Buah Keimanan (bagian ke 4)

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Jabbar)

Termasuk buah keimanan dan konsekuensinya (amal-amal saleh) adalah apa yang disebutkan oleh Allah l dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Maryam: 96)
Artinya, dengan sebab keimanan dan amal-amal keimanan, Allah l mencintai mereka serta membuat hati orang-orang yang beriman mencintai mereka pula.
Barang siapa yang dicintai oleh Allah l dan para hamba-Nya yang beriman, dia akan mendapatkan kebahagiaan, keberuntungan, dan faedah yang banyak. Mendapatkan kecintaan dari orang-orang yang beriman misalnya mendapat pujian, doa semasa hidupnya dan sesudah meninggalnya, serta menjadi panutan dan imam dalam agama.
Mendapatkan kepemimpinan dalam agama termasuk buah keimanan yang paling berharga. Allah l memberikannya kepada orang-orang yang keimanannya terdiri dari ilmu dan amal. Allah l mengangkat mereka menjadi pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Allah l. Hal ini sebagaimana firman Allah l,
“Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (as-Sajdah: 24)
Kesabaran dan keyakinan, yang keduanya adalah inti (pokok) keimanan dan kesempurnaannya, mengantarkan mereka meraih kepemimpinan dalam agama.
Di dalam surat al-Mujadilah, Allah l juga menyebutkan keutamaan yang akan didapatkan oleh orang-orang yang beriman. Allah l berfirman,
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (al-Mujadilah: 11)
Jadi, orang-orang yang beriman adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya di antara para hamba-Nya, baik di dunia maupun di akhirat.
Mereka mendapatkan kedudukan yang tertinggi ini disebabkan oleh keimanan yang benar, ilmu dan keyakinan; yang keduanya—ilmu dan keyakinan—adalah pokok keimanan pula.
(at-Taudhih wal Bayan li Syajaratil Iman hlm. 51—52, asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di t)