Khomeini Pujaan Ikhwanul Muslimin

Dalam pandangan umum, sebagian kalangan menyebut Revolusi Iran sebagai revolusi terbesar nomor urut ketiga setelah Revolusi Perancis dan Revolusi Bolshevik.

Revolusi Iran sendiri digerakkan secara massif mulai Januari 1978 sampai Desember 1979. Revolusi Iran dinyatakan selesai setelah Khomeini ditetapkan sebagai Pemimpin Besar dan sistem pemerintahan yang baru resmi diputuskan.

Mereka yang termakan propaganda dan isu liar yang di-blow-up penuh oleh kaum Syiah, memandang Revolusi Iran sebagai era kebangkitan Islam. Revolusi Iran adalah perlawanan terhadap kaum kafir, khususnya Amerika, Israel, dan Soviet. Apalagi yel-yel dan slogan yang diteriakkan para demonstran diungkapkan dalam bentuk permusuhan dan kebencian kepada Amerika, Israel, dan Soviet. Klop sudah.

Apakah memang demikian?

Pada artikel sebelumnya, sedikit banyak telah diterangkan bahwa hakikat Revolusi Iran adalah revolusi yang ditempuh oleh kaum Syiah sebagai landasan pacu untuk mensyiahkan dunia. Pemahaman sesat dan ideologi-ideologi menyimpang kaum Syiah dikemas seakan-akan mereka sedang memperjuangkan Islam. Namun, sekian banyak bukti dan data akurat membantah itu semua.

Salah satu pihak yang mendukung dan memback-up Revolusi Iran, Khomeini, dan ideologi-ideologi Syiah adalah gerakan IM (Ikhwanul Muslimin). Gerakan yang berpusat di Mesir ini secara terang dan tegas menyatakan dukungan untuk Khomeini. Sejumlah pimpinan teras dan tokoh sentral Ikhwanul Muslimin mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang menyokong gerakan Khomeini ketika terjadi Revolusi Iran.

Ulama masa kini, asy-Syaikh Ahmad bin Yahya an-Najmi (al-Maurid al-‘Adzbu az-Zulal hlm. 163) menceritakan, “Pada saat Khomeini menggerakkan revolusinya di Iran, pendukung-pendukung Ikhwanul Muslimin segera menyatakan dukungan. Sebagian mengirim telegram dukungan, sebagian yang lain menulis kolom di surat-surat kabar. Ada juga yang mengoordinir unjuk rasa guna mendukung Khomeini dengan alasan Khomeini adalah al-Imam al-Haq, serta negaranya adalah satu-satunya negara yang beriman, lainnya tidak.”

Asy-Syaikh An-Najmi juga menukil beberapa bait syair yang ditulis oleh Yusuf al-‘Adzm, seorang tokoh Ikhwanul Muslimin,

Dengan Khomeini sebagai pemimpin dan imam, ia menghancurkan bangunan kezaliman dan tidak takut kematian

Sungguh, kami telah menyerahkan mahkota dan tanda untuknya, dari darah kami dan kami akan berangkat maju ke depan

Kami akan menghancurkan kesyirikan dan memerangi kezaliman, supaya dunia kembali bercahaya dan penuh kedamaian

Menanggapi syair di atas, asy-Syaikh an-Najmi menyatakan, “Perhatikanlah, wahai Saudara pembaca. Perhatikan kebutaan dan kebodohan ini! Kesyirikan macam apa yang dihancurkan oleh Khomeini?

Bukankah kesyirikan telah benar-benar tumbuh dan berkembang di kalangan Syiah? Kesyirikan macam apa yang dihancurkan oleh Ikhwanul Muslimin? Justru mereka sejak pertama berdiri telah ridha dan menyetujui kesyirikan, bahkan mereka sendiri terjatuh dalam kesyirikan.”

 

Revolusi Iran & Ikhwanul Muslimin

Mengenai keterkaitan erat antara Revolusi Iran dan Ikhwanul Muslimin, marilah kita membaca bukti-buktinya dari seorang penulis yang berlatar belakang Ikhwanul Muslimin. Sebuah buku ditulis oleh Dr. Izzudin Ibrahim dan diberi judul Mauqifu Ulama al-Muslimin min asy-Syi’ah wa ats-Tsaurah al-Islamiyyah. Secara bebas, judul buku tersebut dapat diterjemahkan menjadi Pandangan Ulama Kaum Muslimin Terhadap Syiah dan Revolusi Islam.

Buku dimaksud berisikan tulisan dan ceramah para pemimpin gerakan Ikhwanul Muslimin. Selain itu juga berisikan ceramah tokoh-tokoh pergerakan lainnya, semacam al-Maududi dan an-Nadwi.

Di Iran, buku di atas memperoleh sambutan hangat. Bahkan, pada 1986, buku tersebut dicetak di Teheran, Iran, oleh penerbit Syiah dalam jumlah eksemplar yang cukup banyak. Jika membaca buku ini, kita akan memahami betul mengapa Iran sangat berkepentingan untuk mencetak dan menyebarluaskan. Sebab, penulis benar-benar memberikan dukungan dan pembelaan terhadap kaum Syiah dan revolusinya.

Dr. Izzudin (hlm. 44) menulis dalam rangka memuji, “Adapun di Mesir, majalah ad-Dakwah, al-I’tisham, dan al-Mukhtar, berada di barisan Revolusi untuk mendukung dan membela Revolusi Iran sebagai revolusi Islam.”

Pada halaman 10, Izzudin menukil tulisan wartawan senior Ikhwanul Muslimin bernama Jabir Rizq, “Sungguh, masa berkecamuknya perang ini adalah masa yang sama dengan gagalnya agenda-agenda Amerika dan koalisinya terhadap revolusi Islam dari bangsa Iran.”

Kemudian pada halaman 49, Izzudin menukil ucapan seorang tokoh sentral Ikhwanul Muslimin bernama Fathi Yakan, “Beberapa waktu lalu ada bukti kuat untuk pernyataan kami, yaitu usaha revolusi Islam di Iran. Usaha ini diperangi dan dimusuhi secara besar-besaran oleh kaum kafir dan masih saja berlangsung. (Revolusi ini dimusuhi) karena itu adalah revolusi Islam, tidak berpihak ke barat maupun ke timur.”

Dr. Izzudin (hlm. 41—42) menggambarkan betapa gegap gempitanya kaum muslimin menyambut Revolusi Iran dan Khomeini. Izzudin menulis, “… Revolusi Iran telah membangkitkan ruh umat Islam di seantero dunia yang membentang dari Thanjah sampai Jakarta. Perkembangan Revolusi Iran semakin menambah negara-negara yang menyambutnya. Negara-negara yang mengungkapkan kegembiraan dan suka cita di jalan-jalan kota Kairo al-Mu’izz, Damaskus, Syam, Karachi, Khurtum, Istanbul, dan di sekitar Baitul Maqdis, serta di setiap tempat yang ada kaum muslimin di sana.”

Setelah itu, Dr. Izzudin melukiskan satu per satu negara dengan Ikhwanul Muslimin sebagai penggeraknya dalam mendukung Khomeini serta Revolusi Iran. Salah satu yang disebut Izzudin adalah Sudan. Mahasiswa dan pendukung Ikhwanul Muslimin turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi sebagai bentuk dukungan kepada Khomeini dan Revolusi Iran. Bahkan, Dr. Hasan at-Turabi, pemimpin Ikhwanul Muslimin di Sudan berangkat ke Iran untuk menemui Khomeini dan menyatakan dukungan secara langsung.

Tokoh dan pemimpin Ikhwanul Muslimin di Tunisia yang bernama al-Ghannusyi mengangkat sebuah tulisan untuk mendukung penuh Khomeini. Al-Ghannusyi memandang bahwa arah Islam di masa kini ditentukan oleh Hasan al-Banna, Khomeini, al-Maududi, dan Sayyid Quthub.

 

Ikhwanul Muslimin dan Syiah

Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya an-Najmi (al-Maurid al-‘Adzbu az-Zulal hlm. 162—163) menukil ucapan Dr. Izzudin Ibrahim dalam buku Mauqifu Ulama-il Muslimin yang menjelaskan hubungan tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin dengan Syiah.

Izzudin menyebutkan nama mereka satu per satu, yaitu Subhi as-Sulhi, Dr. Abdul Karim Zaidan, Muhammad Abu Zahrah, Dr. Musthofa asy-Syik’ah, asy-Syaikh Hasan Ayyub, Hasan at-Turabi, Fathi Yakan, Said Hawwa, Anwar al-Jundi, Ustadz Samih ‘Athif az-Zain, Ustadz Shabir Tha-imah, Ustadz Sami an-Nasyar, Dr. Ali Abdul Wahid Wafi, Zainab al-Ghazali, at-Tilmisani, Yusuf al-‘Adzm, dan al-Ghannusyi. Kemudian asy-Syaikh an-Najmi mengatakan, “Semua tokoh di atas mempunyai pendapat yang terpublikasi melalui karya tulis atau jawaban-jawaban.

Mereka mendukung usaha untuk menyatukan antara Ahlus Sunnah dan Syiah. Mereka menyatakan bahwa Syiah tidak mempunyai akidah menyimpang yang mengharuskan untuk dihukumi kafir atau fasik. Mereka juga menyatakan bahwa Syiah adalah kaum muslimin sebagaimana kaum muslimin lainnya karena sama-sama mengucapkan La ilaaha illallah, shalat, puasa dan haji. Mereka juga memandang bahwa perbedaan antara Ahlus Sunnah dan Syiah seperti perbedaan mazhab saja.”

Apa kesimpulannya?

Ikhwanul Muslimin adalah pihak yang paling mendukung dan membela Khomeini, Revolusi Iran, dan kaum Syiah. Ideologi-ideologi sesat kaum Syiah tidak dianggap sesat oleh Ikhwanul Muslimin. Mereka berupaya untuk menyatukan antara Ahlus Sunnah dan kaum Syiah.

Dengan demikian, Ikhwanul Muslim setali dua uang dengan kaum Syiah. Sama-sama sesat dan menyesatkan!

Ditulis oleh al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifa’i

Khomeini