Kewajiban Berbakti kepada Orang Tua

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:

أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَقُوْمُوْا بِمَا أَوْجَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ مِنْ حَقِّهِ وَحُقُوْقِ عِبَادِهِ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Segala puji hanyalah untuk Allah subhanahu wa ta’ala yang memiliki kesempurnaan pada seluruh nama dan sifat-Nya. Kita memuji-Nya dan memohon pertolongan-Nya serta memohon ampunan-Nya. Kita berlindung kepada-Nya atas kesalahan diri-diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita.

Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah subhanahu wa ta’ala curahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya serta kepada seluruh kaum muslimin yang benar-benar mengikuti petunjuknya. Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali hanya Allah subhanahu wa ta’ala semata dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Hadirin rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan menjalankan kewajiban-kewajiban kita kepada-Nya dan kewajiban yang harus ditunaikan terhadap hamba-hamba-Nya.

Jama’ah jum’ah rahimakumullah,

Ketahuilah, kewajiban terbesar yang harus ditunaikan oleh seorang hamba setelah kewajibannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya adalah kewajiban berbakti dan memenuhi hak orang tua. Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya,

وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡ‍ٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًا

“Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan berbuat baiklah kalian kepada kedua orang tua.” (an-Nisa: 36)

Di dalam ayat lainnya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيۡهِ إِحۡسَٰنًاۖ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ كُرۡهًا وَوَضَعَتۡهُ كُرۡهًاۖ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).” (al-Ahqaf: 15)

Semakna dengan ayat tersebut Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِي عَامَيۡنِ

“Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.” (Luqman: 14)

Pada dua ayat tersebut Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan betapa pentingnya kewajiban berbakti kepada orang tua. Allah menggambarkan betapa besarnya pengorbanan dan jasa orang tua, terutama ibu kepada anaknya. Maka dari itu, sudah semestinya seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya. Sebab, orang yang berakal tentu tidak akan melupakan kebaikan orang lain terhadapnya, apalagi membalas kebaikannya dengan menyakitinya. Lantas, apakah layak seorang anak melupakan kebaikan orang tuanya sehingga tidak berbuat baik kepadanya?

Baca juga: Membalas Kebaikan Orang Lain

Begitu pula, tentu lebih tidak pantas lagi seorang anak menyakiti orang tuanya yang telah terus-menerus berbuat baik kepadanya dengan mengeluarkan pengorbanan yang sangat besar, bahkan hingga mempertaruhkan nyawanya.

Hadirin rahimakumullah,

Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga telah menyebutkan besarnya keutamaan berbakti kepada orang tua. Bahkan, keutamaannya lebih besar daripada jihad di jalan Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini disebutkan dalam ash-Shahihain, dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu, beliau berkata,

سَأَلْتُ النَّبِيَّ: أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا. 

Aku bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah?”

Beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Shalat pada waktunya.”

قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ. 

Aku bertanya, “Kemudian apa?”

Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Berbakti kepada orang tua.”

قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ

Aku bertanya lagi, “Kemudian apa?”

Beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Kemudian jihad di jalan Allah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dari ayat-ayat dan hadits di atas serta yang lainnya, seseorang akan memahami dengan jelas betapa tinggi dan mulianya amalan berbakti kepada orang tua.

Hadirin rahimakumullah,

Kewajiban berbuat baik kepada orang tua semasa hidup mereka tidaklah melihat kepada siapa dan bagaimana keadaan orang tua. Bahkan, Allah subhanahu wa ta’ala memerintah hamba-hamba-Nya untuk berbuat baik kepada orang tuanya meskipun keduanya dalam keadaan kafir sekalipun.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشۡرِكَ بِي مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌ فَلَا تُطِعۡهُمَاۖ وَصَاحِبۡهُمَا فِي ٱلدُّنۡيَا مَعۡرُوفًاۖ

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, janganlah kamu mengikuti keduanya. Namun, pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15)

Di dalam ayat tersebut kita memahami bahwa berbuat baik kepada orang tua tidaklah gugur karena keduanya kafir dan memerintahkan untuk berbuat syirik atau melakukan kekafiran. Hanya saja, perintah keduanya yang berupa kemungkaran tidak boleh ditaati.

Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala,

Berbuat baik kepada orang tua sangat banyak caranya dan sangat luas cakupannya. Ia bisa dilakukan dengan ucapan, perbuatan, ataupun dengan harta.

Berbuat baik dengan ucapan bisa dilakukan dengan menjaga tutur kata yang baik dan tidak menyakitkan. Demikian pula berlemah lembut ketika berbicara kepadanya.

Berbuat baik dengan perbuatan bisa dilakukan dengan membantu menyiapkan keperluan-keperluannya, melakukan pekerjaan lainnya untuk meringankan bebannya, serta memenuhi perintah-perintahnya, selama bukan dalam bentuk berbuat maksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Adapun berbuat baik dengan harta bisa dilakukan dengan menginfakkan sebagian hartanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang tua.

Hadirin rahimakumullah,

Berbuat baik kepada orang tua juga tidak terbatas pada saat keduanya masih hidup. Saat keduanya sudah meninggal dunia pun berbuat baik kepadanya masih bisa dilakukan.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah, salah seorang ulama terkemuka di Saudi Arabia mengatakan,

“Disyariatkan berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala, meminta kebaikan untuk yang telah meninggal dunia. Begitu pula bersedekah atas namanya dengan memberikan bantuan kepada fakir miskin. (Caranya ialah) seseorang mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan perbuatan tersebut, kemudian berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar menjadikan pahala dari sedekah tersebut untuk ayah dan ibunya atau selain keduanya, baik yang telah meninggal dunia maupun yang masih hidup.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

‘Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa untuknya.’

Disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa ada seseorang bertanya kepada beliau,

يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَلَمْ تُوْصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ لَتَصَدَّقَتْ، أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia. Beliau belum sempat berwasiat. Namun, aku yakin kalau beliau sempat berbicara tentu beliau ingin bersedekah. Apakah beliau (ibuku) akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah atas namanya?”

قَالَ: نَعَمْ

Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Benar.” (Muttafaqun alaihi)

Baca juga: Perkara yang Bermanfaat Bagi Orang yang Telah Mati

Begitu pula (akan bermanfaat untuk orang yang telah meninggal dunia) amalan ibadah haji atas nama si mayit. Demikian pula ibadah umrah dan membayarkan utang-utangnya. Semua itu akan bermanfaat untuk yang meninggal sebagaimana ditunjukkan oleh dalil-dalil syariat.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat, 4/342)

Termasuk amalan berbakti kepada orang tua yang bisa dilakukan sepeninggal mereka adalah menghubungi kerabat dan teman-teman mereka. Demikian pula dengan menghubungi atau berbuat baik kepada keluarga dari teman-teman orang tua kita.

Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya, dari sahabat Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu anhuma,

Ibnu Umar berjalan menuju kota Makkah dan mengendarai keledai yang ditungganginya untuk beristirahat saat lelah. Ketika beliau sudah bosan duduk di atas kendaraannya, lewatlah di depan beliau seorang badui.

Ibnu Umar berkata kepada badui tersebut, “Apakah engkau Fulan bin Fulan?”

Orang badui tersebut menjawab, “Benar.”

Kemudian Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma memberikan keledainya kepada badui tersebut seraya mengatakan, “Naikilah kendaraan ini.”

Beliau juga memberikan kain sorbannya yang sedang dipakai seraya mengatakan, “Pakailah kain ini untuk diikatkan sebagai penutup kepalamu.”

Baca juga: Yang Tua Dihormati, Yang Kecil Disayangi

Orang-orang berkata kepada Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma, “Mudah-mudahan Allah mengampunimu. Engkau berikan kepadanya keledai yang engkau tunggangi saat ingin beristirahat dari kelelahan. Engkau juga memberikan imamah yang sedang engkau ikatkan di kepalamu.”

Abdullah bin Umar mengatakan, “Sesungguhnya dia adalah teman (orang tua saya) Umar bin al-Khaththab. Sungguh, saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ صِلَةَ الرَّجُلِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ

‘Sesungguhnya termasuk dari perbuatan paling baik dalam berbakti kepada orang tua adalah seseorang berbuat baik kepada keluarga orang yang dicintai (teman) ayahnya.’ (HR. Muslim)

Hadirin rahimakumullah,

Lihatlah, betapa luasnya kesempatan untuk berbakti kepada orang tua. Apakah kita akan menyia-nyiakan kesempatan untuk menjalankan kewajiban yang mulia ini?

Lihatlah pula betapa besarnya semangat para sahabat Nabi dalam menjalankan kewajiban berbakti kepada orang tua. Lantas bagaimanakah dengan kita? Sudahkah kita mengikuti jalan salafus shalih dalam amalan ini?

Hadirin rahimakumullah,

Seseorang yang berbuat baik kepada orang tuanya akan mendapatkan balasan yang sangat besar dari Allah subhanahu wa ta’ala. Bukan hanya di akhirat kelak, melainkan juga di dunia. Di antara balasannya adalah bahwa orang-orang yang berbuat baik kepada orang tuanya, akan berbuat baik pula anak-anaknya kepadanya. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syariat bahwa balasan bagi seseorang sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya.

Di samping itu, seseorang yang berbuat baik kepada orang tua juga akan diberi jalan keluar dari kesulitan yang menimpanya. Dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya, diceritakan tentang kisah tiga orang yang masuk untuk beristirahat di dalam gua. Tiba-tiba ada batu besar yang jatuh menutup pintu gua. Dalam kesulitan tersebut, ketiga orang itu bertawasul, memohon pertolongan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dengan menyebutkan amalan saleh yang pernah mereka lakukan. Pada akhirnya batu yang menutup pintu gua pun terbuka sehingga mereka bisa keluar dari gua tersebut. Di antara amal saleh yang disebutkan oleh salah satu dari mereka adalah perbuatan baiknya kepada orang tuanya.

Baca juga: Kisah Orang-Orang yang Terkurung di dalam Gua

Jadi, di antara sebab yang akan menjadikan seseorang memperoleh jalan keluar dari kesulitan-kesulitannya adalah melakukan amalan yang mulia ini.

Di antara balasan bagi seseorang yang berbuat baik kepada orang tuanya adalah akan diberi kemudahan dalam mencari rezeki dan dipanjangkan umurnya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barang siapa senang untuk diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, bersilaturahmilah.” (HR. Muslim)

Berbakti kepada orang tua termasuk dalam keumuman hadits ini. Sebab, berbakti kepada orang tua termasuk penunaian silaturahmi. Bahkan, silaturahmi yang paling tinggi adalah menjalin hubungan dengan orang tua.

Baca juga: Makna Menyambung Silaturahim akan Memanjangkan Umur

Mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala selalu memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk bisa berbakti kepada orang tua. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

 

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلهِ رَبِ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْأَمِيْنُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ والتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ:

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Marilah kita selalu bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan menjalankan kewajiban yang telah diperintahkan oleh-Nya. Sesungguhnya, dengan bertakwalah seseorang akan mendapatkan akibat yang baik dan hasil akhir yang membahagiakan.

Jama’ah jum’ah rahimakumullah,

Setelah kita mengetahui betapa tinggi dan mulianya amalan berbakti kepada orang tua, tidak semestinya kita menganggap remeh amalan ini. Apalagi Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintah hamba-hamba-Nya agar menjalankan kewajiban ini pada saat yang sangat sulit untuk dijalankan, yaitu saat orang tua telah berusia lanjut. Dalam usia tersebut, tentunya orang tua dalam keadaan semakin lemah badan dan cara berpikirnya. Hal ini bisa membuat seorang anak merasa capai mengurusinya.

Dalam keadaan demikian, seorang anak bisa jadi merasa bosan, bahkan jengkel dengan perkataan maupun perbuatan yang dilakukan oleh orang tua. Namun, dalam keadaan yang demikian pun seorang anak harus bersabar. Dia tidak boleh menyakiti orang tuanya dalam bentuk apa pun.

Hal ini tentu menunjukkan betapa ditekankannya kewajiban ini. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلًا كَرِيمًا ٢٣ وَٱخۡفِضۡ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحۡمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرۡحَمۡهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا ٢٤

“Jika salah seorang di antara kedua orang tua atau kedua-duanya telah berumur lanjut (dan mereka) dalam pemeliharaanmu, sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka, serta ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Wahai Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah memelihara aku sewaktu kecil’.” (al-Isra: 23—24)

Baca juga: Pendidikan Anak, Tanggung Jawab Siapa?

Di dalam ayat tersebut pula Allah subhanahu wa ta’ala melarang hamba-hamba-Nya menyakiti orang tua meskipun hanya dengan ucapan yang menunjukkan kekesalan. Tentu saja, perbuatan menyakiti yang lebih dari itu lebih besar dosanya.

Di dalam ayat tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala juga memerintahkan agar seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya. Seorang anak hendaknya mengucapkan tutur kata yang sopan dengan merendahkan diri di hadapannya serta mendoakan kebaikan untuk keduanya.

Hadirin rahimakumullah,

Marilah kita berupaya untuk memperbaiki diri dalam menjalankan kewajiban kita kepada orang tua. Marilah kita senantiasa mengingat betapa tingginya amalan ini di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Kita hendaknya selalu mengingat betapa besarnya pengorbanan orang tua kepada kita. Terlebih saat kita masih dalam kandungan, saat persalinan, dan setelah dilahirkan sebagai seorang bayi. Kedua orang tua telah mengerahkan tenaga dan pikirannya serta hartanya untuk merawat kita.

Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita berbakti kepada keduanya. Siapa pun orang tua kita dan bagaimana pun keadaan orang tua kita. Apakah mereka orang yang miskin, cacat, dan tidak berpangkat. Bahkan, meskipun keduanya belum mendapatkan hidayah, masih dalam keadaan kafir, berbuat bid’ah, atau terjatuh pada kemaksiatan lainnya. Hal tersebut tidaklah menyebabkan gugurnya kewajiban kita untuk berbakti kepada orang tua.

Baca juga: Muamalah dengan Orang Tua

Bahkan, seseorang harus tetap berkata yang baik dan tidak menyombongkan dirinya di hadapan orang tuanya, baik dengan harta, kedudukan, maupun ilmunya. Dia harus berusaha membantu keperluan keduanya selama tidak melanggar syariat. Hendaknya pula dia berusaha menjadi sebab turunnya hidayah Allah subhanahu wa ta’ala kepada keduanya.

Mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kemudahan kepada kita untuk berbakti kepada orang tua. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberi kita kemudahan untuk senantiasa ikhlas dalam menjalankannya.