Makanan Syubhat

Kepada pengasuh majalah Syariah yang kami hormati. Berikut surat ini kami tulis karena ada beberapa pertanyaan yang ingin kami tanyakan.
Dalam ingatan ana yang tersamar, pernah ber-’azam (bahkan dengan melafadzkannya) untuk tidak memakan daging ayam potong dan mie instant serta seluruh makanan yang tidak thoyyib dan belum jelas halalnya. Karena seingat ana, makanan tadi bila disembelih tidak melafadzkan asma Allah I, maka haram dan para ahlul hadits meninggalkan makanan semacam tadi. Nah suatu ketika, tetangga ana memberi ana makanan tadi. Sebagai tetangga yang baik ana memakannya. Apakah ana berdosa?
Jazaakumullahu khairan katsira.
Afaf
m83s@yahoo.com

Dijawab oleh:
Al-Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An-Nawawi

Selama anda tidak mengharamkan untuk diri sendiri, maka tidak ada larangan atau kewajiban untuk membayar apapun. Lain halnya kalau anda mengharamkan diri anda untuk makan daging potong atau mie instant. Untuk mengharamkan atau menghalalkan sesuatu itu harus ada dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Karena kita punya kaidah, yang halal adalah apa yang dihalalkan Allah I dan Rasul-Nya dan yang haram adalah apa yang diharamkan oleh Allah I dan Rasul-Nya.
Jika seandainya kita belum mengetahui secara jelas keadaan ayam potong itu, bagi anda ini masuk dalam kategori syubhat. Namun bukan berarti hukum ini kemudian bisa ditimpakan kepada orang lain. Karena bisa jadi orang lain mengerti bahwa yang memotong ayam tersebut adalah muslim dan membaca bismillah, misalnya.
Jika memang dia memiliki azam untuk meninggalkan hal yang demikian itu, terlebih kalau diiringi dengan sikap wara’ (menjaga diri dari perkara-perkara yang belum jelas), ini tentu akan mendapat fadhilah (keutamaan) dari Allah I. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari shahabat Abu Abdillah An-Nu’man bin Basyir c, bahwa Rasulullah r berkata:
“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara yang masih samar (syubhat). Barangsiapa menjaga diri dari perkara yang syubhat itu maka ia telah menjaga diri dan agamanya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari-Muslim)
Kalau memang anda menganggap barang-barang tersebut masih samar (syubhat) dan berusaha meninggalkannya, maka mudah-mudahan Allah I memberikan fadhilah. Sekali lagi, keadaan syubhat ini adalah bagi anda sendiri dan tidak boleh memaksa orang lain untuk bersikap sama. Karena bisa jadi bagi orang lain barang-barang tersebut bukan merupakan syubhat.
Kalau saudara anda yang memberikan daging ayam itu adalah muslim, maka dihukumi secara dzahir, yaitu sebagai seorang muslim yang sembelihannya adalah halal. Karena Allah I dan Rasul-Nya memerintahkan agar menghukumi seseorang itu sesuai dengan dzahirnya. Kalau dia seorang muslim maka praduga kita dia menyembelih dengan mengucapkan bismillah. Jadi tidak mengapa anda makan daging tersebut dan tidak berdosa.
Barakallahu fi kum.