Asma’ Bintu An Nu’man al-Kindiyah

(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Abdirrahman bintu Imran)

Kita tengok sejenak perjalanan kehidupan mulia Rasulullah n. Pernah ada seorang wanita yang hampir-hampir menemani hidup beliau. Namun, Allah l berkehendak, wanita itu urung menjadi sisian beliau.
Tahun sembilan hijriah, datang an-Nu’man bin Abil Jaun dari suku Kindah ke Madinah. Dia menghadap Rasulullah n untuk berislam.
Pada kesempatan itu, an-Nu’man menawarkan kepada Rasulullah n, “Wahai Rasulullah, maukah engkau kunikahkan dengan seorang janda tercantik di kalangan Arab? Dahulu dia ini istri anak pamannya, namun suaminya meninggal. Sekarang dia menjanda dan sangat ingin menjadi istrimu.”
Rasulullah n menyetujui. Bulan Rabiul Awwal tahun sembilan hijriah, menikahlah beliau dengan Asma’ bintu an-Nu’man bin Abil Jaun ibnul Aswad ibnul Harits bin Syarahil ibnul Jaun bin Akil al-Murar al-Kindiyah. Waktu itu, Asma’ masih ada di kampungnya.
Beliau serahkan mahar sebesar 12¼ uqiyah.
“Wahai Rasulullah, jangan kau berikan mahar yang terlampau sedikit kepadanya,” pinta an-Nu’man.
“Aku tak pernah memberikan mahar kepada satu pun dari istriku lebih dari itu, dan aku juga takkan meminta mahar untuk putri-putriku lebih dari itu,” jawab Rasulullah n.
An-Nu’man menyetujui. Setelah itu dia mengatakan, “Wahai Rasulullah, utuslah orang untuk menemui istrimu dan membawanya kemari. Nanti aku akan menyertai utusanmu itu.”
Rasulullah n mengutus Abu Usaid as-Sa’idi disertai an-Nu’man bin Abil Jaun. Asma’ sedang berada di rumahnya ketika mereka berdua tiba. Asma’ mempersilakan masuk. Saat itu telah turun ayat hijab.
Abu Usaid pun segera menjelaskan, “Sesungguhnya, istri-istri Rasulullah tak pernah dilihat oleh seorang lelaki pun.”
“Harus ada hijab antara engkau dan laki-laki yang berbicara denganmu, kecuali orang yang memiliki hubungan mahram denganmu,” lanjut Abu Usaid.
Wanita beriman yang tunduk pada perintah Rabbnya. Asma’ pun berhijab dari lelaki yang bukan mahramnya.
Abu Usaid tinggal di kampung Asma’ selama tiga hari. Setelah itu, dia mulai bersiap membawa Asma’ kepada Rasulullah n. Dipasangnya sekedup di atas untanya. Di atas punggung unta itu, Asma’ bertolak menuju Madinah.
Tiba di Madinah, Abu Usaid menempatkan Asma’ di perkampungan Bani Sa’idah. Para wanita Bani Sa’idah berdatangan menemui Asma’, mengucapkan selamat datang kepadanya. Sekembali dari sana, mereka ramai memperbincangkan kecantikan Asma’ yang amat memesona. Dalam sekejap, tersebarlah berita kedatangan Asma’ sekaligus kemolekannya ke seluruh penjuru kota Madinah.
Berita itu didengar pula oleh ummahatul mukminin. Mereka pun mendatangi Asma’. Kemudian salah seorang dari mereka mengatakan kepada Asma’, “Kalau nanti Rasulullah mendekatimu, ucapkanlah, ‘Aku berlindung kepada Allah darimu’.”
Sementara itu, Abu Usaid memberitahukan kedatangannya bersama Asma’ kepada Rasulullah n. Beliau saat itu sedang berada di perkampungan Bani ‘Amr bin ‘Auf.
“Wahai Rasulullah, aku telah datang membawa keluargamu,” Abu Usaid mengabarkan.
Rasulullah n keluar diiringi Abu Usaid. Rasulullah n masuk menemui Asma’. Beliau pun menutup pintu dan menurunkan satir. Lalu beliau berlutut sembari mengulurkan tangannya kepada Asma’.
“Aku berlindung kepada Allah darimu,” ucap Asma’ tiba-tiba.
Rasulullah n segera menahan dirinya dari Asma’. “Sesungguhnya, engkau telah memohon perlindungan kepada Dzat Yang Mahaagung. Kembalilah kepada keluargamu,” kata beliau.
Beliau keluar kembali menemui Abu Usaid, “Wahai Abu Usaid, bawalah dia kembali kepada keluarganya! Berikan kepadanya dua helai pakaian katun.”
Kembalilah Asma’ bintu an-Nu’man ke tengah keluarganya. Karena penyesalannya, ia selalu menyebut dirinya asy-Syaqiyah, wanita yang celaka.
Manakala Rasulullah n mengetahui apa yang membuat Asma’ mengatakan ucapan itu, beliau mengatakan, “Mereka itu seperti wanita-wanita yang ada di masa Yusuf. Tipu daya mereka amatlah besar.”
Ketetapan takdir memang telah mendahului bahwa Asma’ tidaklah termasuk dalam deretan ummahatul mukminin.
Asma’ bintu an-Nu’man meninggal pada masa pemerintahan ‘Utsman bin ‘Affan z.
Semoga Allah l meridhai Asma’….

 

Sumber bacaan:
• al-Ishabah, al-Hafizh Ibnu Hajar al-’Asqalani (8/19—21)
• al-Isti’ab, al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr (2/485—486)
• ath-Thabaqatul Kubra, al-Imam Ibnu Sa’d (10/138—142)
• Siyar A’lamin Nubala’, al-Imam adz-Dzahabi (2/257—260)