Iran, Syiah, dan Stabilitas Negara

Maret 2016 lalu, negara-negara kawasan Teluk berkumpul di Ibukota Mesir, Kairo. Negara-negara Teluk, yang tergabung dalam kelompok Liga Arab, menyepakati keputusan yang menetapkan bahwa kelompok Syiah yang berbasis di Lebanon, Hizbullah merupakan organisasi teroris.

Negara-negara Arab sepakat pula untuk mengutuk intervensi Iran terhadap negara-negara Arab. Keputusan Liga Arab ini didasari fakta di lapangan adanya persekongkolan jahat antara Pasukan Pengawal Revolusi Iran dengan Hizbullah. Kedua kelompok tersebut membiayai dan melatih kaum teroris di negara Bahrain.

Pada 10—15 April 2016, negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) bersidang di Istanbul, Turki. Hasil sidang organisasi yang beranggotakan 57 negara ini menyebutkan bahwa kelompok Hizbullah adalah kelompok teroris.

Selain itu, negara-negara yang tergabung OKI itu pun mengutuk aksi teroris Hizbullah di negara Bahrain, Yaman, Suriah, dan Kuwait. Keputusan lainnya dari sidang OKI, menolak campur tangan negara Syiah Iran dalam urusan dalam negeri negara-negara Timur Tengah. OKI juga menyesalkan serangan terhadap kedutaan dan Konsulat Arab Saudi di Teheran dan Mashad oleh pengunjuk rasa Syiah Iran pada Januari 2016.

Para pemimpin negara yang tergabung dalam Liga Arab maupun OKI tentu bukan sekadar mengeluarkan pernyataan. Para pemimpin negara tersebut telah mempertimbangkan segala sesuatunya terkait keputusan yang ditetapkan. Termasuk mempertimbangkan sikap Iran dan Irak yang menganut pemahaman Syiah.

Pernyataan para pemimpin negara tersebut, baik OKI maupun Liga Arab, mengungkapkan bukti kejahatan negara Iran serta bahaya dasar ideologi negaranya yang menganut Syiah. Pernyataan yang disepakati para pemimpin negara tersebut menunjukkan keresahan masyarakat Islam atas aksi-aksi Iran yang menggalang gerakan terorisme. Negara-negara Timur Tengah, seperti Bahrain, Kuwait, Arab Saudi, dan Yaman, merupakan negara-negara yang langsung merasakan aksi terorisme kaum Syiah Iran.

Dalam skala yang lebih kecil, stabilitas negara Republik Indonesia pun sempat diganggu oleh kaki tangan Syiah Iran di Indonesia. Sebut saja kasus di Madura. Juga kasus di Bukit adz-Dzikra, Sentul, Bogor. Gerakan untuk mengganggu keamanan dan stabilitas negara ini patut diwaspadai. Walau masih dalam skala kecil, mengingat secara kuantitas pengikut ideologi Syiah masih sedikit, tentu tidak bisa diabaikan begitu saja.

Pernyataan para pemimpin negara-negara Islam di atas hendaknya menjadi peringatan bagi pemerintah dan rakyat Indonesia bahwa ideologi Syiah akan terus dipompakan ke dalam benak masyarakat Indonesia melalui berbagai media masa, pengajian, dan aksi sosial yang dikemas penuh tipu daya. Kaum Syiah di Indonesia memanfaatkan isu kebebasan, demokrasi, dan hak asasi manusia untuk menjadi tameng dalam menebarkan ideologinya.

Dalam kondisi minoritas dan belum memiliki kekuatan, kaum Syiah di Indonesia menggalang kerjasama dengan berbagai elemen bangsa. Kerjasama ini selain menguntungkan dari sisi memperoleh dukungan, juga bisa menguntungkan dari sisi penyebaran ideologi Syiah dan gerakan infiltrasi.

Karena itu, sungguh bukan satu hal yang berlebihan bila sejak dini pemerintah dan masyarakat Indonesia diingatkan tentang bahaya Syiah. Negara Iran, sebagai pengekspor ideologi berbahaya ini, telah melakukan tindakan yang mengganggu stabilitas negara-negara tetangganya di kawasan Teluk.

Sungguh, tidak berlebihan pula bila tindakan yang dilakukan negara Malaysia yang melarang ideologi Syiah bisa ditiru oleh pemerintah Indonesia. Atau, apabila itu belum memungkinkan, setidaknya negara memperketat ruang gerak kaum Syiah dan melakukan penyuluhan secara sistematis agar rakyat tidak terpengaruh ajaran Syiah. Penjelasan tentang bahaya ideologi Syiah hendaklah dilakukan secara lintas lembaga negara, tak hanya bertumpu di Kementerian Agama (yang sudah mulai disusupi paham Syiah).

 

Syiah dalam Lintasan Sejarah

Abdullah bin Saba adalah keturunan Yahudi yang lahir di Shan’a, Yaman. Peran Abdullah bin Saba tidak bisa lepas dari kemunculan paham Syiah. Sosok keturunan Yahudi ini berpura-pura memeluk Islam, namun senyatanya hendak merusak dari dalam.

Abdullah bin Saba adalah orang yang memprovokasi kaum muslimin untuk menentang Khalifah Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Ia menebarkan pemahaman tentang masalah al-washiyyah (wasiat). Kepada kaum muslimin di Mesir, ia memprovokasi untuk memberontak kepada penguasa yang sah.

Kaum muslimin di Mesir dijejali keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu adalah al-washi (orang yang diserahi wasiat) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia katakan, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para nabi. Adapun Ali radhiallahu ‘anhu adalah penutup para penerima wasiat.

Setelah itu, ia menuduh sahabat mulia, menantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu sebagai orang yang merampas wasiat. Utsman dituduh telah merampas tanpa haq. Lalu Abdullah bin Saba memprovokasi kaum muslimin dengan mengajak berdemonstrasi dengan mengepung kediaman Khalifah Utsman radhiallahu ‘anhu di Madinah.

Akibat ulah Abdullah bin Saba, terjadilah tindak anarkis. Pengepungan rumah khalifah menggapai puncak anarkis dengan terbunuhnya sahabat mulia, menantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Dzun Nurain, Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Tikaman senjata tajam merobek tubuhnya. Darah mengalir. Menetesi mushaf al-Qur’an yang tengah dibaca.

Ulah orang munafik, zindiq, Abdullah bin Saba menjadi catatan kelam dalam lintasan sejarah kaum muslimin. Abdullah bin Saba, dengan lisan berbisanya, telah melakukan tipu daya seakan dirinya orang yang paling mencintai Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Seakan dirinya orang yang paling mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Senyatanya, ia orang yang paling membenci Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia pula sosok yang paling tak suka kepada Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu.

Kebencian dan dendam terhadap orang-orang berpegang teguh kepada perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diwariskan oleh Abdullah bin Saba. Kini, lihatlah kaum Syiah Rafidhah, begitu besar kebencian dan permusuhannya kepada orang-orang yang dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagaimana Abdullah bin Saba membenci sahabat Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu seraya menyanjung Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, maka para pewaris kebusukannya pun kini melakukan hal yang sama. Kaum Syiah Rafidhah, sebagai pewaris kebusukan Abdullah bin Saba, pun mencerca dan menampakkan kebencian yang akut terhadap sahabat mulia Abu Bakr ash-Shiddiq dan Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhuma. Kedua sahabat mulia tersebut benar-benar dihinakan oleh Syiah Rafidhah. Keduanya dijuluki shanamay Quraisy (dua berhala Quraisy).

Tak sampai di situ, para sahabat lain pun dicaci maki. Bahkan, Ummul Mukminin, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Aisyah, putri sahabat mulia Abu Bakr ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu, tak selamat dari kebejatan lisan kaum Syiah Rafidhah. Ibunda orang-orang beriman itu dituduh sebagai pelacur. Sebuah tuduhan penuh dusta.

Tidaklah semua itu keluar dari kaum Syiah, kecuali menjadi bukti bahwa keyakinan yang melekat di hati kaum Syiah Rafidhah adalah keyakinan batil. Keyakinan yang dihembuskan Iblis. Sebab, tidak mungkin Islam sebagai agama yang mulia mengajarkan caci maki, kebencian, permusuhan terhadap orang-orang memiliki kemuliaan seperti para sahabat.

Adakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mencela sahabat Abu Bakr ash- Shiddiq, Umar bin al-Khaththab, dan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhum? Tentu tidak! Justru mereka telah menduduki derajat yang mulia, derajat diridhai Allah subhanahu wa ta’ala. Perhatikan firman-Nya yang secara jelas tegas bernas memuliakan para sahabat,

وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلۡأَوَّلُونَ مِنَ ٱلۡمُهَٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحۡسَٰنٖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي تَحۡتَهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۚ ذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ ١٠٠

“Dan orang-orang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (at-Taubah: 100)

Perhatikan pula firman-Nya yang memuliakan Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha dan menghinakan orang-orang yang menuduhnya dengan kedustaan,

إِنَّ ٱلَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ ٱلۡفَٰحِشَةُ فِي ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٞ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ ١٩

“Sesungguhnya orang-orang yang menginginkan agar perbuatan sangat keji itu (berita bohong) tersiar di kalangan orang-orang beriman, mereka mendapat azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (an-Nur:19)

Kemudian dalam ayat lain disebutkan,

          أُوْلَٰٓئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَۖ لَهُم مَّغۡفِرَةٞ وَرِزۡقٞ كَرِيمٞ ٢٦

“… Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (an-Nur: 26)

Apa kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkenaan dengan tiga sahabat beliau (Abu Bakr, Umar, dan Utsman)?

Cermati hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berikut ini.

إِنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَعِدَ أُحُدًا وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ فَرَجَفَ بِهِمْ فَقَالَ: اثْبُتْ أُحُدٌ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ نَبِيٌّ وَصِدِّيقٌ وَشَهِيدَانِ

Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Abu Bakr, Umar, dan Utsman telah mendaki Gunung Uhud. Lantas Gunung Uhud pun berguncang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Tenanglah Uhud, sungguh yang ada di atasmu adalah Nabi, ash-Shiddiq, dan dua orang syahid.” (HR. al-Bukhari)

Kini, nyata sudah bahwa sejak dahulu kala kaum Syiah Rafidhah hanya selalu membuat onar. Dari dahulu hingga kini selalu membuat ricuh, anarkis, dan teror. Syiah Rafidhah pada zaman kiwari mewarisi kebusukan penghulunya dahulu kala, Abdullah bin Saba.

Coba telisik, adakah kaum Syiah Rafidhah sekarang menciptakan kedamaian, keharmonisan, dan kerukunan? Tidak. Sekali-kali tidak! Lihatlah ulah Syiah Rafidhah Iran, Hizbullah di Lebanon, Syiah di Irak, atau kaum Syiah Hutsi di Yaman.

Semuanya menjadi biang pertumpahan darah. Semuanya menjadi para pelaku dan penyokong terorisme. Para pemimpin negara-negara OKI dan Liga Arab akhirnya harus bersikap tegas terhadap ulah kaum Syiah yang bisa menggoyahkan stabilitas negara.

Sebagai negara yang tergabung dalam OKI, sudah seharusnya Indonesia turut melaksanakan kesepakatan yang telah dicapai di Istanbul, Turki, April 2016. Indonesia harus mengambil sikap tegas terhadap Iran yang telah mencampuri urusan dalam negeri negara-negara Islam. Pemerintah dan masyarakat Indonesia jangan sampai terlambat melakukan langkah pencegahan terhadap bahaya pemahaman Syiah Rafidhah.

Sekian banyak kader-kader muda Indonesia yang telah dikirim ke Iran. Kepulangan mereka ke Indonesia tentu akan membawa pemahaman Syiah Rafidhah yang militan. Bila itu yang ada, Indonesia menghadapi ancaman khusus.

Ambillah pelajaran dari negara Yaman, Bahrain, Syiria, dan negara-negara Teluk lainnya. Sungguh, Iran—yang menganut pemahaman Syiah—telah mengguncangkan stabilitas dalam negeri negara-negara tersebut. Iran sangat ambisius menjejalkan pemahaman Syiah Rafidhah yang sangat memusuhi Ahlu Sunnah wal Jamaah. Padahal pemahaman Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah pemahaman mayoritas di Indonesia.

Dalam lintasan sejarah, ditemukan pula pengkhiatan Syiah terhadap kehidupan bernegara. Pada 656 H terjadi tragedi kemanusiaan yang sangat kelam di Kota Baghdad, yang kala itu menjadi pusat pemerintahan Daulah Abbasiyah. Muhammad bin al-Alqami dan Nashiruddin ath-Thusi, keduanya adalah penganut Syiah Rafidhah.

Saat pemerintahan dipimpin al-Mu’tashim Billah, sebagai seorang yang menyusup ke pemerintahan pusat, Ibnu al-Alqami melakukan gerakan pembusukan di dalam sistem militer Daulah Abbasiyah.

Dengan kekuasaan yang ada padanya, Ibnu al-Alqami melakukan reduksi besar-besaran terhadap kekuatan angkatan bersenjata Daulah Abbasiyah. Kekuatan pasukan yang awalnya berjumlah seratus ribu personil, dikurangi hingga berjumlah kurang dari sepuluh ribu personil. Pengurangan besar-besaran personil angkatan perang menyebabkan lemahnya pertahanan pemerintah Daulah Abbasiyah.

Seiring dengan melemahnya kekuatan pemerintahan Baghdad, kedua orang Syiah Rafidhah ini bermain mata dengan tentara Tatar. Keduanya mengharap bala tentara Tatar segera menyerbu Baghdad sehingga Ahlus Sunnah musnah. Keduanya tengah memperjuangkan agar Syiah Rafidhah menguasai pemerintahan melalui tangan tentara Hulagu Khan.

Terjadilah apa yang terjadi. Hulagu Khan beserta bala tentaranya menyerbu secara tanpa perikemanusiaan. Kaum muslimin di Baghdad dibantai. Karya-karya para ulama di perpustakaan paling besar dan maju pada waktu itu, diluluhlantakkan. Kitab-kitab karya para ulama dibuang ke sungai yang melintasi Baghdad. Air sungai pun berubah warna menjadi berwarna tinta. Tak cuma itu, korban-korban pembantaian pun dilempar ke sungai hingga air sungai berubah warna menjadi warna merah darah. (Lihat kisah selengkapnya pada Asy Syariah No. 101/1435 H/2014)

Sekian banyak kisah pengkhiatan kaum Syiah Rafidhah tertulis dalam sejarah. Untuk menggambarkan jiwa khianat dan suka mengganggu stabilitas kehidupan bangsa, maka cukup dua lintasan sejarah yang diketengahkan.

Semoga dengan itu masyarakat tergugah untuk bersikap hati-hati terhadap Syiah Rafidhah. Kini, kaum Syiah yang berkiblat ke negara Iran, telah banyak yang menyusup ke dalam partai politik, legislatif, pemerintahan dan lainnya.

 

Taqiyah adalah Ibadah

Taqiyah atau berbohong sebagai keyakinan sesat kaum Syiah merupakan strategi licik untuk menguasai dan melumpuhkan lawan. Taqiyah bagi kaum Syiah adalah bentuk ibadah. Seorang penganut Syiah dibolehkan berbohong terutama saat dirinya terancam.

Teknik mengelabui lawan dengan cara pengecut ini bisa memperdayai masyarakat. Orang-orang yang tak mengenal keyakinan Syiah akan mudah digiring sehingga bisa menerima kehadiran Syiah. Itulah Syiah.

Para pengikut Hutsi di Yaman, yang menganut agama Syiah Rafidhah menjalin hubungan kuat dengan Iran. Mereka kerap membohongi masyarakat Yaman dengan yel-yel yang terkesan anti-Amerika dan Israel.

Namun, kenyataan berbicara lain. Teriakannya memusuhi Amerika dan Israel, namun yang digempur habis adalah kaum muslimin. Inilah slogan yang selalu diteriakkan di hadapan umat,

اللهُ أَكْبَرُ

الْمَوْتُ لِأَمْرِيكَا

الْمَوْتُ لِإسْرَائِيلَ

النَّصْرُ لِلْإِسْلَامِ

“Allahu Akbar…

Kematian bagi Amerika…

Kematian bagi Israel…

Kemenangan bagi Islam.”

 

Sungguh, dusta apa yang keluar dari lisan mereka. Mereka tidak pernah memerangi Amerika. Mereka tidak pula memerangi Israel sebagaimana mereka memerangi dan mengusir Ahlu Sunnah di Provinsi Sha’dah, Republik Yaman. Mereka tidak memaksudkan kemenangan itu bagi Islam, sebab kaum muslimin yang tidak segaris dengan mereka nyatanya tetap dibantai.

Keyakinan boleh berbohong adalah keyakinan Yahudi dan orang-orang munafik. Keyakinan yang melekat kini pada kaum Syiah merupakan bentuk warisan dari pendahulunya. Bukankah Syiah itu lahir dari seorang Abdullah bin Saba yang keturunan Yahudi?

Maka dari itu, tidaklah mengherankan bila kaum Syiah sekarang gemar berdusta, bohong yang dikemas dengan istilah taqiyah.

Al-Qur’an mengungkap karakter Yahudi (orang munafik) yang suka berbohong. Firman-Nya,

وَإِذَا جَآءُوكُمۡ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا وَقَد دَّخَلُواْ بِٱلۡكُفۡرِ وَهُمۡ قَدۡ خَرَجُواْ بِهِۦۚ وَٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِمَا كَانُواْ يَكۡتُمُونَ ٦١

Dan apabila orang-orang (Yahudi atau munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan, “Kami telah beriman.” Padahal mereka datang kepadamu dengan kekafirannya dan mereka pergi (darimu) dengan kekafiran (pula). Dan Allah lebih mengetahui dari apa yang mereka sembunyikan. (al-Maidah: 61)

Taqiyah dilakukan dengan menampakkan kepada orang lain sesuatu yang bertentangan dengan isi hatinya. Taqiyah ditujukan kepada orang yang tidak satu paham dengan mereka.

Karena itulah, taqiyah bisa diberlakukan kepada kaum muslimin. Manakala timbul kekhawatiran pada diri seorang penganut Syiah, maka dirinya boleh berbohong. Syiah agama penuh tipu. Syiah agama sarat dusta.

 

Nikah Mut’ah

Nikah mut’ah ala Syiah adalah keyakinan batil. Mereka membolehkan melakukan pernikahan hanya dalam kurun tertentu. Bisa cuma semalam, tiga hari, sebulan, atau tergantung kontraknya.

Apa yang akan terjadi pada satu bangsa bila pernikahan semacam ini menjadi mewabah di tengah masyarakat?

Bisa jadi, kehidupan masyarakat menjadi kacau. Tatanan masyarakat menjadi rusak. Sendi-sendi kehidupan rumah tangga yang telah dibina sekian tahun bisa hancur. Akan lahir anak-anak tanpa ayah, karena sang ayah sudah tak bersama ibunya lagi. Sekian banyak lagi permasalahan bisa timbul seiring nikah mut’ah ala Syiah. Semoga kita diselamatkan dari paham Syiah.

Kekacauan sosial bisa muncul dan setelah itu mengganggu stabilitas negara. Sebab, negara yang baik ditopang oleh unsur keluarga-keluarga yang baik, harmonis, beriman, dan taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala serta bersahaja. Dari keluarga yang semacam itu akan lahir generasi yang baik, dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala. Dari generasi yang baik akan melahirkan para pengelola negeri yang bertakwa, jujur, cerdas, dan penuh tanggung jawab. Biidznillah.

 

Radikalisme Syiah

Semangat untuk menjadikan seluruh negeri muslimin menjadi Syiah adalah fakta. Lihat Syiria. Cermati Yaman. Selisik Bahran. Teliti Kuwait. Perhatikan pula Indonesia. Negara-negara yang disebutkan merupakan contoh berapa kaum Syiah begitu keras mensyiahkan negeri-negeri kaum muslimin.

Di Yaman, diawali dari membentuk komunitas anak muda yang dinamai Syabab al-Mukmin, yang setelah berkembang berubah menjadi partai politik yang bernama Hizbul Haq. Setelah dirasa mampu menyusupkan kadernya di berbagai lini kekuasaan, mereka menyusun rencana mensyiahkan Yaman melalui penggulingan kekuasaan.

Sebelumnya, mereka terus bekerja sama dengan Iran dalam hal pelatihan militer, penyediaan logistik, bantuan persenjataan, penyediaan instruktur/pelatih, dan bantuan keuangan. Semua itu dalam rangka melakukan aksi radikalisme, terorisme, dan penggulingan kekuasaan yang sah. Kemudian terjadilah gerakan bersenjata terhadap penguasa yang sah.

Di Indonesia, hampir sama dengan upaya G30S/PKI. Sebagaimana diketahui, PKI juga berencana menjadikan Indonesia sebagai negara komunis melalui aksi bersenjata.

Di Yaman, mereka menginginkan mensyiahkan wilayah selatan Jazirah Arab yang berbatasan langsung dengan Arab Saudi. Dari arah selatan inilah upaya menghancurkan Arab Saudi dan merebut Kota Suci Makkah dan Madinah. Sebagaimana diketahui, permusuhan kaum Syiah terhadap Arab Saudi sedemikian besar. Terutama setelah pemimpin Syiah berkewarganegaraan Arab Saudi dihukum mati.

Gerakan radikalisme Syiah adalah gerakan berbahaya bagi stabilitas negara. Di Suriah, mereka bekerja sama dengan negara komunis, Rusia. Bagi Syiah bekerja sama dengan siapa pun dan negara mana pun bisa saja dilakukan. Bagi Syiah, yang terpenting tujuan tercapai walau dengan menghalalkan segala cara.

Berbeda halnya dengan keyakinan Ahlus Sunnah yang senantiasa menanamkan prinsip untuk taat kepada penguasa dalam hal yang makruf. Ini sebagaimana diwasiatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ

“Saya wasiatkan kepada kalian, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meski yang memerintah kalian adalah seorang budak Habasyi.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Itulah prinsip yang dipegang kaum salaf sejak dahulu hingga kini. Orang-orang yang memegang teguh prinsip salaf pasti tidak akan melakukan aksi mengangkat senjata kepada penguasa, memberontak. Tidak. Sebab, perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh telah sangat tegas dan jelas.

Maka dari itu, waspadalah terhadap gerakan makar kaum Syiah di mana pun berada. Allahu a’lam.

 ditulis oleh al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin

Iransyi'ah