Taat Pemerintah

السلام عليكم ورحمة الله و بركاته

Keburukan pemerintah bisa jadi adalah menu hangat yang tersaji di banyak obrolan. Banyak orang yang berbicara dengan berapiapi ketika membincangkan keburukan penguasa. Seakan-akan mereka lebih cakap atau lebih baik berlipat-lipat daripada pemerintah yang berkuasa. Yang ironis, mereka yang berbicara meledak-ledak cuma bermodal menonton televisi atau membaca koran.

Permasalahan dan akar sesungguhnya yang terjadi sangat mungkin mereka tidak tahu. Pengetahuan mereka ya sebatas apa yang ia dapat dari media. Repotnya, mediamedia sendiri punya sudut pandang masingmasingyang berbeda.

Saat demokrasi telah mengakar, pemerintah apa pun dan di negara mana pun, memang hampir niscaya menjadi sasaran hujatan, entah oleh media, musuh-musuh politiknya (oposisi), pengamat politik, ataupun rakyat jelata. Pemerintah seolaholah isinya hanya cacat dan cacat. Tidak ada kebaikan sama sekali. Bagaimana pemerintah bisa menjalankan roda pemerintahan jika terus digoyang, bahkan kadang kebijakan yang belum dijalankan saja sudah dianggap salah?

Sebagai rakyat jelata, kita semua memang berharap mendapat pemimpin yang punya kemampuan sekaligus saleh. Namun, di zaman sekarang, hal itu seakan mencari jarum dalam jerami. Sekadar punya kemampuan saja, sudah luar biasa. Apalagi jika dilengkapi dengan kesalehan, bersih dari cela dan kekurangan.

Oleh karena itu, ketika kita dihadapkan pada pemimpin yang banyak kekurangan dan korup, misalnya, sudah semestinya kita bersikap sesuai dengan bimbingan syariat. Nasihati dia jika mampu, bisa langsung, berkirim surat, atau lewat orang-orang terdekatnya. Namun, semua itu benar-benar dilatarbelakangi niat untuk memberikan  nasihat, bukan karena ambisi jabatan, cari muka, berharap materi, dan sebagainya.

Membeberkan kekurangan pemerintah di media, di forum-forum, atau mimbar bebas demonstrasi tidaklah menyelesaikan masalah. Yang dikhawatirkan, kewibawaan pemerintah akan menurun dan akan menyulut kebencian rakyat terhadap penguasanya. Jika sampai terjadi pemberontakan, bukanlah perbaikan yang didapat, kerusakanlah yang justru meluas. Pemerintah yang tadinya “hanya” korup, bisa jadi malah menjadi pemerintah yang kejam, membunuhi rakyatnya.

Padahal darah kaum muslimin demikian berharga. Pemberontakan juga hanya akan memperburuk keadaan. Kepada pemerintah kafir yang kita diperbolehkan memberontak saja dipersyaratkan banyak hal, seperti punya kemampuan, tidak menimbulkan kemudaratan yang lebih besar, dan sebagainya. Kalau pemberontakan itu hanya sekadar merecoki, kecil kemungkinan untuk mampu menggulingkan pemerintah berkuasa, atau kian memperburuk keadaan, itu tetap dilarang syariat.

Sejarah juga telah memberi pelajaran. Dahulu pernah ada penguasa yang superzalim, Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi. Disebutkan, telah membantai lebih dari 150 ribu orang di masa pemerintahannya. Padahal waktu itu sebagian sahabat masih hidup. Di antara rakyatnya juga ada para tabi’in. Namun, tidak ada seorang pun sahabat dan tabi’in yang merekomendasikan pemberontakan. Semestinya kita menyadari, pemerintah adalah manusia biasa yang banyak kekurangan. Kesabaran menjadi kunci kita dalam bermuamalah dengan pemerintah kita. Taati mereka dalam segala kebijakannya selama itu bukan maksiat. Dengan kesabaran dan doa, semoga Allah Subhanahu wata’ala memberikan ganti yang lebih baik.

والسلام عليكم ورحمة الله و بركاته