Menumpas Musailamah al-Kadzdzab (1)

Sajah dan Bani Tamim
Sajah bintu al-Harits bin Suwaid bin ‘Aqfan at-Taghlibiyah adalah seorang wanita Arab beragama Kristen. Ia muncul di saat bani Tamim bersikap mendua, apakah terus berada dalam kemurtadan, atau tetap dalam Islam tanpa menunaikan zakat, atau menunaikannya.

Sajah mengaku nabi dan mempunyai pasukan, gabungan dari kaumnya dan orang-orang yang menerima pengakuannya, seperti Malik bin Nuwairah dan ‘Utharid bin Hajib, serta beberapa pemuka bani Tamim. Adapun yang lainnya, tidak menerima seruannyatetapi berdamai dan sepakat tidak akan memeranginya.

Akhirnya, mulailah mereka menyerang kabilah lain dan yang pertama dituju adalah Musailamah. Pada waktu itu, Musailamah sedang berperang menghadapi Tsumamah bin Utsal yang dibantu oleh ‘Ikrimah bin Abi Jahl z dengan sepasukan muslimin sambil menunggu kedatangan pasukan Khalid bin Walid .

Sebab itu, mendengar Sajah akan menyerang, Musailamah cemas. Bersama empat puluh pemuka kaumnya, ia menemui Sajah dan bertemu dalam sebuah kemah. Di situ Musailamah menjanjikan akan menyerahkan separuh negeri Arab kepada Sajah apabila dia mau menarik pasukannya.

Sajah menerima kesepakatan tersebut. Setelah berduaan dengan Sajah, Musailamah bertanya, “Apa yang diwahyukan kepadamu?” Sajah berkata, “Apakah pantas wanita lebih dahulu? Kamulah yang menjelaskan lebih dahulu, apa yang diwahyukan kepadamu?” Mulailah Musailamah membacakan mantra “wahyu” yang diperolehnya. Di antara ajaran sesat Musailamah ialah dia mengharuskan seorang bujang menikah, kalau istrinya melahirkan anak laki-laki, istri itu haram digauli suaminya sampai dia melahirkan lagi anak laki-laki atau anak itu mati.

Setelah itu, Musailamah meminta Sajah agar bersedia menjadi istrinya supaya pengikut mereka bersatu menguasai Arab. Sajah menerimanya, dan menetap bersama Musailamah selama tiga hari di kemah tersebut. Ketika kaumnya mendengar Sajah menikah dengan Musailamah mereka kecewa, “Apa maharnya?” “Tidak ada,” kata Sajah. “Orang buruk itu tidak pantas menikah dengan wanita seperti engkau tanpa mahar.”

Akhirnya, Sajah mengutus seseorang meminta mahar kepada Musailamah. Setelah utusan itu datang, Musailamah mengatakan, “Sampaikan kepada kaummu, bahwa Musailamah telah membebaskan kalian dari dua shalat yang diwajibkan oleh Muhammad, yaitu Subuh dan ‘Isya.” Mereka pun menerima dan Sajah membawa pasukannya kembali ke jazirah setelah menerima kesepakatan separuh hasil bumi dari Musailamah.

Apalagi dia mendengar pula pasukan Khalid mulai mendekati daerah Yamamah. Di kemudian hari, mereka diusir oleh Mu’awiyah setelah bersatunya kaum muslimin pada ‘Amul Jama’ah (Tahun Persatuan).

Malik bin Nuwairah

Malik termasuk yang terbujuk oleh Sajah yang bertolak dari jazirah untuk menguasai tanah Arab. Setelah Sajah kembali ke negerinya, Malik mulai menyesal dan mencela dirinya sendiri. Akhirnya, dia menetap di sebuah tempat bernama Baththah. Dialah yang diserang oleh Khalid bin Walid z dengan pasukan muslimin. Ketika Malik dalam keadaan bingung, pasukan Khalid sudah mengepungnya, demikian pula beberapa pengikutnya.

Adapun penduduk yang lain sudah menyatakan taat dan menunaikan zakat, serta tetap dalam Islam. Berita tentang Malik menjadi simpang siur. Ada yang mengatakan dia dan sahabat-sahabatnya juga mengerjakan shalat. Ada pula yang mengatakan tidak demikian. Malam harinya, Malik dan pengikutnya yang tertawan dibiarkan tidur berselimut dingin. Malam itu juga terdengar perintah membunuh para tawanan tersebut.
Pendapat lain mengatakan bahwa Malik sempat dipanggil dan diingatkan untuk meninggalkan keyakinan sesat yang dibisikkan oleh Sajah kepadanya.

Sampai pada pembahasan bahwa shalat dan zakat adalah ibadah yang beriringan disebutkan dalam al-Qur’an karena keutamaan keduanya. Yang satu adalah ibadah badaniah, sedangkan yang lain adalah ibadah maliah (harta). Malik membantah, “Itu menurut teman kalian (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  -ed).” “Apakah beliau teman kami saja, bukan temanmu juga?”

Kemudian Khalid memerintahkan Dhirar bin al-Azwar memenggal leher Malik. Setelah itu Khalid mengambil istri Malik, Ummu Tamin bintu Minhal. Abu Qatadah al-Anshari radhiyallahu anhu segera menemui Khalid dan terjadi dialog seru di antara keduanya. Namun, kemudian Abu Qatadah mengadukan hal ini kepada Khalifah Abu Bakr radhiyallahu anhu . ‘Umar yang juga mengetahui berita itu mendesak Khalifah untuk mencopot Khalid dari kedudukannya sebagai panglima.

Akan tetapi, Abu Bakr dengan tegas menolaknya, “Aku tidak akan menyarungkan kembali pedang yang telah dihunus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang-orang yang kafir.” Khalid segera menemui Khalifah dan mengajukan alasan mengapa membunuh Malik. Abu Bakr menerimanya dan memaafkannya serta tetap mengangkatnya sebagai panglima kaum muslimin.

Perang Yamamah
Khalifah akhirnya meridhai Khalid, dan beliau pun mengirimnya untuk menumpas Musailamah dan bani Hanifah yang murtad. Beberapa orang Anshar berpandangan bahwa kaum muslimin tidak punya cukup kekuatan. Mereka pun enggan berangkat. “Aku tidak memaksa. Siapa yang mau ikut silakan, yang tidak, juga silakan.”

Akhirnya, orang-orang Anshar tetap tinggal di Buzakhah satu dua hari. Sepeninggal Khalid dan pasukannya, mereka justru saling menyalahkan. “Kalau mereka kalah, kita akan dituduh telah menjadi sebab, dan ini menjadi aib seumur hidup. Kalau mereka menang, itulah kebaikan yang luput dari kita. Kirim utusan, susul Khalid dan sampaikan bahwa kita akan mengikutinya.”

Akhirnya, mereka pun berangkat menyusul pasukan Khalid. Kaum muslimin pun bergerak. Setiap melewati satu kabilah Arab yang murtad, mereka menyerang kabilah tersebut. Sementara itu di Madinah, Khalifah telahmenyiapkan pasukan lain dalam jumlahnbesar dan persenjataan lengkap untuk menjaga bagian belakang pasukan Khalid.

Pasukan muslimin meneruskan perjalanan sampai bertemu dengan bagian belakang pasukan Sajah. Setelah memukul musuh, mereka terus bergerak ke Yamamah. Musailamah pun mendengar kedatangan Khalid dan tentara Islam. Musailamah mulai menyusun barisan di pinggir Yamamah, di sebuah tempatbernama ‘Aqriba dan menyeru penduduk Yamamah untuk menyerang Khalid.

Penduduk Yamamah menyambut seruan itu. Mereka menempatkan al- Muhkam bin ath-Thufail dan Rajjal bin ‘Unfuwah. Khalid bertemu dengan ‘Ikrimah dan Syurahbil. Khalid menyusun barisan mereka dan menempatkan Syurahbil di bagian depan. Di sayap kiri dan kanan, Zaid bin al-Khaththab dan Abu Hudzaifah bin ‘Utbah bin Rabi’ah.

Dalam perjalanan, pasukan itu bertemu dengan orang-orang bani Hanifah yang ingin membalas dendam. Khalid menyerang dan menangkap mereka lalu memerintahkan agar rombongan itu dibunuh semuanya. Sebagian sahabat ada yang menyarankan agar membiarkan
pemimpin kelompok itu tetap hidup. Majja’ah al-Hanafi, nama pemimpin kelompok itu pun ditawan.

Sebetulnya, dia seorang pemimpin kabilah yang cakap dan ditaati. Setiap kali singgah di satu tempat, Khalid mengajaknya makan dan berbincangbincang. Kadang-kadang sampai pada masalah “wahyu” yang dibacakan Musailamah kepada para pengikutnya. Suatu ketika, setelah mendengar syair yang dibacakan Majja’ah, Khalid mengejeknya, “Sial kau, hai Majja’ah. Aku tahu kau sebetulnya seorang pemimpin yang cerdas.

Coba dengarkan Kitab Allah Subhanahuwata’ala, dan perhatikan bagaimana musuh Allah (Musailamah) mencoba menantangnya.” Khalid mulai membacakan surat al-A’la,

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى

“Sucikanlah nama Rabbmu Y ang Maha tinggi.”

Kemudian, Majja’ah berkata, “Sebetulnya ada seorang pria Bahrain yang pandai menulis. Musailamah sangat dekat dengannya dan tidak ada yang lebih dekat daripada orang itu. Setiap kali dia keluar menemui kami, pria Bahrain itu berkata, ‘Sial kalian, hai penduduk Yamamah. Demi Allah, pemimpin kalian ini adalah pendusta. Aku yakin kalian tidak menuduhku apa-apa, kalian tahuaku sangat dekat dengannya.

Sungguh,demi Allah, dia selalu menipu kalian dan membaiat kalian di atas kebatilan’.” Khalid pun bertanya, “Terus, apa yang dilakukan si Bahrain itu?” “Dia melarikan diri dan tetap mengatakan hal itu, sampai terdengar Musailamah. Dia terus lari ke Bahrain hingga tersusul oleh Musailamah.”

Kemudian Khalid mengorek lagi beberapa syair yang dibacakan Musailamah kepada pengikutnya. Setelah selesai, Khalid berkata, “Inikah yang kalian anggap benar dan kalian memercayainya?” “Kalau tidak benar, tidak mungkin mau menghadapimu besok lebih dari sepuluh ribu pedang yang akan merobekrobekmu sampai mati.”

“Kalau begitu, cukuplah Allah Subhanahiwata’la membela kami dari kalian, dan Dia pasti akan memuliakan agama-Nya. Sebetulnya Dialah yang kalian perangi, dan agama-Nyalah sasaran kalian.” Allahu Akbar.

Inilah ucapan yang tegas dan jelas menunjukkan keimanan Khalid dan besarnya rasa percaya beliau kepada Allah k. Mulailah Khalid melancarkan teror kepada lawannya. Tujuannya jelas untuk menjatuhkan mental musuh. Khalid sendiri tidak pernah menganggap remeh lawannya.

Sering dalam pertempuran di mana pun, beliau tidak tidur kecuali tetap dalam keadaan siaga. Khalid memanggil Ziyad bin Labib yang dahulunya adalah teman baik Muhkam bin Thufail, pemuka Yamamah. Setelah itu, Khalid menyuruh Umar bin Shalih al-Yasykuri untuk mengingatkan mereka akan Islam dan menakut-nakuti mereka.

Khalid sendiri berangkat menyertai Tsumamah bin Utsal yang mengajak kaumnya kembali kepada Islam dan menebarkan hawa perang kepada mereka. Keadaan benar-benar seperti yang diperkirakan oleh Khalifah Abu Bakr. PendudukYamamah, bani Hanifah tidak sama dengan kabilah lain. Tekad mereka sudah bulat, untuk membagi dua dunia ini. Memproklamasikan bahwa satu nabi untuk Quraisy, satu nabi untuk mereka. Khalid mengatur barisan muslimin dengan cekatan. Bagian depan, beliau tunjuk Syurahbil bin Hasanah.

Sayap kanan dikomandani oleh Abu Hudzaifah. Sayap kiri oleh Syuja’, dan jantung pasukan dipimpin oleh Zaid bin al- Khaththab, saudara ‘Umar. Adapun Usamah, memimpin pasukan berkuda,sedangkan di belakang, ada barisan wanita dengan semua perbekalan pasukan. (insyaAllah bersambung)

oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Harits

Kisah sahabatMusailamah al-Kadzdzab