Yang Tercecer dari IAIN (6) – Kawin Sesama Jenis

Di antara keanehan yang mereka munculkan adalah upaya melegalisasi kawin sesama jenis. Sesuatu yang sangat tidak wajar sampaipun di kalangan binatang. Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan manusia dan menciptakan pasangan-pasangan untuk mereka.

وَخَلَقۡنَٰكُمۡ أَزۡوَٰجٗا ٨

“Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan.” (an-Naba: 8)

Dari pasangan ini Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan anak keturunan:

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَجَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَزۡوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةٗ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِۚ أَفَبِٱلۡبَٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ هُمۡ يَكۡفُرُونَ ٧٢

“Dan Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?” (an-Nahl: 72)

Dengan demikian, tentu pasangan pria adalah wanita. Dari pasangan inilah Allah subhanahu wa ta’ala akan melestarikan keturunan jenis manusia, sehingga jenis manusia akan tetap ada sampai hari kiamat.

Demikian juga, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan hidup berpasangan dan berketurunan ini sebagai sunnah (tuntunan) manusia terbaik, yaitu para nabi.

وَلَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا رُسُلٗا مِّن قَبۡلِكَ وَجَعَلۡنَا لَهُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَذُرِّيَّةٗۚ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (ar-Ra’d: 38)

Oleh karena itu, ketika awal munculnya kejahatan kawin sesama jenis ini di zaman Nabi Luth ‘alaihissalam, beliau sangat mengingkari perbuatan yang menyimpang dari fitrah ini.

وَلُوطًا إِذۡ قَالَ لِقَوۡمِهِۦٓ أَتَأۡتُونَ ٱلۡفَٰحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنۡ أَحَدٖ مِّنَ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٨٠ إِنَّكُمۡ لَتَأۡتُونَ ٱلرِّجَالَ شَهۡوَةٗ مِّن دُونِ ٱلنِّسَآءِۚ بَلۡ أَنتُمۡ قَوۡمٞ مُّسۡرِفُونَ ٨١

Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?”

Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. (al-A’raf: 80—81)

Itulah dosa yang sebelumnya tidak pernah ada. Sangat disayangkan, ternyata akhir-akhir ini dosa keji itu diupayakan untuk dilegalkan oleh anak-anak negeri kita yang mengaku muslimin dan bersekolah di Perguruan Tinggi Agama Islam.

Anak-anak muslim yang kehilangan jatidiri keislamannya sehingga menjadikan kaum Sodom sebagai teladan mereka.

bulan-malam

Kekejian yang menjijikkan di kaum Sodom terjadi. Allah subhanahu wa ta’ala mengutus kemenakan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, seorang nabi yang saleh untuk mengingkari perbuatan amoral ini. Dialah Nabi Luth ‘alaihissalam. Ibnu Katsir rahimahullah menceritakan bahwa Luth ‘alaihissalam adalah putra Harun bin Azar, anak saudara laki-laki Nabi Ibrahim al-Khalil. Dia telah beriman terhadap Ibrahim lalu berhijrah bersamanya ke negeri Syam. Allah subhanahu wa ta’ala kemudian mengutusnya kepada penduduk Sodom dan desa-desa sekitarnya, mengajak mereka ke jalan Allah subhanahu wa ta’ala, memerintahkan mereka kepada kebaikan serta melarang mereka dari dosa, perbuatan haram dan kekejian yang mereka lakukan, yang tidak pernah didahului oleh seorang pun dari Bani Adam dan yang lainnya, yaitu ‘mendatangi’ lelaki. Ini merupakan sesuatu yang tidak pernah dikenal oleh Bani Adam dan tidak pernah tebersit dalam benak mereka, sampai hal itu dilakukan oleh penduduk Sodom, semoga Allah subhanahu wa ta’ala melaknat mereka.

Al-Walid bin Abdul Malik, seorang Khalifah Bani Umayyah dan yang mendirikan Masjid Jami al-Umawi (Damaskus), mengatakan:

لَوْلاَ أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجّلَّ قَصَّ عَلَيْنَا خَبَرَ لُوْطٍ، مَا ظَنَنْتُ أَنَّ ذَكَراً يَعْلُوْ ذَكَراً

“Kalaulah Allah ‘azza wa jalla tidak menceritakan kepada kita tentang berita (Nabi) Luth, aku tak pernah menyangka bahwa seorang lelaki akan ‘menaiki’ lelaki.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Jangan disangka bahwa ini hanya terjadi pada kaum lelaki. Bahkan, di zaman itu lesbian pun sudah terjadi. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Para ulama ahli tafsir menyebutkan bahwa kaum lelaki mereka sudah merasa cukup dengan sesama lelaki dan kaum wanitanya juga sudah merasa cukup dengan kaum wanita.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Sungguh dosa yang amat keji. Menyalahi syariat dan kodrat, menyimpang dari fitrah yang suci. Akibatnya adalah munculnya kerusakan di tengah masyarakat, kerusakan moral, kerusakan agama, bahkan kerusakan tatanan alam.

Segeralah sadari dan hentikan semua itu sebelum apa yang menimpa kaum Nabi Luth ‘alaihissalam menimpa umat ini pula, karena hukuman telah mengancam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَمْ تَظْهَرِ اْلفَاحِشَةُ فِيْ قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلاَّ فَشَا فِيْهِمُ اْلأَوْجَاعُ الَّتِيْ لمَ تَكُنْ فِيْ أَسْلاَفِهِمْ

“Tidaklah muncul perbuatan keji pada sebuah kaum sehingga mereka menampakkan hal itu melainkan akan merebak di tengah mereka penyakit-penyakit yang tidak pernah ada pada umat yang mendahului mereka.” (Sahih, HR. al-Baihaqi, disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib no. 764)

Karena bahaya perbuatan keji ini, Islam memberikan hukum had yang keras terhadap para pelaku kejahatan ini, sebagaimana tersebut dalam hadits berikut. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

“Siapa yang kalian mendapatinya melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah pelakunya dan pasangannya.” (Sahih, HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib no. 2422)

Akan tetapi, justru dari Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang lahir sebuah upaya sekuat tenaga untuk melegalkan secara syar’i dan hukum negara, praktik amoral yang teramat keji dan bejat, yaitu homoseksual. Sesuatu yang kaum gay pun mungkin terheran-heran dan tak menyangka sama sekali kalau mereka mendapat dukungan dari orang-orang dari sebuah institusi pendidikan “Islam” bahkan berupaya melegalkannya.

Adalah jurnal Justisia Fakultas Syari’ah IAIN Semarang edisi 25 Th XI 2004, yang kemudian diterbitkan dalam sebuah buku berjudul Indahnya Kawin Sesama Jenis. Pada catatan penutup disebutkan: Homoseksualitas dan Pernikahan Gay: Suara dari IAIN.

Memilukan. Bukan hanya itu, suguhan ini ternyata dibumbui dengan bumbu-bumbu pedas, berupa protes terhadap Pencipta alam semesta dan Pengaturnya berikut penghinaan terhadap-Nya, pencelaan terhadap Nabi Luth ‘alaihissalam, dan menuduh beliau sebagai seorang yang temperamental. Mereka juga menganggap bahwa hukuman yang Allah subhanahu wa ta’ala turunkan kepada kaum Sodom hanya sebuah rekayasa. Itu hanyalah bencana alam biasa, bukan hukuman karena mereka melakukan homoseks. Mereka pun merendahkan semua yang mengecam praktik keji ini dengan mengatakan, “Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapa pun dengan dalih apa pun untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil, bahkan kebablasan.

Mahasuci Allah subhanahu wa ta’ala dan perbuatan-Nya dari apa yang mereka katakan. Apa artinya sekolah agama jika seperti ini hasilnya? Orang pasar pun tak sanggup mengatakan itu.

Suara protes pun diungkapkan dalam buku tersebut. Penulisnya mengatakan, “Dalam Al-Qur’an maupun Injil, homoseksual dianggap sebagai faktor utama penyebab dihancurkannya kaum Luth, tapi ini perlu dikritisi.”

Sebuah kekafiran yang nyata, ketika seseorang berani mencela Rabbnya, yang setiap saat ia tidak bisa lepas dari karunia-Nya selama ia hidup di alam dunia.

Celaan terhadap Nabi Luth itu berbunyi, “Luth yang mengecam orientasi seksual sesama jenis mengajak orang-orang di kampungnya untuk tidak mencintai sesama jenis, tetapi ajakan Luth ini tidak digubris mereka. Berangkat dari kekecewaan inilah kemudian kisah bencana alam itu direkayasa.” Ia mengatakan pula, “Karena keinginan untuk menikahkan putrinya tidak kesampaian tentu Luth amat kecewa. Luth kemudian menganggap kedua laki-laki tadi tidak normal.” Demikian ungkapnya.

bodoh

Kisah fiksi yang konyol. Hanya sebuah ‘konon’, bahkan pada tingkatan sebuah konon pun mungkin tidak sampai. Sungguh aneh, kisah yang tiada asal-usulnya atau sanadnya, tetapi mereka meyakininya. Di sisi lain, ‘gerombolan’ mereka tidak meyakini Al-Qur’an sebagai wahyu, padahal Al-Qur’an dinukil secara mutawatir dari abad ke abad. Kontradiksi hebat. Itulah hawa nafsu bila berulah.

Belum lagi tiadanya kesantunan sama sekali yang tecermin terhadap seorang nabi. Dengan enaknya ia hanya menyebut ‘Luth’ berulang kali dalam konteks yang menyudutkannya.

Adapun anggapan bahwa bencana itu hanya bencana biasa, tiada kaitannya dengan dosa yang keji itu, ini menunjukkan rendahnya kualitas keilmuan mereka serta dangkalnya keimanan mereka, atau bahkan lebih jelek dari itu. Hawa nafsu telah menguasai mereka, diiringi dengan kebodohan akan ungkapan bahasa Arab, dan mungkin karena memang tidak pernah membaca Al-Qur’an. Coba perhatikan firman Allah subhanahu wa ta’ala berikut ini.

وَلُوطًا إِذۡ قَالَ لِقَوۡمِهِۦٓ إِنَّكُمۡ لَتَأۡتُونَ ٱلۡفَٰحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنۡ أَحَدٖ مِّنَ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢٨ أَئِنَّكُمۡ لَتَأۡتُونَ ٱلرِّجَالَ وَتَقۡطَعُونَ ٱلسَّبِيلَ وَتَأۡتُونَ فِي نَادِيكُمُ ٱلۡمُنكَرَۖ فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوۡمِهِۦٓ إِلَّآ أَن قَالُواْ ٱئۡتِنَا بِعَذَابِ ٱللَّهِ إِن كُنتَ مِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ ٢٩ قَالَ رَبِّ ٱنصُرۡنِي عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٣٠ وَلَمَّا جَآءَتۡ رُسُلُنَآ إِبۡرَٰهِيمَ بِٱلۡبُشۡرَىٰ قَالُوٓاْ إِنَّا مُهۡلِكُوٓاْ أَهۡلِ هَٰذِهِ ٱلۡقَرۡيَةِۖ إِنَّ أَهۡلَهَا كَانُواْ ظَٰلِمِينَ ٣١ قَالَ إِنَّ فِيهَا لُوطٗاۚ قَالُواْ نَحۡنُ أَعۡلَمُ بِمَن فِيهَاۖ لَنُنَجِّيَنَّهُۥ وَأَهۡلَهُۥٓ إِلَّا ٱمۡرَأَتَهُۥ كَانَتۡ مِنَ ٱلۡغَٰبِرِينَ ٣٢ وَلَمَّآ أَن جَآءَتۡ رُسُلُنَا لُوطٗا سِيٓءَ بِهِمۡ وَضَاقَ بِهِمۡ ذَرۡعٗاۖ وَقَالُواْ لَا تَخَفۡ وَلَا تَحۡزَنۡ إِنَّا مُنَجُّوكَ وَأَهۡلَكَ إِلَّا ٱمۡرَأَتَكَ كَانَتۡ مِنَ ٱلۡغَٰبِرِينَ ٣٣ إِنَّا مُنزِلُونَ عَلَىٰٓ أَهۡلِ هَٰذِهِ ٱلۡقَرۡيَةِ رِجۡزٗا مِّنَ ٱلسَّمَآءِ بِمَا كَانُواْ يَفۡسُقُونَ ٣٤ وَلَقَد تَّرَكۡنَا مِنۡهَآ ءَايَةَۢ بَيِّنَةٗ لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ ٣٥

Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu.”

Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu? Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan, “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.”

Luth berdoa, “Ya Rabbku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu.”

Dan tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan, “Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk (Sodom) ini, sesungguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zalim.”

Ibrahim berkata, “Sesungguhnya di kota itu ada Luth.”

Para malaikat berkata, “Kami lebih mengetahui siapa yang ada di kota itu. Kami sungguh-sungguh akan menyelamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya. Dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).”

Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah karena (kedatangan) mereka, dan (merasa) tidak mempunyai kekuatan untuk melindungi mereka dan mereka berkata, “Janganlah kamu takut dan jangan (pula) susah. Sesungguhnya kami akan menyelamatkan kamu dan pengikut-pengikutmu, kecuali istrimu, dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).” Sesungguhnya Kami akan menurunkan azab dari langit atas penduduk kota ini karena mereka berbuat fasik. Dan sesungguhnya Kami tinggalkan darinya satu tanda yang nyata bagi orang-orang yang berakal. (al-‘Ankabut: 28—35)

Memprihatinkan, sebuah institusi Islam menetaskan orang-orang semacam ini. Lebih memilukan ketika ternyata itu muncul dari fakultas yang lebih kental dengan Islam, Fakultas Syariah. Hanya kepada-Mu, ya Rabb, kami mengadu.

Ditulis oleh Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc