Terorisme berasal dari kata teror yang diberi akhiran –isme, yang berarti sistem kepercayaan berdasarkan politik, sosial, atau ekonomi. Adapun arti kata teror, yaitu perbuatan (pemerintah dan sebagainya) yang sewenang-wenang (kejam, bengis, dan sebagainya). Teror diartikan pula sebagai usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan.
Jadi, terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik). Terorisme diartikan juga sebagai praktik-praktik tindakan teror. Arti teroris sendiri adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut. (Lihat KBBI)
Kata terror (Ingg.) berasal dari bahasa Latin “terrer” yang berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Dalam praktiknya, kata terror dipakai juga untuk makna menimbulkan kengerian. (Lihat Teror NII, Abu Mujahid, hlm. 101)
Menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dijelaskan pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 1: Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini. Perbuatan apa saja yang dikategorikan ke dalam Tindak Pidana Terorisme, diatur oleh ketentuan pada Bab III (Tindak Pidana Terorisme), pasal 6 dan 7; bahwa setiap orang dipidana karena melakukan Tindak Pidana Terorisme, jika: Apa itu terorisme?
1. Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman menimbulkan teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional (Pasal 6).
2. Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara menghancurkan objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional (Pasal 7). Menurut pasal 8, 9, 10, 11, dan 12:
1. Adanya rencana untuk melaksanakan tindakan tersebut.
2. Dilakukan oleh suatu kelompok tertentu.
3. Menggunakan kekerasan.
4. Mengambil korban dari masyarakat sipil dengan maksud mengintimidasi pemerintah.
5. Dilakukan untuk mencapai pemenuhan atau tujuan tertentu dari pelaku yang dapat berupa motif sosial, politik, ataupun agama. Dalam perjalanan sejarah, aksi teror telah ada sejak masa Yunani Kuno. Xenophon (430—349 SM), seorang ahli sejarah, pernah mengurai nilai strategis perang urat syaraf guna menakutnakuti musuh. Sampai abad ke-18, aksi teror masih dalam bentuk penyiksaan, pembuangan, penculikan, pembunuhan, dan perampasan harta benda. Aksi demikian tidak hanya dilakukan orang per orang atau kelompok, tetapi negara (penguasa) pun menggunakan cara teror untuk melucuti para pembangkang. Pemerintah Prancis dekade 1793— 1794 menggunakan aksi teror untuk menyelamatkan Revolusi Prancis 1789.
Ribuan orang tewas dalam aksi tersebut. Pada abad ke-19 di Rusia muncul organisasi Narodnaya Volya yang salah satu pimpinannya adalah Mikhail Bakunin. Kelompok ini melakukan sosialisasi anarkisme dan berpegang pada konsep “menyikat habis” tatanan yang ada.
Selama abad ke-20 bermunculan pemerintahan yang menggunakan aksi teror seperti Hitler di Jerman, Stalin di Uni Soviet, dan Pol Pot di Kamboja. Di sisi lain, organisasi terorisme pun bermunculan di mana-mana dan dengan alasan serta latar belakang yang berbeda. Namun, secara umum bermunculannya pemahaman kelompok teroris dipicu oleh kondisi sosial, politik, ekonomi, psikologis, dan pemahaman agama yang rawan. Karena itu, tak jarang aksi terorisme dilakukan oleh orangorang yang memiliki militansi religius yang bersifat fanatis sempit dan kaku. Tidak hanya di kalangan muslim, aksi terorisme ada pula di kalangan militan, fanatik, radikal Hindu, Katolik, Kristen, Budha, dan Yahudi. Demikian pula aksi terorisme bisa muncul dari kalangan atheis dan komunis. Peristiwa G 30 S/ PKI adalah fakta bahwa terorisme juga dilancarkan kaum komunis di Indonesia.
Theodore Hertzl, pendiri gerakan zionis merupakan “biang” terorisme zionis. Ia membentuk kelompok teroris yang disusupkan ke Rusia dan Eropa. Tujuannya, balas dendam terhadap negara-negara tersebut karena telah menistakan bangsa Yahudi. Hertzl berhasil menyusupkan kadernya yang bernama Trotisky ke dalam barisan kepemimpinan revolusi Rusia yang dipimpin oleh Lenin.
Melalui gerakan zionis ini pula, bangsa Yahudi merampas tanah milik orang orang Palestina. Mereka melakukan aksi terorisme secara sistematis terhadap warga Palestina. Terorisme juga berkembang di beberapa kawasan dunia ini. Di Amerika Latin, ada FARC (Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia) di Kolombia, CAL (Comandos Armados de Liberacion) di Puerto Rico, dan Sanders Luminoso (Jalan Terang) di Peru. Di Kanada ada organisasi teroris FLQ (Front de Liberacion du Quebec).
Di kawasan Timur Jauh, ada Sekigum (Tentara Merah Jepang). Di Timur Tengah ada gerakan terorisme seperti Black September, Lohame Herut Israel, Irgun Zvaileumi, dan As-Sa’ga. Di Eropa antara lain Baader-Meinhof, Brigade Merah, Rotte Armee Fraktion di Jerman. Di Italia ada Brigate Rosse (Tentara Merah). Aksi terorisme juga dilakukan oleh Tentara Irlandia Utara (IRA) dan ETA (Euzkadita As-katasuna) di Basque, Spanyol. (Terorisme Seorang Islam) Secara kualitatif, aksi terorisme mengikuti perkembangan zaman, terutama dalam hal memanfaatkan dan menyerap kemajuan teknologi guna melancarkan makarnya. Negara zionis Yahudi termasuk negara yang menggunakan teknologi persenjataan terkini untuk melakukan aksi terorismenya. Entah berapa ribu warga Palestina yang dibantai oleh Zionis Yahudi.
Demikian pula peristiwa April 1995, Timothy McVeigh melakukan aksi terorisme dengan meruntuhkan gedung Federal di Oklahoma. Sedikitnya 169 orang tewas tertimbun reruntuhan bangunan dan ratusan lainnya harus dilarikan ke rumah sakit karena cedera atau luka. Timothy McVeigh adalah aktivis gerakan Patriot Kristen yang ingin menegakkan superioritas kulit putih beragama Kristen di muka bumi ini. Begitulah ragam aksi terorisme. Gerakan mereka pada umumnya dilandasi keputusasaan melihat realitas yang ada. Mereka lantas mengambil jalan pintas seraya membawa bendera atas nama agama, kelompok tertindas, bahkan bangsa. Memilih “jalan pintas” menunjukkan isyarat betapa mereka memiliki akal yang dangkal dan cara berpikir yang pendek. Mereka adalah orang-orang yang “bersumbu pendek”, mudah terstimulasi dan bereaksi, serta sufaha’ul ahlam, orang-orang bodoh yang dangkal akalnya.
Wallahu a’lam.