Pakaian Adalah Nikmat Allah Subhanahu wata’ala

Termasuk kenikmatan Allah Subhanahu wata’ala kepada para hamba-Nya adalah pakaian dan hukum asalnya halal. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Hal itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (al-A’raf: 26)

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wata’ala menjelaskan bahwa pakaian ada dua macam,

1. Pakaian zahir yang menutupi tubuh. Pakaian zahir ada dua fungsi:

a. Pakaian inti yang berfungsi menutup aurat

b. Pakaian yang tidak hanya untuk menutup aurat, tetapi untuk keindahan dan perhiasan, yaitu risy.

2. Pakaian batin, yaitu “pakaian takwa”, yang menutupi bani Adam dari dosa dan kemungkaran. Pakaian takwa, itulah yang lebih baik, sedangkan pakaian zahir (yang tampak) mencerminkan ketakwaan seorang insan. Apabila pakaiannya sesuai dengan syariat, hatinya penuh dengan takwa. Akan tetapi, jika pakaiannya melanggar ketentuan syariat, ada yang kurang pada ketakwaannya. Dalam Islam, kita diperbolehkan mengenakan pakaian dari bahan apa pun. Hukum asalnya halal. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّمَّا خَلَقَ ظِلَالًا وَجَعَلَ لَكُم مِّنَ الْجِبَالِ أَكْنَانًا وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ وَسَرَابِيلَ تَقِيكُم بَأْسَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ

“Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gununggunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan yang memeliharamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).” (an-Nahl: 81)

Yang dimaksud ڃ adalah yang melindungi kita dari panas, yaitu semua pakaian yang terbuat dari bahan apa pun, baik wol, katun, maupun yang lainnya, sebagaimana dalam Tafsir Ibnu Katsir. Kita juga diperbolehkan memakai pakaian dengan ragam warna yang disuka, baik hitam, merah, kuning, hijau, maupun yang lain. Hukum asalnya halal dan yang afdal bagi laki-laki adalah pakaian yang berwarna putih. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْبَسُوْا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوْا فِيْهَا مَوْتَاكُمْ

“Kenakanlah pakaian kalian yang berwarna putih karena termasuk pakaian terbaik kalian dan kafanilah mayit kalian dengan warna putih.” (HR. Dawud no. 3878, at-Tirmidzi no. 994, beliau berkata, “Hadits hasan sahih.”) Al-Bara’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

كَانََ رَسُوْلُ اللهِ مَرْبُوْعًا وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ فِي حُلَّةٍ   حَمْرَاءَ مَا رَأَيْتُ شَيْئًا قَطْ أَحْسَنَ مِنْهُ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seseorang yang berbadan sedang (tidak tinggi tidak pula pendek, -pen.). Sungguh, saya pernah melihat beliau mengenakan busana indah berwarna merah. Saya tidak pernah melihat sesuatu pun yang lebih indah daripada beliau.” (HR. al-Bukhari no. 5848 dan Muslim no. 2337)

Di dalam Shahih Muslim (no. 1358) dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa pada waktu Fathu Makkah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memasuki kota Makkah dengan menggunakan serban hitam. Di kitab yang sama (no. 2081) dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dijelaskan bahwa suatu pagi beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam keluar rumah memakai baju luar bercorak pelana unta dari kain berwarna hitam. Abu Rimtsah Rifa’ah at-Taimi radhiyallahu ‘anhu, menuturkan, “Saya pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengenakan dua baju berwarna hijau.” (Sahih, HR. Abu Dawud no. 4065 dan at-Tirmidzi no. 2812)

Kita juga diperbolehkan menggunakan pakaian bergam model dan bentuk, baik jubah, gamis, dan yang lainnya selama tidak ada pelanggaran syariat. Dalam Shahih al-Bukhari (no. 350) dan Shahih Muslim (no. 273 [77]) dari Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengenakan jubah dari Syam yang sempit bagian pergelangan tangannya. Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha menuturkan,

كَانَ أَحَبَّ الثِّيَابِ إِلَى رَسُولِ اللهِ الْقَمِيصُ

“Pakaian yang paling disukai oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah gamis.” (HR. Abu Dawud no. 4025 dan at-Tirmidzi no. 1762)

Bahkan Allah Subhanahu wata’ala mengecam siapa saja yang mengharamkan perhiasan pakaian yang Allah Subhanahu wata’ala halalkan, dalam ayat-Nya,

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ ۚ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Katakanlah, “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hambahamba- Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?” Katakanlah, “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orangorang yang mengetahui. (al-A’raf: 32)

Yang dimaksud dengan زِيْنَةٌ adalah pakaian dengan ragam jenis dan bentuknya. (Tafsir as-Sa’di)

Ditulis oleh Al-Ustadz Muhammad Afifuddin