Menjaga Akidah Saat Musibah

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak)

Dunia ini adalah negeri ujian. Berbagai macam ujian akan dialami oleh seseorang dalam kehidupannya. Baik ujian yang umum, menimpa diri dan masyarakatnya seperti banjir, gunung meletus, gempa, dan lainnya, maupun ujian khusus yang hanya mengenai dirinya, seperti sakit, meninggalnya orang yang dicintai, dan sebagainya. Dengan demikian, seorang muslim harus bisa bersikap arif menghadapi segala bentuk ujian tersebut.
Ketahuilah, ujian dari Allah l kepada hamba-Nya terkadang dalam bentuk kesenangan dan terkadang berupa kesusahan. Allah l berfirman:
ﯺ ﯻ ﯼ ﯽﯾ ﯿ ﰀ ﰁ ﰂﰃ ﰄ ﰅ ﰆ
“Semua yang bernyawa pasti akan mati. Kami akan uji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai fitnah, dan kepada kamilah kalian akan dikembalikan.” (al-Anbiya: 35)
Ketahuilah, rahimakallah (semoga Allah l merahmati Anda), Allah l telah menerangkan bagaimana seharusnya sikap seorang muslim ketika mendapat musibah. Allah l berfirman:
ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ
“Sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan, berkurangnya harta dan jiwa. Berilah kabar gembira kepada orang-orang sabar! Mereka adalah yang ketika ditimpa musibah mengucapkan, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan sungguh kami akan kembali kepada-Nya).’ Merekalah yang akan mendapatkan shalawat dan rahmat dari Rabb mereka, serta mereka adalah orang-orang yang mendapatkan hidayah.” (al-Baqarah: 155—157)
Dua amalan yang disebutkan dalam ayat ini semestinya dilakukan oleh seorang yang mendapat musibah.
1. Bersabar
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin t berkata, “Sabar dalam menghadapi musibah hukumnya wajib.”
2. Istirja’ yakni mengucapkan:
ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ
Rasulullah n bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ: { ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ } اللَّهُمَّ أَجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا؛ إِلَّا آجَرَهُ اللهُ مِنْ مُصِيبَتِهِ، وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا. قَالَتْ: فَلَمَّا تُوُفِّيَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ n، فَأَخْلَفَ اللهُ لِي خَيْرًا مِنْهُ، رَسُولَ اللهِ n
“Tidaklah ada seorang hamba yang tertimpa musibah kemudian berkata,
{ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ } اللَّهُمَّ أَجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
‘(Sesungguhnya kami ini milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kami kembali). Ya Allah, berilah aku pahala karena musibah ini dan gantikanlah untukku yang lebih baik dari musibah ini!’
melainkan Allah l akan memberi balasan kepadanya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ummu Salamah berkata, “Ketika Abu Salamah meninggal, aku pun mengucapkan doa seperti yang diajarkan oleh Rasulullah n tersebut. Ternyata Allah l menggantinya dengan orang yang lebih baik dari Abu Salamah, yakni Rasulullah n.” (HR. Muslim)
Dalam ayat di atas, Allah l menerangkan tiga janji bagi orang yang sabar dan ber-istirja’ ketika mendapatkan musibah. Ketiga janji tersebut adalah sebagai berikut.
1. Shalawat dari Allah l
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin t menyatakan bahwa pendapat yang paling sahih adalah Allah l akan menyebut dan memuji orang yang sabar di hadapan para malaikat-Nya.
2. Rahmat Allah l atasnya
Allah l akan merahmati seorang yang sabar dalam menerima musibah.
3. Hidayah
Di antara bentuk hidayah, Allah l memberi taufik kepadanya untuk bersabar.
Ketahuilah, selain kedua hal tersebut, ada hal lain yang perlu ada dalam hati seorang muslim. Bahkan, ini adalah fondasi bagi kedua hal di atas, yaitu meyakini bahwa semua musibah terjadi dengan takdir Allah l.
ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ ﭤﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ
“Tidaklah ada musibah kecuali dengan izin Allah. Barang siapa yang beriman kepada Allah, Ia akan memberi hidayah di hatinya. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (at-Taghabun: 11)
ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ
“Tidaklah ada musibah yang menimpa bumi ini dan yang menimpa kalian melainkan telah ada di dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menimpakannya. Sesungguhnya itu sangatlah mudah bagi Allah.” (al-Hadid: 22)
Ketika seseorang beriman kepada takdir, dia pasti meyakini bahwa semua yang terjadi di alam ini adalah ketentuan dari Allah l. Karena dia tahu bahwa itu adalah ketetapan dari Allah l, ia pun bisa bersabar karena menyadari bahwa semua makhluk adalah milik Allah l dan akan kembali kepada-Nya.

Tanda Kebahagiaan Seorang Muslim
Rasulullah n telah memberitakan keadaan dan sikap seorang muslim dalam keadaan senang dan susah. Dari Shuhaib z, Rasulullah n bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَان خَيْرًا لَهُ
“Alangkah menakjubkan keadaan seorang mukmin. Sesungguhnya setiap urusannya merupakan kebaikan dan hal tersebut tidaklah ada selain pada seorang mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan dia pun bersyukur, dan itu adalah kebaikan baginya. Ketika mendapatkan kesulitan, dia pun bersabar dan itu pun kebaikan baginya.” (HR. Muslim no. 2999)
Oleh karena itu, asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab t menyebutkan dua hal tersebut di antara tanda kebahagiaan seseorang. Beliau t berkata, “Saya meminta kepada Allah l, Rabb Arsy yang agung, agar senantiasa mencintai dan memberi taufik kepada Anda di dunia dan akhirat serta menjadikan Anda sebagai orang yang diberkahi di mana pun Anda berada serta menjadikan Anda sebagai orang yang jika diberi nikmat dia bersyukur, jika tertimpa musibah dia bersabar, dan jika terjatuh dalam dosa dia meminta ampunan, karena ketiganya adalah tanda kebahagiaan seseorang.” (Lihat al-Qawaidul Arba’)

Kesalahan-Kesalahan dalam Menyikapi Musibah
Ketahuilah rahimakallah, sabar dalam menerima takdir adalah wajib. Namun, manusia terbagi menjadi empat golongan ketika menghadapi musibah.
1. Sebagian mereka bisa bersabar dalam menerima musibah.
2. Sebagian mereka mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi, yaitu ridha terhadap musibah yang menimpanya.
3. Sebagian lagi bersyukur dengan musibah yang datang. Mereka adalah kelompok yang terbaik.
4. Sebagian yang lain terjatuh dalam perbuatan haram, dengan berkeluh kesah dan marah karena tidak terima dengan musibah yang telah ditakdirkan menimpanya. (Tafsir asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 1/180)
Satu kenyataan yang menyedihkan ketika kita memerhatikan perbuatan sebagian manusia, banyaknya musibah yang datang malah semakin menjauhkan mereka dari Allah l. Berbagai penyimpangan agama mereka lakukan justru ketika sedang menghadapi musibah. Oleh karena itu, mereka perlu diingatkan agar sadar dan kembali kepada tuntunan ajaran Islam yang mulia ini.
Di antara bentuk penyimpangan yang harus diingkari tersebut adalah sebagai berikut.

Mengesampingkan Sebab Maknawi
Sebagian orang hanya melihat sebab-sebab lahiriah dari satu musibah, tanpa sedikit pun ingat bahwa sebab terbesar dari musibah adalah amal perbuatan manusia. Allah l berfirman:
ﯽ ﯾ ﯿ ﰀ ﰁ ﰂ ﰃ ﰄ ﰅ ﰆ ﰇ
”Musibah apa pun yang menimpa kalian adalah karena perbuatan tangan-tangan kalian dan Allah memaafkan banyak kesalahan kalian.” (asy-Syura: 30)
Kita, Ahlus Sunnah, meyakini bahwa semua yang terjadi ada sebabnya dan bahwa semua yang ditakdirkan oleh Allah l ada hikmahnya, termasuk musibah-musibah yang terjadi. Namun, hendaknya pembahasan sebab-sebab lahiriah ini tidak menafikan atau menyepelekan sebab maknawiah.
Ketahuilah, sekuat apa pun satu negara di dunia ini niscaya akan hancur dengan azab Allah l ketika mereka tidak mau tunduk kepada-Nya. Kita mengetahui kekuatan kaum ‘Aad, Tsamud, dan lainnya. Akan tetapi, semua kekuatan itu tidak berarti ketika mereka durhaka kepada Allah l. Allah l berfirman:
ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ
“Apakah kamu tidak memerhatikan bagaimana Rabbmu berbuat terhadap kaum ‘Ad? (Yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain; dan kaum Tsamud yang memahat batu-batu besar di lembah; dan kaum Fir’aun yang mempunyai tentara yang banyak, yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan di dalam negeri itu. Oleh karena itu, Rabbmu menimpakan kepada mereka cemeti azab, sesungguhnya Rabbmu benar-benar mengawasi.” (al-Fajr: 6—14)

Mendatangi dan Memercayai Dukun
Musibah di atas musibah. Itulah yang pantas diucapkan terhadap orang yang malah semakin dekat dan percaya kepada dukun ketika tertimpa musibah. Ia memercayai ramalan-ramalan dan klenik para dukun, padahal Rasulullah n berkata:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barang siapa mendatangi paranormal atau dukun, kemudian membenarkan apa yang diucapkannya, ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad n.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan lainnya, disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib)

Mempersembahkan Sembelihan kepada Gunung
Sebagian orang terjatuh dalam kesyirikan ketika terkena musibah. Mereka mempercayai dukun yang penuh kemusyrikan. Akhirnya mereka mempersembahkan sembelihan kepada selain Allah l. Sebagian orang menyembelih hewan yang dipersembahkan untuk gunung yang dikhawatirkan meletus. Sebagian lagi mempersembahkannya untuk laut, sungai, dan tempat-tempat yang dianggap keramat.
Padahal Rasulullah n berkata:
لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ
“Allah l melaknat seorang yang menyembelih untuk selain Allah l.” (HR. Muslim) (Lihat Atsarul Ma’ashi fil Mujtama’)
Menyembelih untuk selain Allah l adalah satu bentuk kesyirikan kepada-Nya. Sembelihan adalah ibadah yang hanya boleh diperuntukkan untuk Allah l. Allah l berfirman:
ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkorbanlah!” (al-Kautsar: 2)

Melakukan Haul dan Istighatsah di Kuburan Para Kiai
Ketika terjadi musibah, mereka justru mendatangi kuburan-kuburan untuk melakukan perbuatan-perbuatan syirik dan bid’ah. Di antara kesyirikan dalam haul adalah meminta pertolongan dan perkara lainnya kepada penghuni kubur, dengan membawakan hadits palsu, “Barang siapa yang mendapatkan kesulitan dalam hidupnya hendaknya datang (meminta) kepada penghuni kubur.”
Kita mendengar bagaimana korban Merapi diajak untuk haul di kuburan kiai tertentu. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Mereka yang seharusnya diajak mendekatkan diri kepada Allah l, justru digiring untuk melakukan kesyirikan-kesyirikan dan kebid’ahan di acara-acara haul tersebut.

Menghujat & Mengambinghitamkan Pemerintah
Hal tersebut jelas tidak akan menyelesaikan masalah, justru menyelisihi salah satu prinsip Islam. Rasulullah n bersabda:
مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللهِ فِي الْأَرْضِ أَهَانَهُ اللهُ
“Barang siapa yang menghinakan penguasa Allah l di bumi, Allah akan menghinakannya.” (HR. at-Tirmidzi, disahihkan oleh al-Albani)
Ketahuilah, sebab dan tanggung jawab musibah tidak hanya dibebankan kepada penguasa. Seluruh komponen masyarakat ikut andil sebagai faktor penyebab sehingga harus bersama-sama mencari solusi. Allah l berfirman:
ﯽ ﯾ ﯿ ﰀ ﰁ ﰂ ﰃ ﰄ ﰅ ﰆ ﰇ
”Musibah apa pun yang menimpa kalian adalah karena perbuatan tangan-tangan kalian dan Allah memaafkan banyak kesalahan kalian.” (asy-Syura: 30)
Simaklah! Musibah adalah akibat perbuatan maksiat sebagian kita, baik sebagai pemerintah maupun rakyat.
Demikian juga, solusi untuk bisa keluar dari berbagai bencana juga merupakan tanggung jawab semuanya, pemerintah dan rakyatnya. Allah l berfirman:
ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ
”Seandainya penduduk satu negeri beriman dan bertakwa, niscaya akan kami bukakan bagi mereka berkah dari langit dan bumi tapi mereka mendustakannya. Kami pun menyiksa mereka karena perbuatan-perbuatan mereka.” (al-A’raf: 96)
Simaklah! Berkah berupa kebaikan dari Allah l akan datang ketika penduduk satu negeri, pemerintah dan rakyatnya, beriman dan bertakwa kepada Allah l dengan sebenar-benar takwa. Sangat tidak adil jika sebagian orang menyalahkan pemerintah dalam keadaan mereka sendiri tidak memperbaiki diri.
Ada tiga hal penting yang harus kita lakukan ketika menghadapi berbagai musibah.
1. Semakin mendekatkan diri kepada Allah l karena Allah l menjanjikan kebaikan yang banyak bagi mereka yang beriman dan bertakwa, sebagaimana dalam surat al-A’raf ayat 96 di atas.
2. Mempelajari ilmu agama, terutama dalam masalah akidah sehingga ketika mendapatkan kesenangan atau musibah, kita tidak terjatuh dalam penyimpangan akidah.
Allah l menjanjikan:
ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅﮆ ﮇ
“Allah berjanji kepada orang-orang beriman di antara kalian dan beramal saleh, Dia akan menjadikan mereka pemimpin di bumi, sebagaimana Allah l telah mengangkat orang-orang sebelum mereka. Kami akan kokohkan bagi mereka agama mereka yang telah diridhai bagi mereka dan akan Kami ganti rasa takut mereka dengan keamanan, mereka beribadah kepada-Ku.” (an-Nur: 55)
3. Melakukan perbaikan sarana dan prasana yang dibutuhkan disertai keyakinan bahwa yang terpenting adalah memperbaiki amal perbuatan kita.

Bimbingan Rasulullah n dalam Menghadapi Musibah
Ibnul Qayyim t menyebutkan beberapa hal yang akan mengobati panasnya musibah dan kesedihan. Di antara yang beliau sebutkan:
1. Sabar dan mengucapkan, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.”
2. Menelaah musibah yang menimpanya, bahwa Allah l mempersiapkan baginya sesuatu yang lebih baik dari itu.
3. Memadamkan api musibah dengan ber-uswah (meneladani) orang-orang saleh dahulu yang terkena musibah.
4. Mengetahui bahwa berkeluh kesah tidak akan menghilangkan musibah tetapi justru menambah musibah.
5. Hilangnya hikmah yang akan didapat dengan sebab tidak bersabar dalam musibah, yakni mendapatkan shalawat Allah l, rahmat, dan hidayah yang lebih besar dibandingkan musibah itu sendiri.
6. Dia hendaknya mengetahui bahwa berkeluh kesah akan membuat senang musuhnya, menyebabkan murka Rabbnya, membuat senang setan, menggugurkan pahalanya, dan melemahkan dirinya. Adapun jika dia bersabar dan ber-ihtisab (mengharap dan mencari pahala dengan musibah tersebut), dia akan mengalahkan dan mengusir setannya, menyebabkan keridhaan Rabbnya, membuat senang temannya, dan membuat jengkel musuhnya.
7. Sebesar apa pun keluh kesah dan kekesalannya, akhirnya dia tetap harus bersabar.
8. Obat yang paling bermanfaat adalah mencocoki apa yang dicintai dan diridhai Rabbnya.
9. Hendaknya meyakini bahwa yang menimpakan musibah kepadanya adalah Ahkamul Hakimin dan Arhamur Rahimin. Dia tidak hendak membinasakanmu atau menyiksamu tetapi hendak menguji kesabaran dan keimananmu.
10. Seandainya tidak ada musibah niscaya manusia akan ditimpa oleh kesombongan, keangkuhan, dan menjadi keras hati mereka. (Disadur dari Zadul Ma’ad)

Mewaspadai Makar Orang-Orang Kafir
Sebagai penutup, penulis ingin mengingatkan sebuah masalah yang tidak kalah penting, yaitu bahaya makar orang-orang kafir dalam menyesatkan kaum muslimin ketika terjadi musibah.
Musibah-musibah yang terjadi di berbagai penjuru negeri ini tidak luput dari perhatian orang-orang kafir untuk mempromosikan kekufuran mereka. Berbagai bantuan dan LSM bentukan mereka telah tersebar di berbagai lokasi bencana yang mengancam akidah kita.

Di antara makar misionaris untuk menyesatkan umat adalah membentuk LSM-LSM yang menjadi corong mereka, mengirim bantuan dan tenaga medis ke tempat tertentu untuk melancarkan misi mereka.
Pascatsunami Aceh contohnya. Kita mendengar ada satu lembaga Nasrani yang membawa anak-anak muslimin ke panti-panti asuhan mereka di Jakarta. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un!
Demikianlah, orang-orang kafir senantiasa mengintai dan melakukan berbagai kegiatan untuk memurtadkan muslimin. Ini adalah bukti firman Allah l:
“Mereka akan terus memerangi kalian hingga memurtadkan kalian dari agama kalian jika mereka mampu. Barang siapa yang murtad di antara kalian dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir, maka mereka adalah orang-orang yang gugur amalan mereka di dunia dan akhirat. Mereka adalah penduduk neraka, dan mereka akan kekal di dalamnya” (al-Baqarah: 217)
Selain kebutuhan materi, saudara-saudara kita juga membutuhkan bantuan maknawi untuk mengokohkan hati mereka di atas Islam. Bantuan maknawi ini bisa dilakukan dengan memberikan pembekalan pengetahuan agama dan penjagaan dari para misionaris yang merongrong akidah mereka.
Mudah-mudahan Allah l memberikan keistiqamahan kepada kita semua dan membimbing orang-orang yang terkena musibah kepada amalan yang disyariatkan-Nya. Amin!