Qalbu yang merasa Berat dengan Al-Qur’an

(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar ZA Lc.)

Allah I berfirman:
“Berkatalah Rasul: ‘Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur`an ini (mahjuran) suatu yang tidak dihiraukan.’” (Al-Furqan: 30)
Ibnu Katsir t menjelaskan: “Hal itu dikarenakan dahulu kaum musyrikin tidak mendengarkan Al-Qur`an. Mereka, bila dibacakan Al-Qur`an, jutru membikin keributan dan berbicara hal lain supaya tidak mendengarnya. Inilah (makna) menjadikan Al-Qur`an (mahjuran) suatu yang tidak dihiraukan.” (Tafsir Ibnu Katsir:3/329)
Ibnul Qayyim t menjelaskan juga bahwa sikap tak acuh terhadap Al-Qur`an ada beberapa macam:
1.    Tidak mau mendengarkan dan beriman dengannya.
2.    Meninggalkan pengamalannya dan tidak memperhatikan halal-haramnya meskipun membaca dan beriman dengannya.
3.    Tidak mau memutuskan hukum atau berhukum dengannya baik dalam prinsip-prinsip agama maupun cabang-cabangnya. Serta meyakini bahwa Al-Qur`an tidak memberikan sesuatu yang yakin dan dalil-dalil Al-Qur`an hanyalah berupa lafadz-lafadz, tidak menghasilkan ilmu yang yakin.
4.    Tidak men-tadabburi dan memahaminya serta tidak berusaha mengetahui apa yang dimaukan oleh Yang berbicara dengannya.
5.    Tidak mau mencari kesembuhan atas segala penyakit qalbu darinya (Al-Qur’an) atau berobat dengannya, sehingga mencari kesembuhan dari selainnya.
6.    Berpaling kepada selainnya baik berupa syair, perkataan orang, nyanyian, omong kosong, atau metode yang diambil dari selainnya.1
Semua itu masuk dalam firman Allah I:

“Berkatalah Rasul: ‘Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur`an ini (mahjuran) suatu yang tidak diacuhkan.’” (Al-Furqan: 30)
Walaupun sebagian bentuk ketidakacuhan lebih ringan dari yang lain.

Keberatan Terhadap Al-Qur`an
Demikian pula rasa berat yang ada di dalam dada terhadap Al-Qur`an:
a. Terkadang keberatan itu terhadap turunnya Al-Qur`an dan bahwa itu kebenaran dari Allah I.
b.    Terkadang keberatan pada (keyakinan) bahwa Allah I yang berbicara dengannya.
c. Terkadang keberatan pada cukup atau tidaknya Al-Qur`an, sehingga (menurutnya) Al-Qur`an tidak memadai bagi manusia. Dan mereka membutuhkan teori-teori rasionalis, analogi maupun ide serta gagasan (di luar Al-Qur’an).
d. Terkadang keberatan pada sisi kandungan dalil Al-Qur`an dan esensi yang dimaukannya, yang bisa dipahami dari ungkapannya. Sehingga (mem-berikan kemung-kinan), bahwa yang dimaukan dengannya adalah makna yang menyimpang dari makna asli dan hakikat kandungannya, berupa penafsiran-penafsiran yang jelek.
e. Terkadang menganggap bahwa hakikat isi Al-Qur`an, walaupun itu memang yang dimaksudkan, tapi sebenarnya itu sudah ada (walaupun tanpa penjelasan Al-Qur`an), atau mengesankan bahwa apa yang dimaukan Al-Qur`an itu hanya demi maslahat/kepentingan tertentu saja.
Mereka semua (yang memiliki perasaan seperti itu) memiliki rasa berat atas Al-Qur`an dalam qalbu mereka, dan mereka mengetahui hal itu pada diri-diri mereka serta mendapati hal itu dalam dada-dada mereka. Dan engkau tidak akan dapati seorang ahli bid’ah pun dalam agama ini melainkan dalam qalbunya ada rasa berat atas banyaknya ayat yang menyelisihi bid’ah mereka.
Sebagaimana engkau tidak da-pati seorang dza-lim dan jahat pun melainkan dalam dada mereka ada keberatan terhadap ayat-ayat yang menjadi penghalang antara dia dengan apa yang ia inginkan.
Renungilah makna ini dan pilihlah apa yang engkau suka untuk dirimu sesuai kehendakmu.

(Diterjemahkan dan diringkas dari kitab Al-Fawa`id, karya Ibnul Qayyim, hal. 94)

Catatan Kaki:

1 Untuk poin ini penulis tambahkan dari penjelasan Ibnu Katsir.