Buku Pendidikan Tulisan Orang Kafir

Tentang buku-buku pendidikan dan kesehatan yang ditulis oleh orang kafir, dan tidak menyelisihi syariat kita, apakah boleh kita mengambil faedah dari buku-buku tersebut dalam hal mendidik anak-anak kita dan memerhatikan kesehatan selama tidak menyelisihi syariat yang lurus ini?

Asy-Syaikh Abdullah al-Bukhari hafizhahullah menjawab:

Buku-buku atau artikel-artikel yang ditulis dalam bab ini—tentang pendidikan—ada dua macam. Ada yang bermanfaat, ada yang bermadarat.

Tidak diragukan lagi, yang bermadarat tentu saja dijauhi. Bisa jadi, madaratnya ada pada tulisan, bisa jadi pula pada penulisnya. Maksudnya, penulisnya diketahui memiliki penyimpangan atau kesesatan. Apabila demikian, tentu tidak dirasa aman bahwa dalam tulisannya yang tampak baik dia menyusupkan ungkapan-ungkapan yang membekas, lantas bercokol dalam kalbu seorang mukmin. Akhirnya hal itu menjadi syubhat, kemudian berubah menjadi pemikiran atau akidah. Oleh karena itu, kami katakan bahwa jenis yang ini dijauhi sama sekali.

Jenis yang kedua adalah (tulisan) yang bermanfaat, yaitu yang mengandung kebaikan dan bisa dibaca oleh manusia. Akan tetapi, pertanyaannya adalah hal apa yang ada pada orang kafir dan tidak dimiliki oleh pemeluk kebenaran?

Pertanyaan ini wajib dilontarkan, atau sebagaimana dikatakan: terlontar dengan sendirinya. Kebenaran mana yang mereka miliki dan tidak kita punyai?

Sungguh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak meninggalkan sebuah solusi dan jalan (melainkan telah beliau jelaskan). Sejak dahulu, para ulama pun telah menyusun berbagai tulisan terkait dengan anak-anak dan tarbiyah mereka. Bahkan, karena agungnya urusan anak, sebagian ulama menulis kitab untuk menyabarkan para orang tua ketika anak mereka tiada karena meninggal atau yang semacamnya.

Ibnul Jauzi rahimahullah menulis kitab Laftul Kabid ‘inda Faqdil Walad. Ibnu Nashiruddin ad-Dimasyqi rahimahullah menulis kitab Bardul Akbad ‘inda Faqdil Aulad. Demikian pula ulama selain mereka berdua.

Apabila pada buku tersebut ada hal-hal yang tidak ada di sisi pemeluk kebenaran, dilihat. Jika yang mereka tulis tidak menyelisihi syariat kita dan pokok-pokoknya, tidak mengapa mengambil faedah darinya. Bahkan, terkadang harus, apabila ada kebutuhan yang mendesak. Hanya saja, untuk menentukan harus atau tidaknya, dikembalikan kepada para ulama. Wallahu a’lam.

(Huququl Aulad ‘ala Aba wal Ummahat, hlm. 53—54)