Mempertahankan Identitas Muslim di Tengah Derasnya Arus Globalisasi Mode

Bagi orang yang berakal, hidup di dunia ini tak bisa semaunya. Segala sesuatu ada aturan dan rambu-rambunya termasuk dalam ranah kehidupan beragama. Seseorang tak bisa memilih sembarang agama. Hanyalah Islam satu-satunya agama yang sempurna dan diridhai oleh Allah Subhanahu wata’ala, Rabb alam semesta. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imran: 19)

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agama bagi kalian.” (al-Maidah: 3)

Manakala seseorang mencari agama selain Islam, maka tidak diterima amalannya di sisi Allah Subhanahu wata’ala, dan di akhirat kelak, termasuk orang-orang yang merugi. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imran: 85)

Bisa jadi, ada orang nonmuslim ada yang mendebat hal ini, adakah monopoli dalam kehidupan beragama?! Jawabannya adalah firman Allah Subhanahu wata’ala,

فَإِنْ حَاجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ ۗ وَقُل لِّلَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَالْأُمِّيِّينَ أَأَسْلَمْتُمْ ۚ فَإِنْ أَسْلَمُوا فَقَدِ اهْتَدَوا ۖ وَّإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَاغُ ۗ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ

“Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah, ‘Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orangorang yang mengikutiku’. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi al-Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan kepada orang-orang yang ummi (orang musyrik Arab yang tidak tahu tulis baca), ‘Apakah kamu (mau) masuk Islam?’ Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (Ali Imran: 20)

Tak mengherankan apabila Allah Subhanahu wata’ala berwasiat kepada para hamba-Nya agar istiqamah di atas agama Islam sampai titik darah penghabisan. Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah sekali-kali meninggal dunia kecuali dalam keadaan memeluk agama Islam.” (Ali Imran: 102)

Mahasuci Allah yang telah memilihkan agama Islam sebagai agama yang terbaik bagi para hamba-Nya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ ۗ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ ۚ

“Dan Rabb-mu menciptakan segala apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka.” (al-Qashash: 68)

Dengan demikian, identitas muslim adalah sebuah kehormatan. Sungguh bahagia orang yang mendapatkan hidayah Islam dalam hidupnya. Kenikmatan sepanjang masa yang tidak dapat dirasakan oleh semua orang. Sungguh berbeda kondisi orang yang mendapatkan hidayah Islam dengan yang tidak mendapatkannya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

أَفَمَن شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِّن رَّبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ

Apakah orang-orang yang Allah lapangkan dadanya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah, mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (az-Zumar: 22)

Fenomena Berislam di Era Globalisasi Modern Globalisasi modern adalah era yang sedang melingkupi kita dewasa ini. Ragam sarana di bidang informasi, komunikasi, transportasi, dan penopang kehidupan lainnya kian hari semakin modern. Dunia bak kampung-kampung yang berdekatan. Tukar informasi, komunikasi, dan interaksi dapat dilakukan dengan mudah walaupun dari tempat yang berjauhan. Fenomena ini, tentu saja memberikan kemudahan tersendiri bagi manusia dalam menjalankan roda kehidupan ini. Dengan ragam sarana modern itu, berbagai aktivitas mereka dapat berjalan secara lebih baik. Kalau dahulu tukar informasi dengan cara berkirim surat atau telegram, di zaman ini cukup dengan SMS atau email. Kalau dahulu komunikasi dengan orang lain di tempat yang berjauhan dengan menggunakan telepon rumah atau pergi ke wartel, di zaman ini dapat dijalin dengan telepon genggam (HP).

Kalau dahulu safar ke pulau seberang membutuhkan waktu berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, di zaman ini dengan pesawat terbang dapat ditempuh dalam waktu yang singkat. Begitu mudahnya jaringan informasi, jalinan komunikasi, dan sarana transportasi di era globalisasi modern ini. Termasuk pula dalam hal penyebaran ilmu dan agama mendapatkan porsi kemudahan tersendiri. Melalui sarana internet, berbagai kajian imiah berskala nasional bahkan internasional dapat diakses dengan mudah. Namun, di balik berbagai kemudahan itu terselip sebuah kesulitan. Sebuah kesulitan yang tidak akan tampak kecuali jika dilihat dengan kacamata takwa dan iman. Tahukah Anda, kesulitan apakah itu? Kesulitan itu adalah berkaitan dengan istiqamah (berteguh diri) di atas agama Islam. Bisa jadi, Anda terheran, mengapa istiqamah di atas agama Islam di era globalisasi modern ini tergolong sulit, padahal berbagai sarana banyak memberikan kemudahan untuk bisa beramal saleh? Ya, karena porsi godaan syahwat dan syubhat di era globalisasi modern ini lebih dahsyat dibandingkan porsi untuk belajar, mengaji, dan beramal saleh.

Dahsyatnya arus godaan itu dapat menggerus agama seorang muslim walau setahap demi setahap. Bukankah fitnah wanita, harta, dan kedudukan, yang merupakan bagian dari godaan syahwat itu merajalela di sekitar kita? Wanita dengan berbagai model menjadi ikon utama di dunia iklan, baik di media cetak maupun media elektronik. Persaingan bisnis yang tidak sehat, korupsi uang negara, perjudian, perampokan, dan pindah agama demi harta menjadi realitas kehidupan. Di sudut-sudut kota tidak jarang didapati baliho-baliho berukuran besar yang memajang foto grup musik tertentu dengan aksen masing-masing beserta jadwal konsernya.

Sementara itu, di kiri dan kanan jalan raya tak lengang dari baliho-baliho berukuran kecil yang memajang foto calon bupati/wakilnya dan gubernur/wakilnya yang sedang berkompetisi berebut kedudukan. Belum lagi kasus “tembak” jabatan alias suap yang turut mewarnai realitas godaan syahwat. Berbagai godaan syahwat itu pun semakin dahsyat dengan keberadaan fasilitas internet dan televisi. Pornografi dan pornoaksi telah menjadi hak asasi yang diperjuangkan atas nama seni. Wanita penjaja seks komersial dengan praktik prostitusinya berkeliaran di mana-mana, bahkan merambah dunia kampus dan selebritas. Kasak-kusuk perselingkuhan dengan segala likulikunya sering menimpa rumah tangga. Ingar-bingarnya kehidupan malam di bar/kafe/diskotek dengan pesta, musik, dan dentingan gelas-gelas minuman keras mewarnai hari-hari sebagian kawula muda. Kriminalitas pun sering kali terjadi, yang tidak jarang motifnya adalah urusan dunia. Hal ini mengingatkan kita akan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَظْهَرَ الْجَهْلُ وَيَفْشُوَ الزِّنَا وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ وَيَذْهَبَ الرِّجَالُ وَتَبْقَى النِّسَاءُ حَتَّى يَكُونَ لِخَمْسِينَ امْرَأَةً قَيِّمٌ وَاحِدٌ

“Sesungguhnya, di antara tanda (datangnya) hari kiamat adalah dicabutnya ilmu agama, tampak (tersebarnya) kebodohan, merajalelanya perzinaan, dan diminumnya (baca: dipestakannya) minuman khamr. Kaum lelaki semakin berkurang dan kaum wanita semakin bertambah. Sampai-sampai lima puluh orang wanita dikepalai oleh satu orang lelaki.” (HR . Muslim no. 2671, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)

Dalam riwayat Muslim lainnya (no. 2672), dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dan Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَيَكْثُرُ فِيْهَا الْهَرْجُ، وَالْهَرْجُ الْقَتْلُ

“Dan banyak terjadi padanya al-harj. Al-harj adalah pembunuhan.”

Demikianlah realita dari godaan syahwat yang mengitari kita. Hempasannya tidak hanya menerpa orang awam atau anak jalanan semata, tetapi orang berilmu pun nyaris terancam manakala orientasi hidupnya adalah dunia. Di mana ada ‘lahan basah’, dia pun ada di sana, walaupun harus mengikuti keinginan big boss nya yang kerap kali tak sesuai dengan hati nuraninya. Syahdan, ketika hawa nafsu telah membelenggu fitrah sucinya, ayat-ayat Allah Subhanahu wata’ala (agama) dia jual dengan harga yang murah; manhaj (prinsip agamanya) pun dia korbankan demi meraih kelayakan hidup atau kemapanan ekonomi. Dengan tegas Allah Subhanahu wata’alamemperingatkan orang-orang berilmu dari perbuatan tersebut, sebagaimana firman-Nya,

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۙ أُولَٰئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلَّا النَّارَ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ( ) أُولَٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَىٰ وَالْعَذَابَ بِالْمَغْفِرَةِ ۚ فَمَا أَصْبَرَهُمْ عَلَى النَّارِ

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api. Allah Subhanahu wata’ala tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat, tidak akan menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang pedih. Mereka itulah orang orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan (membeli) siksa dengan ampunan. Alangkah beraninya mereka menghadapi api neraka!” ( al-Baqarah: 174— 175)

Para pembaca, sesungguhnya agama Islam tidak melarang seseorang mencari sumber penghidupan, namun hendaknya semua itu tidak sampai membuatnya lupa mencari kebahagiaan negeri akhirat. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadamu (kebahagian) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (al-Qashash: 77)

Adapun godaan syubhat yang berupa kerancuan berfikir, tidak kalah dahsyatnya dengan godaan syahwat. Aliran-aliran sesat bermunculan, kesyirikan dipromosikan tanpa ada halangan, para dukun alias orang pintar dijadikan rujukan, ngalap berkah di kuburan para wali menjadi tren wisata religius, dan praktik bid’ah (sesuatu yang diada-adakan) dalam agama meruak dengan dalih bid’ah hasanah. Semua itu mengingatkan kita akan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,

بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِيْ كَافِرًا وَيُمْسِيْ مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

“ Bergegaslah kalian untuk beramal, (karena akan datang) fitnahfitnah (godaan/ujian) yang seperti potongan-potongan malam. Di pagi hari seseorang dalam keadaan beriman dan sore harinya dalam keadaan kafir; di sore hari dalam keadaan beriman dan keesokan harinya dalam keadaan kafir. Dia menjual agamanya dengan sesuatu dari (gemerlapnya) dunia ini.” (HR . Muslim no. 118, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al- Madkhali hafizhahullah berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, seorang yang jujur lagi

terpercaya, telah memberitakan kepada kita dalam banyak haditsnya, termasuk hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu (di atas, -pen.) tentang bermunculannya berbagai ujian di tengah-tengah umat ini. Sungguh, telah datang berbagai ujian besar yang sangat kuat empasannya terhadap akidah dan manhaj (prinsip beragama) umat Islam, mencabik-cabik keutuhan mereka, menyebabkan pertumpahan darah di antara mereka, dan menjatuhkan kehormatan mereka. Bahkan, benarbenar telah menjadi kenyataan (pada umat ini) apa yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْراً بِشِبْرٍ وَذِرَاعاً بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَتَبِعْتُمُوْهُمْ

“Sungguh, kalian akan mengikuti jalan/jejak orang-orang sebelum kalian (Yahudi dan Nasrani, –pen.) sejengkal dengan sejengkal dan sehasta dengan sehasta1. Sampai-sampai jika mereka masuk ke liang binatang dhab (sejenis biawak yang hidup di padang pasir, –pen.) pasti kalian akan mengikutinya.”

Lebih lanjut, asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah berkata, “Saat ini di berbagai negeri kaum muslimin telah bermunculan berbagai musibah/ujian, seperti komunisme, liberalisme, sekulerisme, ba’ts (sosialisme), dan demokrasi dengan segala perangkatnya. Kelompok sesat Syi’ah Rafidhah dan Khawarij pun semakin gencar mengembuskan racunracun yang dahulu mereka sembunyikan, sebagaimana muncul pula kelompok sesat Qadiyaniyah dan Bahaiyah.” (Haqiqah al-Manhaj al-Wasi’ ‘Inda Abil Hasan, hlm. 2)

Di antara dampak modernisasi di era globalisasi ini adalah munculnya sikap minder dalam berislam. Dengan banyaknya opini yang menyudutkan Islam di media massa baik cetak maupun elektronik, sebagian umat muslim tidak punya percaya diri untuk sekadar menampakkan identitas muslimnya, apalagi untuk menjalankan rincian ajaran agama yang berkonsekuensi mendapat cibiran atau gunjingan orang. Dalam benaknya, cukuplah identitas muslim itu dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau dalam ritual-ritual di momen penting seperti shalat Jum’at, shalat tarawih, dan shalat hari raya saja.

Bayang-bayang bahwa Islam itu kampungan, masyarakat muslim identik dengan keterbelakangan, dan menerapkan rincian ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari akan menyebabkan keterpurukan, lekat pada benak sebagian umat muslim. Bahkan, sebagian orang tua muslim sangat khawatir jika putra atau putrinya mulai tertarik belajar agama. Apa yang dikhawatirkan? Khawatir jadi teroris. Subhanallah, padahal Islam bukan teroris dan teroris bukan dari Islam. Di antara dampaknya, tidak sedikit putra-putri muslim hidup tanpa bimbingan yang benar. Pergaulan bebas menjadi satu kewajaran di tengah-tengah mereka. Memakai jubah, sarung, baju koko, kopiah, dan atribut muslim lainnya sangat berat rasanya. Di sisi lain, memakai pakaian ala barat seakan-akan menjadi kebanggaan. Di kalangan pemudi, tidak jauh berbeda halnya. Memakai jubah, jilbab, dan atribut muslimah lainnya sangat berat rasanya. Adapun memakai pakaian ala barat yang serba minim dan pamer aurat justru menjadi kebanggaan. Wallahul Musta’an.

Kewajiban Mempertahankan Identitas Muslim

Minimnya ilmu, tipisnya iman, dan kuatnya dorongan hawa nafsu kerap kali menutup pintu hati seseorang untuk memahami hakikat kehidupan dunia yang sedang dijalaninya. Godaan syahwat dan syubhat di era globalisasi modern ini tak jarang menjadikan seorang muslim jauh dari agama Islam yang murni. Padahal agama Islam adalah bekal utama bagi seseorang dalam hidup ini. Dengan Islam seseorang akan hidup bahagia dan terbimbing dalam menghadapi pahit getirnya kehidupan. Sebaliknya, tanpa Islam hidup seseorang tiada berarti dan di akhirat termasuk orang yang merugi. Namun sayang, di antara manusia ada yang menggadaikan Islam yang merupakan agama dan bekal utamanya demi kesenangan dunia yang sesaat. Betapa meruginya orang itu. Dia akan menghadap Allah Subhanahu wata’ala di hari kiamat dengan tangan hampa dan terhalang dari kebahagiaan yang hakiki. Setiap muslim berkewajiban mempertahankan identitas muslimnya. Lebih dari itu, dia pun harus berupaya untuk masuk ke dalam agama Islam secara total kemudian istiqamah di atasnya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara total, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (al-Baqarah: 208)

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا ۚ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Istiqamahlah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah tobat beserta kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Hud: 112)

ثُمَّ جَعَلۡنَـٰكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ۬ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ فَٱتَّبِعۡهَا وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَ ٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (rincian aturan hidup yang harus dijalani) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (al-Jatsiyah: 18)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sambutlah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada- Nyalah kalian akan dikumpulkan.” (al- Anfal: 24)

Bahkan, Allah Subhanahu wata’ala berjanji kepada orang-orang yang menerapkan agama Islam dalam kehidupan ini dengan beriman dan mengerjakan berbagai amalan saleh, akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, meneguhkan mereka di atas agama yang telah diridhai-Nya, dan benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah ketakutan menjadi aman sentosa. Hal ini sebagaimana firman-Nya Subhanahu wata’ala,

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan berbagai amalan saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah hanya kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku.” (an-Nur: 55)

Akhir kata, mengingat betapa mahalnya nilai istiqamah di tengah kuatnya badai fitnah baik syubhat maupun syahwat di era globalisasi modern ini, sudah saatnya bagi kita untuk kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala. Kembali kepada-Nya dengan memegang erat-erat agama Islam dan meniti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, kemudian bersatu di atasnya. Itulah satu-satunya jalan keselamatan di dunia dan di akhirat. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan berpegang teguhlah kalian dengan tali (agama) Allah secara bersama-sama dan jangan berceraiberai. Ingatlah akan nikmat Allah yang telah dicurahkan kepada kalian, ketika kalian dahulu bermusuhan lalu Allah menyatukan hati-hati kalian sehingga kalian menjadi bersaudara dengan nikmat tersebut, dan (juga) kalian dahulu berada di tepi jurang neraka lalu Allah selamatkan kalian darinya. Demikianlah Allah Subhanahu wata’ala menerangkan tanda-tanda kekuasaan- Nya kepada kalian agar kalian mendapat hidayah.” (Ali Imran: 103)

وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan ikutilah dia (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam) supaya kalian mendapatkan petunjuk.” (al-A’raf: 158)

فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنتُم بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوا ۖ

“Jika mereka beriman seperti apa yang kalian (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya) beriman dengannya, sungguh mereka akan mendapatkan hidayah.” (al-Baqarah: 137)

Semoga ampunan, taufik dan hidayah ilahi selalu mengiringi perjalanan hidup kita.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Wahai Rabb kami ampunilah dosadosa kami dan tindak-tanduk kami yang keterlaluan dalam urusan kami, dan teguhkanlah pendirian kami, serta tolonglah kami atas kaum yang kafir.” (Ali Imran: 147)

Wallahu a’lam.__

Ditulis oleh Al Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi

Tasyabuh