Tanya Jawab Ringkas Edisi 115

Berikut ini beberapa pertanyaan yang dijawab oleh al-ustadz Muhammad as-Sarbini.

 Haid, Qadha Shalat?

Mau tanya, apakah benar wanita yang haid itu punya kewajiban untuk mengqadha shalat?

Jawaban:

Itu tidak benar. Pada hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha dinyatakan, wanita haid diperintah mengqadha puasa dan tidak diperintah mengqadha shalat. Berbeda halnya jika yang dimaksud adalah wanita mendapati waktu shalat, tetapi belum sempat menunaikannya lantas tertimpa haid. Ia wajib mengqadhanya, dengan syarat sempat mendapati waktu yang cukup untuk melaksanakan satu rakaat. Lihat rincian penjelasan masalah ini pada Rubrik Problema Anda edisi 97.

 

Nikah Tanpa Wali

Bagaimana hukumnya pernikahan seorang janda yang menikah tanpa wali, sah atau tidak pernikahannya? Kalau tidak sah, haruskah kami berpisah dahulu untuk sementara guna memperbarui pernikahan? Kami sudah menikah delapan tahun, anak kami ada lima. Kami menikah secara siri karena suami sudah punya istri. Suami sudah punya niat untuk ke pengadilan, tetapi qaddarallah banyak halangannya. Bagaimana cara kami memperbaiki semuanya, ustadz? Mohon solusinya.

Jawaban:

Pernikahan tanpa wali hukumnya tidak sah, baik perawan maupun janda. Apabila salah satu dari Anda berdua sudah mengetahui hukum ini saat menikah, tetapi tetap melangsungkannya karena dorongan hawa nafsu, berarti Anda berdua telah berzina. Lima anak itu berstatus anak zina, tidak punya bapak. Mereka dinisbahkan kepada ibunya.

Apabila Anda berdua benar-benar tidak tahu hukum ini, lima anak itu berstatus anak syubhat, seperti halnya anak syar’i (yang sah). Yang mana saja dari kedua kemungkinan di atas, Anda wajib langsung berpisah saat ilmu ini sampai. Setelah itu, perbarui pernikahan dengan wali yang sah, walau belum disahkan oleh pengadilan.

 ——————————————————————————————————————————

“Saya Selesai Jadi Suamimu”

Saya mempunyai suami yang bekerja di luar kota. Suami selingkuh dan saya maafkan. Suatu hari suami ketahuan selingkuh kembali dengan wanita yang mengaku sudah menjalin hubungan dengan suami saya selama 4 tahun. Atas kejadian itu, suami meminta maaf. Akan tetapi, setelah kejadian ini hati saya jadi gampang curiga.

Dengan kecurigaan itu, suami berkata kepada saya, “Selesai saya jadi suami kamu.” Dengan ucapan itu, apakah suami sudah menalak saya? Akan tetapi, suami masih pulang ke rumah dan masih memberi materi kepada anak-anak dan saya, tetapi tidak untuk nafkah batin.

Pertanyaannya, bagaimanakah hukum pernikahan saya secara Islam? Suami sudah sering mengucapkan kata talak kepada saya, sebanyak 4 kali. Akan tetapi, pada akhirnya suami mengajak saya rujuk kembali karena kasihan terhadap anak.

Jawaban:

Jika suami Anda sudah mengucapkan/menjatuhkan talak sampai3 kali yang diselingi oleh rujuk di antara setiap fase talak, Anda sudah bukan istrinya lagi.

Bahkan, Anda tidak bisa menikah lagi dengannya sampai Anda dinikahi oleh pria lain dan berhubungan biologis (senggama) dengannya, lalu terjadi perceraian dengannya atau ditinggal mati olehnya. Setelah itu baru boleh kembali kepada suami yang lama dengan akad yang baru.

 —————————————————————————————————————————–

Akikah dengan Harta Warisan

Bolehkah akikah dengan harta warisan?

Jawaban:

Jika Anda sudah mewarisi suatu harta, itu jadi milik Anda, terserah untuk apa.

——————————————————————————————————————————

Talak Tiga Sekaligus dalam Satu Kesempatan

Saya bertengkar dengan istri saya. Terus saya telepon ayahnya dan saya berkata, “Pak, hari ini Fulanah (nama istri) saya talak tiga.”

Apakah itu sah atau bagaimana itu? Mohon penjelasannya.

Jawaban:

Talaknya sah, tetapi hanya terhitung satu talak. Talak tiga dalam satu majelis sekaligus tidak sah.

 ——————————————————————————————————————————-

Niat Puasa Bulan Sya’ban

Saya mau bertanya, berpuasa sunnah pada bulan Sya’ban, apakah niatnya khusus untuk puasa Sya’ban atau bisa dengan niat puasa sunnah lainnya, seperti puasa Senin Kamis, puasa Dawud, dll.?

Jawaban:

Semuanya disunnahkan, tergantung niatnya. Yang membedakan adalah niatnya, apakah puasa Syaban, puasa Senin-Kamis, atau puasa Dawud.

 ————————————————————————————————————————–

Puasa Ayyamul Bidh 2 Hari Saja

Kalau puasa ayyamul bidh dilakukan 2 hari bagaimana? Soalnya baru tahu pada hari ke-2 dan ke-3. Bagaimana hukumnya?

Jawaban:

Puasa ayyamul bidh dilakukan tiga hari, yaitu tanggal 13, 14, 15 setiap bulan hijriah. Namun, ada hadits-hadits lain yang menganjurkan berpuasa 3 hari setiap bulan secara umum, kapan saja, berturut-turut ataupun tidak. Ada juga hadits yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa 3 hari dalam sebulan tanpa peduli kapan harinya. Pahalanya senilai puasa setahun. Tentunya dilaksanakan pada selain hari terlarang, seperti pengkhususan puasa hari Jumat.

——————————————————————————————————————————

Tukar Biodata untuk Taaruf

Bolehkah seorang wanita memberikan biodatanya kepada orang yang melamarnya?

Jawaban:

Boleh, sampaikan sejujur-jujurnya. Proses pria untuk melamar wanita melalui tahapan hingga tahap pelamaran. Tahap pertama adalah perkenalan dengan tukar menukar biodata yang disebut dengan istilah taaruf.

 ——————————————————————————————————————————–

Menikah dengan Orang Lain Setelah Talak Tiga

Delapan bulan yang lalu saya ditalak tiga oleh suami saya. Talak pertama, kami rujuk. Talak kedua kami juga rujuk. Setelah talak ketiga kami langsung pisah rumah. Sekarang kami tidak pernah berkomunikasi lagi, bahkan dia tidak menafkahi anak kami yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.

Yang menjadi pertanyaan, saya saat ini berencana menikah pada Idul Fitri tahun ini. Apakah itu boleh ustadz? Apakah pernikahan kami sah?

Jawaban:

Jika masa iddah Anda sudah selesai, sah menikah lagi dengan pria lain dengan syarat-syarat pernikahan yang syar’i, seperti dinikahkan oleh wali.

 ——————————————————————————————————————————–

Mandi Menjelang Ramadhan

Apakah ada sunnahnya untuk mandi khusus sebelum Ramadhan seperti yang sering dilakukan oleh kaum muslimin saat ini, baik di tempat pemandian umum, di rumah, memakai kembang, dll.?

Jawaban:

Hal itu tidak ada sunnahnya, justru tergolong bid’ah tercela.

 ——————————————————————————————————————————–

Waktu Sahur & Berbuka

Kapan waktu sahur dan berbuka?

Jawaban:

Waktu sahur dimulai sejak pertengahan malam sampai menjelang tebitnya fajar. Semakin mendekati terbitnya fajar, semakin utama.

——————————————————————————————————————————–

Niat Puasa Ramadhan

Apakah niat melakukan amalan puasa Ramadhan dilakukan seperti niat-niat amalan lainnya, yakni cukup di dalam hati tanpa diucapkan? Kapan waktu melakukan niat ini, apakah sehari sebelum Ramadhan, malam akan puasa, atau sebelum sahur? Apakah ini dilakukan sekali saja untuk puasa sebulan atau setiap harinya?

Jawaban:

Niat adalah amalan hati, tidak boleh dilafadzkan. Niat puasa Ramadhan dilakukan setiap malam sebelum terbit fajar yang ditandai dengan azan subuh, bisa dilakukan sebelum sahur atau setelah sahur; yang jelas sebelum masuk waktu shalat subuh.

——————————————————————————————————————————-

Sahur Belum Selesai, Azan Berkumandang

Bagaimana dengan makanan yang masih tersisa di dalam piring serta minuman yang tersisa dalam gelas saat sahur namun azan dikumandangkan? Apakah tetap dihabiskan atau hanya menghabiskan yang sudah berada di dalam mulut saja?

Bagaimana dengan makanan yang masih dikunyah di mulut, apakah dikeluarkan atau tetap ditelan?

Jawaban:

Jika azan dikumandangkan dengan berpatokan melihat fajar, yang berarti telah pasti terbitnya, tidak boleh sama sekali melanjutkan sahur. Anda wajib berhenti, yang di dalam mulut harus dikeluarkan. Jika azan berpatokan pada perkiraan jadwal waktu shalat, yang berarti tidak pasti tetapi hanya pendekatan, hati-hatinya berhenti dan mengeluarkan yang ada di mulut. Akan tetapi, jika menyelesaikan yang di mulut dan yang di piring/gelas, boleh sampai azan berakhir.

——————————————————————————————————————————–

Jumlah Rakaat Tarawih

Bagaimana dengan jumlah rakaat shalat tarawih yang sunnah, apakah 2, 2, 2, 2, 2, 1 atau 2, 2, 2, 2, 3 rakaat?

Jawaban:

Dua-duanya sunnah. Yang afdal adalah cara yang pertama, dan terkadang yang kedua.

 ——————————————————————————————————————————-

Ziarah Wali Songo

Mohon penjelasan hukum ziarah kubur wali songo, dengan tujuan mencari kesembuhan, usaha lancar, dll. Ini sedang marak di daerah kami.

Jawaban:

Jika ziarah itu untuk berdoa dan memohon kepada wali songo yang dikubur di situ, itu jelas syirik akbar (pembatal Islam).

Jika menziarahi kuburan mereka untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada mereka agar mereka menjadi wasilah kesembuhan, usaha lancar, dan lain-lain, itu juga syirik akbar.

 ——————————————————————————————————————————-

Jual Beli ‘Inah = Riba

Ketika ada orang membutuhkan uang semisal 250 ribu, saya memberikan emas 1 gram yang harganya 250 ribu tetapi saya jual kepada orang tersebut dengan harga 300 ribu karena secara angsuran. Setelah diterima, kemudian emas tersebut dijual lagi kepada saya dengan harga 245 ribu.

Apakah itu suatu riba, dan haramkah jual beli itu?

Jawaban:

Itu tergolong transaksi riba terlaknat yang direkayasa, yang dikenal dengan istilah ‘inah. Rekayasa itu tidak menjadikannya halal, tetapi semakin haram, karena mengandung unsur mempermainkan syariat pengharaman riba. Seakan-akan Allah ‘azza wa jalla tidak tahu, seperti mempermainkan anak kecil.

 

Kalau saya mengkreditkan emas 1 gram seharga 250 ribu, tetapi saya jual 300 ribu karena mengangsur 4 bulan, dan saya TIDAK mau membeli emas itu lagi dari orang tersebut. Saya serahkan mau diapakan emas tersebut oleh si pembeli; apakah itu tetap sama riba?

Jawaban:

Hal itu tetap tergolong riba, karena tidak kontan, tidak serah terima langsung dengan tuntas antara kedua belah pihak sebelum pisah majelis.

Ketahuilah bahwa emas, perak, dan uang adalah barang-barang ribawi yang illat (faktor) hukum ribawinya sama. Jika diperjualbelikan satu sama lainnya dengan sejenis, harus sama nilainya dan serah terima langsung (tuntas) sebelum pisah majelis. Jika diperjualbelikan dengan berbeda jenis, harus serah terima langsung (tuntas) sebelum pisah majelis. Jika syarat itu ada yang dilanggar, itu adalah riba.

——————————————————————————————————————————

Utang Puasa 60 Hari, Fidyah Saja?

Saya memiliki utang puasa yang banyak, 60 hari, karena melahirkan sebelum puasa dan menyusui. Saya tidak mampu mengqadha puasa di hari biasa karena bayi saya lemah jika saya berpuasa. Bagaimana jika saya membayar fidyah dengan mengundang orang-orang yang berpuasa untuk berbuka di rumah saya hingga kenyang? Apakah ini bisa mencukupi utang puasa saya?

Jawaban:

Hal itu tidak mencukupi. Sebab, yang benar dalam masalah ini wajib diganti dengan qadha puasa, bukan fidyah. Jadi, tunggu sampai Anda sehat dan bayi Anda tidak menyusui lagi, saat itulah Anda mengqadhanya.

———————————————————————————————————————–

Kirim SMS/WA Pertanyaan ke Redaksi 081328078414 atau via email ke tanyajawabringkas@gmail.com Jika pertanyaan Anda cukup dijawab secara ringkas, akan kami muat di rubrik ini. Namun, jika membutuhkan jawaban yang panjang lebar, akan kami muat di rubrik Problema Anda, insya Allah.