Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’ yang saat itu diketuai[1] oleh Samahatusy Syaikh Abdul Aziz ibnu Abdillah ibnu Baz rahimahullah menjawab beberapa pertanyaan berikut ini.
Ada saudara-saudara kami, kaum muslimin, yang menyelenggarakan perayaan ulang tahun untuk diri mereka dan anak-anak mereka. Apa sebenarnya pandangan Islam dalam masalah “ulang tahun” ini?
Jawab:
Asal dalam perkara ibadah adalah tauqif/berhenti di atas nash (dalil Al-Qur’an dan as-Sunnah). Oleh karena itu, seseorang tidak boleh melakukan ibadah yang tidak disyariatkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, berdasar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang sahih:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam perkara kami ini padahal bukan bagian darinya maka amalan yang diada-adakan itu tertolak.”
Demikian pula sabdanya shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ علَيْهَا أمرنا فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang mengamalkan satu amalan yang tidak di atas perintah kami maka amalan tersebut tertolak.”
Perayaan ulang tahun adalah satu macam ibadah yang diada-adakan dalam agama Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan demikian, memperingati ulang tahun siapa pun tidak boleh dilakukan, bagaimanapun kedudukan atau perannya dalam kehidupan ini. Makhluk yang paling mulia dan rasul yang paling afdhal yaitu Muhammad ibnu Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pernah dihafal berita dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadakan perayaan hari kelahirannya. Tidak pula beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi arahan kepada umatnya untuk merayakan dan memperingati ulang tahun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian, orang-orang yang paling afdhal dari umat ini setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu para khalifah umat ini dan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada berita bahwa mereka memperingati ulang tahunnya atau ulang tahun salah seorang dari mereka, semoga Allah subhanahu wa ta’ala meridhai mereka semuanya.
Perlu selalu dicamkan bahwa kebaikan adalah dengan mengikuti petunjuk mereka dan mengikuti urusan yang lurus/tegak yang diperoleh dari madrasah Nabi mereka. Ditambah lagi, dalam bid’ah yang satu ini ada unsur tasyabbuh (meniru/menyerupai) perbuatan Yahudi dan Nasrani, serta orang-orang kafir selain mereka dalam hal perayaan-perayaan yang mereka ada-adakan. Wallahul musta’an.
(Fatwa no. 2008, kitab Fatawa al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’, 3/83—84)
Istri saya biasa mengadakan acara tahunan untuk putra saya bertepatan dengan hari kelahirannya yang diistilahkan hari ulang tahun. Dalam acara ini disediakan beraneka makanan dan diletakkan lilin (di atas kue tart) sejumlah umur si anak. Di awal acara, si anak diminta meniup semua lilin yang dinyalakan tersebut, setelahnya barulah acara dimulai. Apa hukum syariat dalam perbuatan semacam ini?
Jawab:
Tidak boleh membuat acara ulang tahun untuk seorang pun karena hal itu bid’ah, padahal telah pasti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang mengada-adakan dalam urusan/perintah/perkara kami ini apa yang bukan bagiannya maka yang diada-adakan itu tertolak.”
Juga karena acara ulang tahun itu tasyabbuh terhadap orang-orang kafir, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.”
Wabillahi at-taufiq. (Fatwa no. 5289)
[1] Wakil Ketua: asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi. Anggota: asy-Syaikh Abdullah ibnu Ghudayyan dan asy-Syaikh Abdullah ibnu Qu’ud.