah menjelaskan, karena sabar adalah suatu perkara yang diperintahkan, Allah Subhanahu wata’ala menjadikan kesabaran itu mempunyai sebab-sebab yang akan memudahkannya sekaligus mengantarkan (seorang hamba) untuk mendapatkan derajat kesabaran (yang mulia).

Demikianlah, tidaklah Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan suatu hal kecuali Dia akan menolong dan mempersiapkan berbagai sebab yang akan membantu dan memudahkannya, sebagaimana Dia tidaklah menakdirkan suatu penyakit kecuali pasti telah menentukan obat baginya, sekaligus menjamin kesembuhan orang yang menggunakan obat itu. Sabar, walaupun sulit dan berat bagi jiwa, namun sangat mungkin untuk didapatkan. Sebab atau cara untuk mendapatkannya harus memenuhi dua syarat, yaitu ilmu dan amal. Kedua unsur ini adalah asal seluruh terapi yang dipakai untuk mengobati (penyakit) hati dan jasad: unsur ilmu dan amal. Dua unsur ini akan teramu menjadi obat yang sangat ampuh dan sangat bermanfaat untuk pengobatan.

Adapun unsur ilmu, maknanya adalah memahami dan mengerti hikmah yang terkandung pada segala sesuatu yang diperintahkan, seperti kebaikan, kemanfaatan, kenikmatan, kesempurnaan. Di samping itu, memahami dan mengerti tentang hikmah yang terkandung pada segala sesuatu yang dilarang, seperti kejelekan, kerugian, atau kekurangan. Apabila seorang hamba telah memahami dan mengerti dua hal ini sebagaimana mestinya, diiringi oleh keinginan yang kuat, cita-cita yang tinggi, semangat, dan menjaga kehormatan, terbentuklah ramuan antara hal yang pertama dan yang kedua yang mengantarkannya mendapatkan derajat kesabaran. Berbagai kesulitan akan menjadi mudah, yang pahit akan berubah menjadi manis, dan kesusahan pun berubah menjadi kenikmatan. (‘Uddatu ash-Shabirin, hlm. 46)

Kalau kita perhatikan dan simpulkan penjelasan al-Imam Ibnul Qayyim rahimahumallah, kesabaran itu akan menjadi mudah dan ringan kala terpenuhi tiga unsur: ilmu, amal, dan mujahadah (perjuangan dan kesungguh-sungguhan). Hanya saja, semua itu akan terwujud setelah adanya hidayah dari Allah Subhanahu wata’ala.

Sebab-Sebab yang Memudahkan Kita Bersabar

Setelah memahami penjelasan al- Imam Ibnul Qayyim rahimahumallah di atas, kita akan mengulas secara terperinci tentang sebabsebab yang memudahkan seorang hamba untuk senantiasa bersabar menghadapi berbagai problem kehidupannya. Faktorfaktor tersebut akan mengantarnya mendapatkan keridhaan dan ampunan Allah Subhanahu wata’ala berdasarkan Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan pemahaman salafus shalih.

1. Hidayah taufik dari Rabb-Nya

Seorang hamba tidak mampu melakukan dan mendapatkan suatu kebaikan sekecil apa pun, baik dalam urusan dunia maupun akhirat, kecuali dengan petunjuk Allah Subhanahu wata’ala. Oleh karena itu, Dia Subhanahu wata’ala memerintah para hamba-Nya untuk senantiasa berdoa dalam setiap rakaat shalat dengan doa yang paling mulia dan sempurna.

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Berilah kami hidayah ke jalan yang lurus.” (al-Fatihah: 5)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahumallah menjelaskan tafsir ayat di atas, “Ya Allah, tunjukilah kami, bimbinglah kami, dan karuniakanlah hidayah taufik kepada kami ke jalan yang lurus (jalan para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh), jalan yang jelas yang mengantarkan (orangorang yang berjalan di atasnya) kepada Allah Subhanahu wata’ala dan ke jannah-Nya, yaitu jalan (orang-orang yang) mengilmui kebenaran dan mengamalkannya.” (Tafsir as-Sa’di)

Para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh adalah orangorang yang senantiasa bersabar di atas agama yang mulia. Karena itu, Allah Subhanahu wata’alamemerintah para hamba-Nya untuk meneladani kesabaran mereka. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِل لَّهُمْ ۚ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِّن نَّهَارٍ ۚ بَلَاغٌ ۚ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ

“Bersabarlah kamu seperti orangorang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.” (al-Ahqaf: 35)

Dari Abu Abdillah Khabbab bin al- Aratt radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami mengadukan (perlakuan orang-orang musyrikin Quraisy terhadap kaum muslimin) kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada waktu beliau sedang tiduran berbantal burdah di bawah naungan Ka’bah. Kami katakan, ‘Tidakkah Anda memohon pertolongan Allah Subhanahu wata’ala untuk kami? Tidakkah Anda berdoa untuk kami?’

Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Sungguh, orang-orang sebelum kalian ada yang disiksa dengan dikubur hidup-hidup. Ada yang digergaji dari atas kepalanya hingga terbelah menjadi dua. Ada pula yang disisir dengan sisir besi hingga terpisahlah antara daging dan tulangnya. Namun, hal itu tidak menggesernya dari agamanya’.” (HR. al-Bukhari)

2. Ilmu

Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman salafus shalih yang membuahkan khasyah (rasa takut kepada Allah Subhanahu wata’ala semata). Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (Fathir: 28)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahumallah menjelaskan, “Semakin seseorang mengenal Allah Subhanahu wata’ala (nama, sifat, dan perbuatan-Nya yang mulia), niscaya akan semakin takut kepada-Nya. Sebab, ilmu itu akan mengharuskan dia takut kepada-Nya sehingga dia menahan diri dari berbagai maksiat. Selain itu, ia akan terus berusaha mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Dzat yang dia takuti (yaitu Allah Subhanahu wata’ala). Hal ini adalah dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu.” (Tafsir as-Sa’di)

Di samping membuahkan rasa takut (khasyah), ilmu juga akan membuahkan raja’ (harapan), mahabbah (kecintaan), dan haya’ (rasa malu) terhadap Allah Subhanahu wata’ala. Semua itu akan memudahkan seorang hamba senantiasa sabar di atas agama. Contohnya:

• Rasa takut kepada Allah Subhanahu wata’ala menyebabkan seorang hamba mampu menahan hawa nafsunya sehingga tidak jatuh ke dalam hal yang dimurkai oleh Rabb-Nya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya.” (an-Nazi’at: 40)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dalam hadits sahih tentang kisah tiga orang yang terjebak di dalam gua, menyebutkan bahwa salah seorang dari mereka bertawasul dengan amal salehnya ketika memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan berucap, “Ya Allah, sungguh dahulu aku mencintai seorang gadis yang cantik, ia adalah anak perempuan pamanku. Dia adalah seorang wanita yang paling aku cintai. Aku menginginkannya (bergaul layaknya seorang suami istri bersamanya).

Akan tetapi, dia tidak mau. Sampailah saat kemarau panjang menimpanya (jatuh miskin) hingga dia datang kepadaku. Aku memberinya 120 dinar kepadanya dengan syarat dia mau berduaan denganku. Dia pun mau melakukannya. Saat aku sudah duduk di antara kedua kakinya, dia berkata kepadaku, ‘Bertakwalah kepada Allah Subhanahu wata’ala dan janganlah kau jatuhkan kehormatanku kecuali dengan haknya (yaitu menikahiku).’ Lalu aku tinggalkan dia padahal dia adalah seorang yang sangat aku cintai. Aku tinggalkan pula uang dinar (emas) yang telah aku berikan.” (Muttafaqun ‘alaih dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu)

• Raja’ (mengharapkan) pertemuan dengan-Nya dan mendapatkan ampunan serta keridhaan-Nya akan menyebabkannya bersemangat untuk beramal saleh dan menganggap ringan berbagai ujian dan cobaan yang menimpanya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“ Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (al-Kahfi: 110)

Allah Subhanahu wata’ala menghibur Rasul-Nya dan para sahabat yang tertimpa luka-luka tatkala berjihad di jalan-Nya,

وَلَا تَهِنُوا فِي ابْتِغَاءِ الْقَوْمِ ۖ إِن تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ ۖ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula) sebagaimana kamu menderitanya, sedangkan kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (an-Nisa: 104)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahumallah menjelaskan di dalam tafsirnya, “Kalian (wahai para mujahidin fi sabilillah) dan mereka (musuh kalian) sama-sama terkena luka dan penderitaan karena perang. Namun, (yang berbeda adalah) kalian mengharapkan pahala, pertolongan, dan bantuan dari Allah Subhanahu wata’ala sebagaimana yang telah Dia janjikan dalam kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya, sedangkan janji-Nya adalah benar. Adapun musuh-musuh kalian tidak memiliki harapan sedikit pun terhadap hal tersebut. Jadi, kalian adalah golongan yang lebih pantas untuk berjihad/berperang daripada mereka, lebih pantas bersemangat dalam berjihad, menegakkan dan meninggikan kalimatullah.”

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Seseorang bertanya kepada Nabi n pada waktu Perang Uhud, ‘Beri tahukanlah kepadaku, apabila aku terbunuh, di mana tempat tinggalku nanti?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Di surga.’ Lalu orang itu melemparkan beberapa butir kurma yang ada di genggaman tangannya, kemudian berperang sampai terbunuh.” (Muttafaqun ‘alaih)

Mahabbah (kecintaan) kepada Allah Subhanahu wata’ala dan segala sesuatu yang dicintai oleh-Nya.

Hal ini juga akan meringankan berbagai kesulitan dan keberatan di dalam menaati Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ

“Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (al-Baqarah: 165)

Allah Subhanahu wata’ala menceritakan sikap orangorang yang berilmu dari kaum Nabi Musa ‘Alaihissalam ketika mendengar komentar orang-orang yang diperbudak oleh dunia. Ketika itu, mereka menyaksikan penampilan Qarun dengan perhiasanperhiasannya. Firman-Nya,

فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ ۖ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ () وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِّمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ

Keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orangorang yang menghendaki kehidupan dunia, “Semoga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu,“Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Dan tidak diperoleh pahala itu kecuali olehorang-orang yang sabar.” (al-Qashash: 79—80)

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahumallah menjelaskan, “Sebagian salaf berkata, ‘Bagaimana aku tidak sabar, padahal Allah Subhanahu wata’ala sungguh telah menjanjikan untukku—kalau aku sabar—tiga hal (shalawat, rahmat, dan petunjuk), yang masing-masing lebih baik daripada dunia dan seisinya’.” (‘Uddatu ash-Shabirin, hlm. 61)

• Rasa malu Seorang hamba yang beriman akan yakin bahwa Allah Subhanahu wata’ala senantiasa dekat dengan para hamba-Nya; senantiasa melihat, mendengar, dan mengetahui apa yang mereka lakukan. Ini akan menjadikan hamba tersebut malu tatkala terbetik di dalam hatinya keinginan untuk melakukan atau mengucapkan suatu hal yang dibenci atau dimurkai oleh Rabb-Nya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُسِرُّونَ وَمَا تُعْلِنُونَ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

“Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apayang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (at-Taghabun: 4)

Allah Subhanahu wata’ala juga berfirman,

يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَىٰ مِنَ الْقَوْلِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا

“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah bersama mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.” (an-Nisa: 108)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  mengabarkan kepada kita tentang keutamaan rasa malu karena Allah Subhanahu wata’ala, dengan sabdanya,

الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِ بِخَيْرٍ

“Rasa malu tidak mendatangkan kecuali kebaikan.” (HR. Muslim)

Dari Atha’ bin Abi Rabah rahimahumallah, ia berkata, “Ibnu Abbas c berkata kepadaku, ‘Maukah aku tunjukkan seorang wanita calon penghuni surga kepadamu?’ Aku menjawab, ‘Tentu.’ Beliau berkata, ‘Suatu hari, seorang perempuan hitam datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, [Sesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi). Jika kambuh, auratku akan tersingkap. Berdoalah kepada Allah untuk kebaikanku]. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, [Kalau kamu mau bersabar, kamu akan mendapatkan jannah. Namun, kalau yang kamu inginkan adalah aku berdoa kepada Allah Shallallahu ‘alaihi wasallam agar menyembuhkanmu, (maka aku doakan).] Wanita itu berkata, ‘Aku akan berusaha sabar, tetapi aku khawatir jika penyakitku kambuh, tersingkap auratku. Berdoalah kepada Allah Subhanahu wata’ala agar tidak tersingkap auratku.’ Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakannya.” (Muttafaqun ‘alaih)

3. Memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wata’ala

Sadarilah bahwa kita tidak mungkin mampu bersabar di atas ketaatan, sabar menahan diri dari berbagai kemaksiatan, dan sabar menghadapi berbagai ujian dan cobaan yang Allah Subhanahu wata’ala takdirkan menimpa diri, keluarga, anak keturunan, harta, atau usaha kita. Kita yakin bahwa tidak mungkin kita bisa bersabar kecuali dengan pertolongan Allah Subhanahu wata’ala semata karena kita adalah makhluk yang lemah.

Allah Subhanahu wata’alaberfirman,

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ

“Bersabarlah (hai Muhammad), dan tiadalah kesabaranmu itu kecuali dengan pertolongan Allah.” (an-Nahl: 127)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ، احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ

“Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah Subhanahu wata’ala daripada orang mukmin yang lemah. Namun, masing-masing memiliki kebaikan. Semangatlah untuk mendapatkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirimu (baik urusan dunia maupun agama). Mohonlah pertolongan kepada Allah Subhanahu wata’ala dan jangan malas.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

4. Beriman terhadap takdir

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidak ada suatu musibah yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (at- Taghabun: 11)

Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu menjelaskan, “(Tidak ada suatu musibah yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah Subhanahu wata’ala) maknanya ‘dengan kehendak dan takdir- Nya’. (Barang siapa beriman kepada Allah Subhanahu wata’ala, niscaya Dia akan menunjuki hatinya), maknanya barang siapa ditimpa oleh suatu musibah dan yakin bahwa musibah itu terjadi dengan ketentuan Allah Subhanahu wata’ala, niscaya Allah Subhanahu wata’ala akan menunjuki hatinya dan akan mengganti urusan dunia yang hilang dari dirinya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya’.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Beriman kepada takdir Allah Subhanahu wata’ala akan membuahkan sikap yang menakjubkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan seorang yang beriman. Sesungguhnya seluruh urusannya baik. Namun, hal itu tidak dimiliki oleh seorang pun kecuali yang beriman saja. Apabila dia mendapat segala sesuatu yang menyenangkan, dia bersyukur, dan hal itu lebih baik baginya. Apabila dia ditimpa oleh perkara yang merugikan/menyedihkan, dia bersabar, dan itu lebih baik baginya.” (HR. Muslim)

5. Berbaik sangka terhadap Allah Subhanahu wata’ala

Husnuzhan (berbaik sangka terhadap Allah Subhanahu wata’ala) adalah salah satu hal mulia. Ia adalah buah dari iman kepada Allah Subhanahu wata’ala. Dengannya, hati seorang hamba senantiasa tenang dan sabar menghadapi problem kehidupannya; dalam keadaan kaya, miskin, senang, susah, sehat, sakit, sukses, gagal, dan sebagainya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Sungguh, janganlah salah seorang di antara kalian meninggal kecuali dalam keadaan dia berbaik sangka kepada Allah Subhanahu wata’ala.” (HR. Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu)

Ketahuilah, tidaklah Allah Subhanahu wata’ala menakdirkan satu musibah pun kepada kita kecuali karena dosa-dosa kita. Itupun demi kebaikan kita, yaitu Dia l ingin menghapus dosa-dosa kita itu dengannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Apabila Allah Subhanahu wata’ala menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, dia akan menyegerakan balasan bagi perbuatan dosanya di dunia ini. Apabila Allah Subhanahu wata’ala menghendaki kejelekan bagi seorang hamba, Dia akan menahan (tidak segera membalas) perbuatan dosanya sampai Dia akan membalasnya nanti pada hari kiamat.” (HR. at-Tirmidzi)

Ketahuilah, musibah itu akan menghapus dosa dengan izin Allah Subhanahu wata’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

“Ujian itu akan terus-menerus dihadapi oleh seorang mukmin atau mukminah; baik pada diri, anak, maupun hartanya, hingga dia akan bertemu dengan Allah Subhanahu wata’ala dalam keadaan tidak ada dosa padanya.” (HR. at-Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

6. Teman dan lingkungan yang baik

Allah Subhanahu wata’ala mengabarkan kepada para hamba-Nya tentang sifat rahmat-Nya yang sempurna,

يُرِيدُ اللَّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ ۚ وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (an-Nisa:28)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahumallah menjelaskan di dalam tafsirnya, “(Keringanan tersebut) karena rahmat-Nya yang sempurna, kebaikan- Nya juga menyeluruh; karena ilmu dan hikmah-Nya (yang mengetahui) tentang kelemahan manusia dari berbagai sisi: lemah fisik, lemah keinginan, lemah tekad, lemah iman, dan lemah kesabaran. Karena itu, keadaan tersebut cocok dengan keringanan yang Allah Subhanahu wata’ala karuniakan kepada mereka.”

Karena kita adalah makhluk yang lemah keimanan, kesabaran, dan kekuatan, kita membutuhkan bantuan, pertolongan, dan kepedulian dari saudara-saudara kita lainnya. Ringkasnya, agar senantiasa sabar, kita membutuhkan teman dan lingkungan yang baik sehingga hal-hal tersebut bisa terealisasi. Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ

“Dan saling menolonglah pada kebaikan dan ketakwaan, dan jangan saling menolong pada perbuatan dosa dan pelanggaran.” (al-Maidah: 2)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengisahkan nasihat seorang alim terhadap seorang yang telah membunuh 100 jiwa dalam rangkanmerealisasikan tobatnya kepada Allah Subhanahu wata’ala,

انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللهَ فَاعْبُدِ اللهَ مَعَهُمْ وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ

“Pergilah ke desa dengan ciriciri demikian dan demikian karena masyarakatnya beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala. Beribadahlah kepada Allah Subhanahu wata’ala semata bersama mereka dan jangan kembali ke desamu karena desamu itu desa yang jelek.” (HR. al-Bukhari dan Muslim

dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu Perhatikanlah kisah di atas. Teman dan lingkungan yang jelek akan membentuk kepribadian yang jelek, sedangkan teman dan lingkungan yang baik akan membentuk kepribadian yang baik pula, dengan izin Allah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena itu, carilah teman dan lingkungan yang baik demi keselamatan dan kebaikan diri serta keluarga Anda.

Pada akhirnya, tentu kita kembalikan semuanya kepada Allah Subhanahu wata’ala sembari memanjatkan doa kepada-Nya, karena hanya Dia yang bisa menjadikan kita bersabar di atas agama-Nya. Amin.