Fathimah Bintu Al-Aswad

Beliau adalah seorang sahabiyah yang mulia. Namun, keadaannya sebagai seorang manusia biasa tak lepas dari kesalahan dan kekeliruan. Meski demikian, kemuliaannya yang besar sebagai seorang sahabiyah menelan habis sedikit kesalahan yang pernah dia lakukan. Terlebih, kesalahan itu membuahkan hikmah yang amat besar.

Satu per satu manusia menerima seruan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk beriman kepada Allah subhanahu wata’ala. Mereka berbaiat, berjanji setia untuk mendengar dan taat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Di antara mereka ada seorang wanita Quraisy dari Bani Makhzum, Fathimah bintu al-Aswad bin Abdil Asad bin Hilal bin Abdillah bin Umar bin Makhzum al-Makhzumiyah radhiyallahu ‘anha. Dia adalah putri saudara laki-laki Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu, suami Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Dia menyatakan beriman dan berbaiat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Suatu hari, Fathimah bintu al-Aswad al-Makhzumiyah radhiyallahu ‘anha tergelincir dalam kesalahan. Dia mencuri perhiasan suatu kaum. Mereka pun mengadukannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Kejadian ini membuat heboh orang-orang Quraisy. Mereka tahu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seorang yang adil. Apabila hukum Allah subhanahu wata’ala dilanggar, beliau tidak segan menegakkan hukumannya pada siapa pun, dari kalangan mana pun.

Mereka galau. Mereka khawatir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga akan memotong tangan Fathimah bintu al-Aswad radhiyallahu ‘anha sebagai hukum had atas pencurian yang dilakukannya. Sementara itu, Fathimah adalah seorang wanita Quraisy, kabilah terpandang di kalangan Arab.

 

Baca Juga:

Berkah Allah dalam Hukum Hadd

 

Orang-orang Quraisy mulai membicarakan masalah ini. Akhirnya, bersepakatlah mereka pada satu keputusan. Mereka akan meminta Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, untuk mencoba berbicara dengan beliau. Mereka berharap akan ada keringanan dari beliau hingga Fathimah terbebas dari hukum had yang hendak ditegakkan.

Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, menyampaikan keinginan Quraisy.

Akan tetapi, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan dengan tegas, “Apakah kalian ingin meminta syafaat dalam penegakan hukum Allah?!”

Setelah itu beliau bergegas berdiri di atas mimbar dan berkhotbah di hadapan para sahabat, “Wahai manusia! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian tersesat karena dahulu ketika ada orang yang mulia mencuri mereka tidak menghukumnya, sedangkan apabila orang rendahan yang mencuri mereka tegakkan hukum had atasnya. Demi Allah! Seandainya Fathimah putri Muhammad mencuri, sungguh Muhammad akan memotong tangannya!”

Demikianlah. Akhirnya ditegakkan hukum Allah subhanahu wata’ala atas Fathimah bintu al-Aswad radhiyallahu ‘anha. Tangannya dipotong, sebagaimana perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Fathimah bintu al-Aswad, semoga Allah subhanahu wata’ala meridhainya.

Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

 

Sumber Bacaan
Al-Isti’ab, al-Hafizh Ibnu Abdil Barr (8/269—270)
Ath-Thabaqatul Kubra, Ibnu Sa’d (10/250—251)

 

Ditulis oleh Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran