Yang Boleh Dilakukan Orang yang Junub

Berikut ini beberapa hal yang boleh dilakukan oleh orang yang junub.

  1. Berzikir pada Allah subhanahu wata’ala
    Orang yang junub boleh berzikir kepada Allah subhanahu wata’ala, karena Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

كاَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berzikir kepada Allah ‘azza wa jalla pada setiap keadaannya.”[i]

An-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini merupakan dasar dibolehkannya berzikir kepada Allah subhanahu wata’ala dengan bertasbih, bertahlil, bertakbir, bertahmid, dan zikir-zikir semisalnya. Hal ini boleh menurut kesepakatan kaum muslimin.” (al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 3/290)

Dalam al-Majmu’ (2/189), an-Nawawi juga menyatakan adanya kesepakatan kaum muslimin tentang bolehnya orang junub dan haid untuk bertasbih, bertahlil, bertakbir, bertahmid, bershalawat atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengucapkan zikir-zikir yang lainnya selain al-Qur’an.[ii]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menuntunkan,

مَنْ تَعَارَ مِنَ الْلَّيْلِ فَقَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ،

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسُبْحَانَ اللهِ وَلاَ إِلهَ إِلاَّ الله وَاللهُ أَكْبَر وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِالله.

ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْلِي؛

أَوْ دَعَا، اسْتُجِيْبَ لَهُ، فَإِنْ تَوَضَّأَ وَصَلَّى قُبِلَتْ صَلاتُهُ

“Siapa yang terbangun di waktu malam lalu berucap: Tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, hanya milik-Nyalah kerajaan dan hanya milik-Nya lah segala pujian dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

Segala puji bagi Allah, Maha Suci Allah, tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah, Allah Mahabesar, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.

Kemudian ia berkata, ‘Ya Allah, ampunilah aku.’

Atau ia berdoa, niscaya akan dikabulkan doanya tersebut. Apabila ia berwudhu dan shalat, niscaya diterima shalatnya.”[iii]

Dari tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, kita pahami bahwa apabila seseorang hendak berzikir kepada Allah subhanahu wata’ala tidaklah disyaratkan harus berwudhu terlebih dahulu. Tidak pula disyaratkan ia harus suci dari hadats kecil atau hadats besar. Sebab, orang yang tidur kemudian terbangun, bisa jadi ia dalam keadaan junub karena sebelum tidur ia jimak dengan istrinya atau ia ihtilam.

  1. Berjalan di jalan umum dan berjabat tangan
    Tidak mengapa orang junub keluar dari rumahnya, berjalan di jalan umum, duduk bersama orang lain dan berbincang-bincang dengan mereka.

Hal ini pernah terjadi pada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Ia keluar dari rumahnya dalam keadaan junub dan berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di jalanan. Abu Hurairah berkata,

لَقِيَنِي رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا جُنُبٌ، فَأَخَذَ بِيَدِي فَمَشَيْتُ مَعَهُ حَتَّى قَعَدَ، فَانْسَلَلْتُ، فَأَتَيْتُ الرَّحِلَ، فَاغْتَسَلْتُ ثُمَّ جِئْتُ، وَهُوَ قَائِدٌ. فَقَالَ: أَيْنَ كُنْتَ يَا أَبَا هِرٍّ؟ فَقُلْتُ لَهُ، فَقَالَ: سُبْحَانَ اللهِ، يَا أَبَا هِرٍّ، إِنَّ الْمُؤْمِنَ لاَ يَنْجُسُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu denganku ketika aku dalam keadaan junub. Beliau memegang tanganku. Akupun berjalan bersama beliau sampai beliau duduk. Setelah itu aku menyelinap dengan sembunyi-sembunyi dan pulang ke rumah, lalu aku mandi, kemudian datang lagi menemui beliau yang sedang duduk.

Beliau bertanya, “Dari mana engkau tadi, wahai Aba Hirr (yakni Abu Hurairah)?”

Aku menceritakan apa yang kualami. Beliau bersabda, “Subhanallah, wahai Aba Hirr! Sungguh, mukmin itu tidaklah najis.”[iv]

Sahabat Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu memiliki kisah yang hampir sama dengan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengannya, kemudian beliau mengulurkan tangan kepadanya (mengajak berjabat tangan, –pent.).

Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku sedang junub.”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

إِنَّ الْمُسْلِمَ لاَ يَنْجُسُ

“Sungguh, seorang muslim itu tidaklah najis.”[v]

 

  1. Mengakhirkan mandi janabah
    Orang yang junub boleh mengakhirkan mandinya. (Nailul Authar 1/305)

Hal ini berdasarkan riwayat Ghudhaif ibnul Harits, ia berkata,

Aku pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Apakah engkau melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi janabah di awal atau di akhir malam?”

Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab, “Terkadang beliau mandi di awal malam dan terkadang beliau mandi di akhir malam.”

Ghudhaif berkata: “Allahu Akbar! Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kelapangan dalam urusan ini.”[vi]
Ketika menerangkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang disebutkan di atas, al-Hafizh Ibnu Hajar al-’Asqalani rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bolehnya mengakhirkan mandi dari awal waktu diwajibkannya.” (Fathul Bari 1/507)

 

Ditulis oleh al-Ustadz Abu Ishaq Muslim 

 

[i] HR. al-Bukhari secara mu’allaq dalam “Kitab al-Adzan”, “Bab Hal Yatatabba’ul Muadzdzin Fahu Hahuna wa Hahuna” dan Muslim no. 824

[ii] Masalah boleh tidaknya membaca al-Qur’an bagi wanita haid dan orang yang junub diperselisihkan oleh para ulama.

[iii] HR. al-Bukhari no. 1154.

[iv] HR. al-Bukhari no. 285 dan Muslim no. 822.

[v] HR. Abu Dawud no. 230, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud

[vi] HR. Abu Dawud no. 226, dinilai hasan oleh asy-Syaikh Muqbil dalam al-Jami’ush Shahih, 1/542.

 

boleh dilakukanjunub berjabat tanganjunub berzikirmenunda mandi junub