Jami’ul Bayan Fi Tafsiril Qur’an

Namanya menunjukkan kualitas kitabnya. Arti judul kitab ini adalah ‘Keterangan Lengkap Tentang Tafsir al-Qur’an’ atau yang di kalangan ulama dan pencari ilmu, populer dengan sebutan Tafsir ath-Thabari. Demikianlah kira-kira komentar yang tampaknya laik—yang tentunya komentar ulama lebih afdal—diberikan kepada sebuah tafsir legendaris karya seorang bapak tafsir dan tarikh Islam, al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib ath-Thabari yang hidup pada 224—310 H.

Sebagaimana judulnya, tafsir ini dinilai sebagai sebuah tafsir yang paling lengkap dan populer di kalangan ulama dan pencari ilmu. Tak mengherankan apabila kitab ini dijadikan rujukan para ahli tafsir yang mengedepankan nash maupun ahli tafsir yang lebih mengedepankan logika dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an di zamannya.

Tafsir ath-Thabari memuat istinbath (pengambilan) hukum, menyampaikan perbedaan pendapat yang ada di kalangan ulama, dan memilih pendapat mana yang lebih kuat di antara pendapat-pendapat itu dengan sisi pandang yang didasarkan kepada pandangan logika dan pembahasan nash ilmiah yang teliti.

Tafsir yang pada awalnya hampir tak terdeteksi rimbanya ini terdiri dari 30 juz besar. Secara keseluruhan, setelah adanya peringkasan dari penulisnya, membutuhkan 3.000 lembar kertas. Kemudian dengan takdir Allah l, manuskrip dari tafsir ini ditemukan kembali dalam keadaan utuh di masa Raja Hamud bin al-Amir Abdur Rasyid, salah satu raja Najd, yang kemudian tersebar ke seluruh penjuru dunia barat dan timur hingga kini.

Kalau melihat komentar dan pujian ulama terhadap tafsir ini, kita akan mendapatinya sebagai tafsir yang telah disepakati mereka sebagai tafsir yang sangat tinggi kualitasnya. Sebuah tafsir yang harus dijadikan rujukan bagi para pencari tafsir al-Qur’an.

Al-Imam as-Suyuthi rahimahullah berkomentar, “Ia adalah tafsir yang paling baik dan besar, memuat pendapat-pendapat ulama, dan sekaligus menguatkan pendapat-pendapat itu, dan (memuat, – red.) uraian nahwu serta istinbath hukum. Dengan kelebihannya itu, ia menempati kualitas teratas dari kitab-kitab tafsir sebelumnya.” (al-Itqan, 2/190)

Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Umat Islam sepakat bahwa tidak ada seorang pun yang (bisa?????) menulis tafsir sekaliber Tafsir at-Thabari.” (al-Itqan, 2/190)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Adapun tafsir-tafsir yang ada di tangan manusia, yang paling baik adalah tafsir Ibnu Jarir ath-Thabari. Sebab, ia menyebutkan ucapan-ucapan salaf dengan sanad-sanad yang kokoh, tidak mengandung kebid’ahan, dan tidak menukil dari orang-orang yang diragukan agamanya….” (Fatawa Ibnu Taimiyah, 2/192)

Masih banyak pujian ulama yang lainnya terhadap tafsir ini. Jadi, Tafsir ath-Thabari bisa dikatakan sebagai tafsir yang pertama dilihat dari waktu penulisan dan penyusunan keilmuannya. Sebab, kitab tersebut adalah tafsir pertama yang sampai kepada kita di saat tafsir-tafsir yang mendahuluinya telah lenyap ditelan perputaran zaman. Adapun dilihat dari sisi penyusunan keilmuannya, ia adalah tafsir yang memiliki ciri khas yang ditemukan oleh penulisnya yang kemudian ia tempuh sebagai metode tersendiri hingga ia persembahkan kepada umat manusia sebagai sebuah karya yang agung.

Dalam menafsirkan ayat-ayat, Ibnu Jarir (kuniah ath-Thabari) mengingkari tafsiran dengan logika semata. Pada umumnya, ia membawakan riwayat-riwayat dengan sanadnya sampai sahabat atau tabi’in, memerhatikan ijma’ ulama, mengindahkan perbedaan pendapat bacaan ayat-ayat, kisah-kisah Israiliyat (jika beliau kritik sanadnya, perlu diteliti kisahnya), tidak membahas masalah yang tidak memberi faedah keilmuan, merujuk kepada bahasa Arab asli dalam menafsirkan kata dalam satu ayat yang kurang jelas, serta bersandar pada syairsyair bahasa Arab untuk mendukung tafsirnya.

Wallahu a’lam.

 

Ditulis oleh al-Ustadz Ahmad Hamdani