Pertanyaan:
Petir itu menurut syariat fungsinya apa? Melempar setan?
Dijawab oleh Ustadz Abu Abdillah Muhammad as-Sarbini al-Makassari
Yang berfungsi untuk melempar setan adalah bintang yang dijatuhkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Ini adalah salah satu fungsi diciptakannya bintang-bintang di langit, sebagaimana dikabarkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur’an.
Adapun fungsi petir dan kilat, sebagai jawabannya kami nukilkan keterangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa (24/263—264) sebagai berikut.
“Adapun petir dan kilat, terdapat keterangan pada hadits marfu’ (disandarkan sebagai sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam) yang diriwayatkan dalam kitab Sunan at-Tirmidzi dan lainnya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ditanya tentang ar-ra’d (petir).
Beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab,
مَلَكٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُوَكَّلٌ بِالسَّحَابِ، مَعَهُ مَخَارِيقُ مِنْ ناَرٍ يَسُوقُهَا بِهَا حَيْثُ شَاءَ اللهُ
‘Malaikat dari malaikat-malaikat Allah yang ditugasi mengatur urusan awan, di tangannya ada alat (cambuk)[1] dari api untuk mengarak awan menurut kehendak Allah.’[2]
Pada kitab Makarim al-Akhlaq karya al-Kharaithi, terdapat atsar dari Ali radhiallahu anhu,
أَنَّهُ سُئِلَ عَنِ الرَّعْدِ، فَقَالَ: مَلَكٌ. وَسُئِلَ عَنِ الْبَرْقِ، فَقَالَ: مَخَارِيْقُ بِأَيْدِي الْمَلاَئِكَةِ. وَفِيْ رِوَايَةٍ عَنْهُ: مَخَارِيْقُ مِنْ حَدِيْدٍ بِيَدِهِ.
Beliau ditanya tentang petir, maka beliau menjawab, ‘Malaikat.’
Beliau ditanya lagi tentang kilat, beliau menjawab, ‘Cambuk-cambuk di tangan para malaikat.’
Pada riwayat lain beliau berkata, ‘Cambuk-cambuk dari besi di tangan malaikat.’
Telah diriwayatkan pula atsar-atsar yang semakna dengan ini.
Begitu pula telah diriwayatkan keterangan lain dari beberapa salaf yang tidak menyelisihi keterangan di atas. Di antaranya ucapan sebagian mereka, ‘Sesungguhnya petir itu adalah (suara) benturan subtansi-subtansi (zat-zat) awan akibat adanya tekanan udara dalam awan.’
Keterangan ini tidaklah kontradiktif dengan keterangan di atas karena ar-ra’d (petir/guruh) adalah masdar dari رَعَدَ (ra’ada, artinya telah berguruh), يَرْعُدُ (yar’udu, artinya sedang/akan berguruh), رَعْدًا (ra’dan, artinya guruh/petir).
Demikian pula الرَّاعِدُ (ar-ra’id, artinya yang berguruh) dinamakan (رَعْدًا) ra’dan (petir/guruh), seperti halnya الْعَادِلُ (al-‘adil, artinya yang adil) dinamakan عَدْلاً (‘adlan, artinya adil).
Gerakan yang ada mengharuskan keluarnya suara, sementara para malaikatlah yang menggerakkan (mengarak) awan. Mereka memindahkannya dari satu tempat ke tempat lainnya. Seluruh gerakan yang terjadi di alam atas dan alam bawah, yang mengaturnya adalah para malaikat.
Suara manusia pun bersumber dari benturan anggota-anggota tubuhnya, yaitu kedua bibirnya, lidahnya, gigi-giginya, anak lidah (anak tekak), dan tenggorokan. Bersama dengan itu, manusia disifati bahwa dia bertasbih kepada Rabbnya, memerintahkan kepada yang kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Jika begitu, petir adalah suara menghardik awan.[3]
Begitu pula halnya dengan kilat. Telah dikatakan, ‘(Kilat itu) kilauan air atau kilauan api.’
Hal ini pun tidak menafikan (menampik) bahwa kilat itu adalah cambuk yang ada di tangan malaikat, karena api yang berkilau di tangan malaikat seperti cambuk, seperti penggiring hujan. Malaikat menggiring (mengarak) awan seperti halnya penunggang menggiring binatang tunggangannya.”
Catatan Kaki
[1] Lihat penjelasan makna makhariq (alat semacam cambuk) dalam an-Nihayah fi Gharib al-Atsar karya Ibnul Atsir.
[2] Setelah itu beliau ditanya lagi tentang suara petir yang terdengar itu. Beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab,
زَجْرُهُ بِالسَّحَابِ إِذَا زَجَرَهُ حَتَّى يَنْتَهِيَ إِلَى حَيْثُ أُمِرَ
“Hardikannya terhadap awan ketika ia menghardiknya (untuk mengaraknya) hingga berhenti di tempat yang diperintahkannya.”
Ini adalah hadits Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma dengan riwayat at-Tirmidzi (pada “Kitab Tafsir al-Qur’an”, “Bab Wa min Surah ar-Ra’d” no. 3117) tentang kedatangan sekelompok Yahudi menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan bertanya tentang petir.
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad, ath-Thabarani, adh-Dhiya’ al-Maqdisi, dan lainnya dengan lafaz,
أَقْبَلَتْ يَهُودُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: يَا أَبَا الْقَاسِمِ، نَسْأَلُكَ عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ أَجَبْتَنَا فِيْهَا اتَّبَعْنَاكَ وَصَدَّقْنَاكَ وَآمَنَّا بِكَ … فَأَخْبِرْنَا عَنِ الرَّعْدِ مَا هُوَ؟ قَالَ: الرَّعْدُ مَلَكٌ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ مُوَكَّلٌ بِالسَّحَابِ (بِيَدَيْهِ -أَوْ فِيْ يَدِهِ- مِخْرَاقٌ مِنْ نَارٍ يَزْجُرُ بِهِ السَّحَابَ) وَالصَّوْتُ الَّذِيْ يُسْمَعُ مِنْهُ زَجْرُهُ السَّحَابَ إِذَا زَجَرَهُ حَتَّى يَنْتَهِيَ إِلَى حَيْثُ أَمَرَهُ
Sekelompok orang Yahudi menemui Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Abul Qasim, kami akan bertanya kepadamu tentang beberapa hal. Jika engkau menjawabnya, kami akan mengikutimu, membenarkanmu dan beriman kepadamu … Kabarkan kepada kami tentang petir, apakah itu?”
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Petir adalah salah satu malaikat Allah yang ditugasi mengurus awan, (di kedua tangannya—atau di tangannya—ada cambuk dari api untuk menghardik awan). Suara yang terdengar darinya adalah hardikannya terhadap awan ketika ia menghardiknya hingga berhenti di tempat yang diperintahkannya.”
Yang dalam kurung adalah tambahan lafaz dari adh-Dhiya’ pada salah satu riwayatnya. Hadits ini dinyatakan sahih oleh al-Albani, lihat ash-Shahihah (no. 1872).
[3] Ini sesuai dengan sabda Rasul shallallahu alaihi wa sallam pada kelanjutan hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhuma di atas.