• Rubrik
    • Rubrik Tetap
      • Doa
      • Permata Salaf
      • Pengantar Redaksi
      • Surat Pembaca
      • Manhaji
      • Kajian Utama
      • Tafsir
      • Hadits
      • Akidah
      • Akhlak
      • Khutbah Jumat
    • Rubrik Pendukung
      • Ibrah
      • Jejak
      • Khazanah
      • Oase
      • Problema Anda
      • Tanya Jawab Ringkas
    • Rubrik Sakinah
      • Mengayuh Biduk
      • Permata Hati
      • Niswah
      • Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah
      • Cerminan Shalihah
      • Mutiara Kata
    • Rubrik Tambahan
      • Kajian Khusus
      • Hukum Islam
      • Seputar Hukum Islam
      • Potret
      • Maktabah
      • Info Praktis
  • Majalah
    • Majalah Syariah
      • Syariah Edisi 1
      • Syariah Edisi 2
      • Syariah Edisi 3
      • Syariah Edisi 4
    • Majalah Edisi 001 s.d. 010
      • Asy Syariah Edisi 001
      • Asy Syariah Edisi 002
      • Asy Syariah Edisi 003
      • Asy Syariah Edisi 004
      • Asy Syariah Edisi 005
      • Asy Syariah Edisi 006
      • Asy Syariah Edisi 007
      • Asy Syariah Edisi 008
      • Asy Syariah Edisi 009
      • Asy Syariah Edisi 010
    • Majalah Edisi 011 s.d. 020
      • Asy Syariah Edisi 011
      • Asy Syariah Edisi 012
      • Asy Syariah Edisi 013
      • Asy Syariah Edisi 014
      • Asy Syariah Edisi 015
      • Asy Syariah Edisi 016
      • Asy Syariah Edisi 017
      • Asy Syariah Edisi 018
      • Asy Syariah Edisi 019
      • Asy Syariah Edisi 020
    • Majalah Edisi 021 s.d. 030
      • Asy Syariah Edisi 021
      • Asy Syariah Edisi 022
      • Asy Syariah Edisi 023
      • Asy Syariah Edisi 024
      • Asy Syariah Edisi 025
      • Asy Syariah Edisi 026
      • Asy Syariah Edisi 027
      • Asy Syariah Edisi 028
      • Asy Syariah Edisi 029
      • Asy Syariah Edisi 030
    • Majalah Edisi 031 s.d. 040
      • Asy Syariah Edisi 031
      • Asy Syariah Edisi 032
      • Asy Syariah Edisi 033
      • Asy Syariah Edisi 034
      • Asy Syariah Edisi 035
      • Asy Syariah Edisi 036
      • Asy Syariah Edisi 037
      • Asy Syariah Edisi 038
      • Asy Syariah Edisi 039
      • Asy Syariah Edisi 040
    • Majalah Edisi 041 s.d. 050
      • Asy Syariah Edisi 041
      • Asy Syariah Edisi 042
      • Asy Syariah Edisi 043
      • Asy Syariah Edisi 044
      • Asy Syariah Edisi 045
      • Asy Syariah Edisi 046
      • Asy Syariah Edisi 047
      • Asy Syariah Edisi 048
      • Asy Syariah Edisi 049
      • Asy Syariah Edisi 050
    • Majalah Edisi 051 s.d. 060
      • Asy Syariah Edisi 051
      • Asy Syariah Edisi 052
      • Asy Syariah Edisi 053
      • Asy Syariah Edisi 054
      • Asy Syariah Edisi 055
      • Asy Syariah Edisi 056
      • Asy Syariah Edisi 057
      • Asy Syariah Edisi 058
      • Asy Syariah Edisi 059
      • Asy Syariah Edisi 060
    • Majalah Edisi 061 s.d. 070
      • Asy Syariah Edisi 061
      • Asy Syariah Edisi 062
      • Asy Syariah Edisi 063
      • Asy Syariah Edisi 064
      • Asy Syariah Edisi 065
      • Asy Syariah Edisi 066
      • Asy Syariah Edisi 067
      • Asy Syariah Edisi 068
      • Asy Syariah Edisi 069
      • Asy Syariah Edisi 070
    • Majalah Edisi 071 s.d. 080
      • Asy Syariah Edisi 071
      • Asy Syariah Edisi 072
      • Asy Syariah Edisi 073
      • Asy Syariah Edisi 074
      • Asy Syariah Edisi 075
      • Asy Syariah Edisi 076
      • Asy Syariah Edisi 077
      • Asy Syariah Edisi 078
      • Asy Syariah Edisi 079
      • Asy Syariah Edisi 080
    • Majalah Edisi 081 s.d. 090
      • Asy Syariah Edisi 081
      • Asy Syariah Edisi 082
      • Asy Syariah Edisi 083
      • Asy Syariah Edisi 084
      • Asy Syariah Edisi 085
      • Asy Syariah Edisi 086
      • Asy Syariah Edisi 087
      • Asy Syariah Edisi 088
      • Asy Syariah Edisi 089
      • Asy Syariah Edisi 090
    • Majalah Edisi 091 s.d. 100
      • Asy Syariah Edisi 091
      • Asy Syariah Edisi 092
      • Asy Syariah Edisi 093
      • Asy Syariah Edisi 094
      • Asy Syariah Edisi 095
      • Asy Syariah Edisi 096
      • Asy Syariah Edisi 097
      • Asy Syariah Edisi 098
      • Asy Syariah Edisi 099
      • Asy Syariah Edisi 100
    • Majalah Edisi 101 s.d. 110
      • Asy Syariah Edisi 101
      • Asy Syariah Edisi 102
      • Asy Syariah Edisi 103
      • Asy Syariah Edisi 104
      • Asy Syariah Edisi 105
      • Asy Syariah Edisi 106
      • Asy Syariah Edisi 107
      • Asy Syariah Edisi 108
      • Asy Syariah Edisi 109
      • Asy Syariah Edisi 110
    • Majalah Edisi 111 s.d. 120
      • Asy Syariah Edisi 111
      • Asy Syariah Edisi 112
      • Asy Syariah Edisi 113
      • Asy Syariah Edisi 114
      • Asy Syariah Edisi 115
      • Asy Syariah Edisi 116
      • Asy Syariah Edisi 117
Majalah Islam Asy-Syariah
  • Setup menu at Appearance » Menus and assign menu to Main Navigation
No Result
View All Result
  • Setup menu at Appearance » Menus and assign menu to Main Navigation
No Result
View All Result
Majalah Islam Asy-Syariah
No Result
View All Result

Memuliakan Anak Perempuan

by Redaksi
16 November 2011
in Asy Syariah Edisi 028
0

(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman)

Kelahiran anak laki-laki, hingga kini, dianggap sebagai pelanggeng garis keturunan keluarga. Tak sedikit pula yang menjadikannya penanda kehormatan. Sebaliknya, berbagai belitan kesedihan dan rasa malu menghantui pasangan yang ‘hanya’ dikaruniai anak perempuan. Padahal, dalam Islam, jika anak-anak perempuan itu dimuliakan yang terurai dalam sikap kasih sayang, memberikan pendidikan dan pengajaran agama yang baik, janji surga telah menantikannya.

Perasaan kecil hati kadang menyelimuti pasangan yang belum juga dikaruniai anak laki-laki. Bahkan tak sedikit orang tua yang lebih mendambakan bayi yang hendak lahir ini laki-laki dibanding keinginan untuk mendapatkan anak perempuan. Demikianlah keadaan mayoritas manusia sebagaimana dikatakan Rasulullah n dalam hadits ‘Aisyah x:

“Barangsiapa yang diberi cobaan dengan anak perempuan kemudian ia berbuat baik pada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.” (HR. Al-Bukhari no. 1418 dan Muslim no. 2629)
Al-Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa Rasulullah n menyebutnya sebagai ibtila’ (cobaan), karena biasanya orang tidak menyukai keberadaan anak perempuan. (Syarh Shahih Muslim, 16/178)
Bahkan dulu pada masa jahiliyah, orang bisa merasa sangat terhina dengan lahirnya anak perempuan. Sehingga tergambarkan dalam firman Allah  I :

“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar gembira dengan kelahiran anak perempuan, merah padamlah wajahnya dan dia sangat marah. Dia menyembunyikan diri dari orang banyak karena buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memelihara anak itu dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya hidup-hidup di dalam tanah? Ketahuilah, betapa buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (An-Nahl: 58-59)
Sementara di dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah I mengancam perbuatan mengubur anak-anak perempuan. Allah I berfirman:

“Dan ketika anak perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, atas dosa apakah dia dibunuh.” (At-Takwir: 8-9)
Al-Mau`udah adalah anak perempuan yang dikubur hidup-hidup oleh orang-orang jahiliyah karena kebencian terhadap anak perempuan. Pada hari kiamat, dia akan ditanya atas dosa apa dia dibunuh, untuk mengancam orang yang membunuhnya. Apabila orang yang dizalimi ditanya (pada hari kiamat kelak, –pen.), maka bagaimana kiranya persangkaan orang yang berbuat zalim (tentang apa yang akan menimpanya, –pen.)? (Tafsir Ibnu Katsir, 8/260)
Demikianlah Islam memuliakan anak perempuan. Selain dalam Al Qur’an, dalam Sunnah Rasulullah n didapati pula larangan yang jelas dari mengubur anak perempuan. Hadits ini disampaikan oleh Al-Mughirah bin Syu’bah z, bahwa Nabi n bersabda:

“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian durhaka pada ibu, menolak untuk memberikan hak orang lain dan menuntut apa yang bukan haknya, serta mengubur anak perempuan hidup-hidup. Dan Allah membenci bagi kalian banyak menukilkan perkataan, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (HR. Al-Bukhari no. 5975 dan Muslim no. 593)
Wa`dul banat adalah menguburkan anak perempuan hidup-hidup sehingga mereka mati di dalam tanah. Ini merupakan dosa besar yang membinasakan pelakunya, karena merupakan pembunuhan tanpa hak dan mengandung pemutusan hubungan kekerabatan. (Syarh Shahih Muslim, 12/11)
Di sisi lain, dalam agama yang mulia ini ada anjuran agar orang tua yang dikaruniai anak perempuan memuliakan anaknya. Allah U yang menganugerahkan anak perempuan telah menjanjikan surga bagi hamba-Nya yang berbuat kebaikan kepada anak perempuannya.
‘Aisyah x pernah mengatakan:

Seorang wanita miskin datang kepadaku membawa dua anak perempuannya, maka aku memberinya tiga butir kurma. Kemudian dia memberi setiap anaknya masing-masing sebuah kurma dan satu buah lagi diangkat ke mulutnya untuk dimakan. Namun  kedua anak itu meminta kurma tersebut, maka si ibu pun membagi dua kurma yang semula hendak dimakannya untuk kedua anaknya. Hal itu sangat menakjubkanku sehingga aku ceritakan apa yang diperbuat wanita itu kepada Rasulullah n. Beliau  berkata: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan baginya surga dan membebaskannya dari neraka.” (HR. Muslim no. 2630)
Dalam riwayat dari Anas bin Malik z, Rasulullah n juga menyebutkan kedekatannya dengan orang tua yang memelihara anak-anak perempuan mereka dengan baik kelak pada hari kiamat:

“Barangsiapa yang mencukupi kebutuhan dan mendidik dua anak perempuan hingga mereka dewasa, maka dia akan datang pada hari kiamat nanti dalam keadaan aku dan dia (seperti ini),” dan beliau mengumpulkan jari jemarinya. (HR. Muslim no. 2631)
Al-Imam An-Nawawi t menjelaskan, hadits-hadits ini menunjukkan keutamaan seseorang yang berbuat baik kepada anak-anak perempuannya, memberikan nafkah, dan bersabar terhadap mereka dan dalam segala urusannya. (Syarh Shahih Muslim, 16/178)
Masih berkenaan dengan keutamaan membesarkan dan mendidik anak perempuan, seorang shahabat, ‘Uqbah bin ‘Amir z pernah mendengar Rasulullah n bersabda:

“Barangsiapa yang memiliki tiga orang anak perempuan, lalu dia bersabar atas mereka, memberi mereka makan, minum, dan pakaian dari hartanya, maka mereka menjadi penghalang baginya dari api neraka kelak pada hari kiamat.” (Dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adabil Mufrad no. 56: “Shahih”)
Tidak hanya itu saja, dalam berbagai riwayat Rasulullah n juga menggarisbawahi hal ini. Jabir bin Abdillah t mengatakan, Rasulullah n pernah bersabda:

“Barangsiapa yang memiliki tiga orang anak perempuan yang dia jaga, dia cukupi dan dia beri mereka kasih sayang, maka pasti baginya surga.” Seseorang pun bertanya, “Dua juga, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Dan dua juga.” (Dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adabil Mufrad no. 58: “Hasan”)
Abdullah bin ‘Abbas c juga meriwayatkan dari beliau n:

“Tidaklah seorang muslim yang memiliki dua anak perempuan yang telah dewasa, lalu dia berbuat baik pada keduanya, kecuali mereka berdua akan memasukkannya ke dalam surga.” (Dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adabil Mufrad no. 57: “Hasan lighairihi”)
Agama yang sempurna ini juga memberikan gambaran tentang pengungkapan sikap kasih sayang orang tua kepada anak perempuannya. Rasulullah n memberikan contoh bagi umat beliau melalui pergaulannya dengan putri beliau, Fathimah x . Tentang ini, ‘Aisyah x berkisah:

“Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih mirip dengan Nabi n dalam cara bicara maupun duduk daripada Fathimah.” ‘Aisyah berkata lagi, “Biasanya apabila Nabi n melihat Fathimah datang, beliau mengucapkan selamat datang padanya, lalu berdiri menyambutnya dan menciumnya, kemudian beliau menggamit tangannya hingga beliau dudukkan Fathimah di tempat duduk beliau. Begitu pula apabila Nabi n datang padanya, maka Fathimah mengucap-kan selamat datang pada beliau, kemudian berdiri menyambutnya, menggandeng tangannya, lalu menciumnya.” (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 725)
Demikian pula yang dilakukan oleh sahabat beliau yang terbaik, Abu Bakr Ash-Shiddiq z . Diceritakan oleh Al-Bara` bin ‘Azib z:

“Aku pernah masuk bersama Abu Bakr menemui keluarganya. Ternyata ‘Aisyah putrinya sedang terbaring sakit panas. Aku pun melihat Abu Bakr mencium pipi putrinya sambil bertanya, ‘Bagaimana keadaanmu, wahai putriku?” (HR. Al-Bukhari no. 3918)
Dalam hal pemberian, Islam juga mengajarkan untuk memberikan bagian yang sama antara anak laki-laki dan perempuan. Hal ini  berdasarkan hadits An-Nu’man bin Basyir x:

“Ayahku pernah memberiku sebagian hartanya, lalu ibuku, ‘Amrah bintu Rawahah, mengatakan padanya, “Aku tidak ridha hingga engkau minta persaksian Rasulullah n.” Maka ayahku pun menemui Rasulullah n untuk meminta persaksian beliau. Kemudian Rasulullah n bertanya padanya, “Apakah ini kau lakukan pada semua anakmu?” “Tidak,” jawab ayahku. Beliau pun bersabda, “Bertakwalah kepada Allah tentang urusan anak-anakmu.” Ayahku pun kembali dan mengambil kembali pemberian itu.” (HR. Al-Bukhari no. 2650 dan Muslim no. 1623)
Al-Imam An-Nawawi t menjelaskan tentang hadits ini bahwa semestinya orang tua menyamakan di antara anak-anaknya dalam hal pemberian. Dia berikan pada seorang anak sesuatu yang semisal dengan yang lain dan tidak melebihkannya, serta menyamakan pemberian antara anak laki-laki dan perempuan. (Syarh Shahih Muslim, 11/29)
Begitu pula dari sisi pendidikan, orang tua harus memberikan pengajaran dan pengarahan kepada anak-anaknya, termasuk anak perempuannya. Abu Hurairah z mengatakan bahwa Rasulullah n bersabda:

“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana binatang ternak akan melahirkan binatang ternak yang sempurna. Apakah engkau lihat ada binatang yang lahir dalam keadaan telah terpotong telinganya?” (HR. Al-Bukhari no. 1385)
Seorang anak yang terlahir di atas fitrah ini siap menerima segala kebaikan dan keburukan. Sehingga dia membutuhkan pengajaran, pendidikan adab, serta pengarahan yang benar dan lurus di atas jalan Islam. Maka hendaknya kita berhati-hati agar tidak melalaikan anak perempuan yang tak berdaya ini, hingga nantinya dia hidup tak ubahnya binatang ternak. Tidak mengerti urusan agama maupun dunianya. Sesungguhnya pada diri Rasulullah n ada teladan yang baik bagi kita. (Al-Intishar li Huquqil Mukminat, hal. 25)
Bahkan ketika anak perempuan ini telah dewasa, orang tua selayaknya tetap memberikan pengarahan dan nasehat yang baik. Ini dapat kita lihat dari kehidupan seseorang yang terbaik setelah Rasulullah n, Abu Bakr Ash-Shiddiq z, dalam peristiwa turunnya ayat tayammum. Diceritakan peristiwa ini oleh ‘Aisyah x:

“Kami pernah keluar bersama Rasulullah n dalam salah satu safarnya. Ketika kami tiba di Al-Baida’ –atau di Dzatu Jaisy– tiba-tiba kalungku hilang. Rasulullah n pun singgah di sana untuk mencarinya, dan orang-orang pun turut singgah bersama beliau dalam keadaan tidak ada air di situ. Lalu orang-orang menemui Abu Bakr sembari mengeluhkan, “Tidakkah engkau lihat perbuatan ‘Aisyah? Dia membuat Rasulullah n dan orang-orang singgah di tempat yang tak ada air, sementara mereka pun tidak membawa air.” Abu Bakr segera mendatangi ‘Aisyah. Sementara itu Rasulullah n sedang tidur sambil meletakkan kepalanya di pangkuanku. Abu Bakr berkata, “Engkau telah membuat Rasulullah n dan orang-orang singgah di tempat yang tidak berair, padahal mereka juga tidak membawa air!” Aisyah melanjutkan, “Abu Bakr pun mencelaku dan mengatakan apa yang ia katakan, dan dia pun menusuk pinggangku dengan tangannya. Tidak ada yang mencegahku untuk bergerak karena rasa sakit, kecuali karena Rasulullah n sedang tidur di pangkuanku. Keesokan harinya, Rasulullah n bangun dalam keadaan tidak ada air. Maka Allah turunkan ayat tayammum sehingga orang-orang pun melakukan tayammum. Usaid ibnul Hudhair pun berkata, “Ini bukanlah barakah pertama yang ada pada kalian, wahai keluarga Abu Bakr.” ‘Aisyah berkata lagi, “Kemudian kami hela unta yang kunaiki, ternyata kami temukan kalung itu ada di bawahnya.” (HR. Al-Bukhari no. 224 dan Muslim no. 267)
Al-Imam An-Nawawi t mengatakan bahwa di dalam hadits ini terkandung ta`dib (pendidikan adab) seseorang terhadap anaknya, baik dengan ucapan, perbuatan, pukulan, dan sebagainya. Di dalamnya juga terkandung ta`dib terhadap anak perempuan walaupun dia telah dewasa, bahkan telah menikah dan tidak lagi tinggal di rumahnya. (Syarh Shahih Muslim, 4/58)
Inilah di antara pemuliaan Islam terhadap keberadaan anak perempuan. Tidak ada penyia-nyiaan, tidak ada peremehan dan penghinaan. Bahkan diberi kecukupan, dilimpahi kasih sayang diiringi pendidikan yang baik, agar kelak memberikan manfaat bagi kedua orang tuanya di negeri yang kekal abadi.
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Previous Post

Tunaikanlah Haknya

Next Post

Ummu Ruman

Next Post

Ummu Ruman

No Result
View All Result

Ucapan Syukur

Alhamdulillah, Allah mudahkan kami untuk mendesain dan menata ulang website majalah AsySyariah. Butuh kerja keras dan kesungguhan namun juga berkat doa dan dukungan para pembaca semua itu berhasil kami lewati

Majalah Asy Syariah

ISSN: 1693-4334

Alamat: Jln. Godean KM 5, Gang Kenanga no. 26B Patran, Desa Banyuraden, Kec. Gamping, Kab. Sleman 55599

 

Kontak

Redaksi: 0813-2807-8414

Sirkulasi: 0858-7852-5401

Layanan: 0823-2741-2095

Email: asysyariah@gmail.com

  • Setup menu at Appearance » Menus and assign menu to Footer Navigation

© 2018 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result

© 2018 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.