Jenis Hewan Ternak yang Terkena Zakat
Hewan ternak yang terkena zakat ada tiga jenis, yaitu unta, sapi, dan kambing/domba.
- Unta meliputi unta ‘irab (unta Arab) yang berpunuk satu dan unta bakhathi[1] yang berpunuk dua.
- Sapi meliputi seluruh jenis sapi ternak dan kerbau.
Ibnul Mundzir rahimahullah telah menukil ijmak ulama dalam al-Ijma’ (no. 91) bahwa kerbau termasuk jenis sapi yang terkena zakat. Syaikhul Islam rahimahullah menukilnya dari Ibnul Mundzir rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa (25/37). Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam al-Mughni (2/373), “Kami tidak mengetahui perbedaan pendapat dalam hal ini.”
Adapun sapi liar/banteng, tidak dikenai zakat menurut Ibnu Qudamah rahimahullah dan jumhur (mayoritas) ulama. Hujahnya, sapi liar/banteng tidak termasuk binatang ternak seperti halnya binatang liar lainnya yang tidak terkena zakat.
- Kambing meliputi kambing biasa dan domba/biri-biri.
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan fukaha (para ahli fikih) bahwa kambing dan domba disatukan dalam perhitungan nisab dan zakat. Demikian pula seluruh jenis sapi dan kerbau yang beragam jenisnya disatukan dalam perhitungan nisab dan zakat. Seluruh jenis unta yang beragam jenisnya juga disatukan dalam perhitungan nisab dan zakat.
Adapun yang berbeda jenis, tidak disatukan. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Karena itu, kambing tidak disatukan dengan sapi dan unta dalam perhitungan nisab dan zakat.
Baca juga: Adab Pembayaran Zakat
Perlu diketahui bahwa memelihara hewan ternak ada beberapa tujuan:
-
Untuk diternak/dikembangbiakkan dan diperah susunya.
Jenis inilah yang terkena zakat dengan syarat bersifat sa’imah. Yang dimaksud bersifat sa’imah ialah diternak dengan cara digembalakan supaya makan rumput dan tumbuhan yang tumbuh secara liar sepuasnya, tanpa mengeluarkan tenaga dan biaya untuk melayani makannya.
Adapun yang bersifat ‘alufah, yaitu yang memakan tenaga dan biaya untuk melayani makannya, baik dengan cara disabitkan rumput, dibelikan, atau ditanamkan rumput di suatu tempat dan digembalakan di situ, jenis ini tidak terkena zakat. Ini adalah pendapat Ahmad, asy-Syafi’i, Abu Hanifah, dan jumhur ulama. Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, asy-Syaukani, dan al-Utsaimin.
Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik radhiyallahu anhu bahwa Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu anhu menulis kitab zakat kepadanya ketika mengutusnya sebagai amil (petugas zakat) ke negeri Bahrain. Di antara isinya,
وَفِى صَدَقَةِ الْغَنَمِ فِى سَائِمَتِهَا إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ شَاةٌ، فَإِذَا زَادَتْ عَلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ إِلَى مِائَتَيْنِ شَاتَانِ، فَإِذَا زَادَتْ عَلَى مِائَتَيْنِ إِلَى ثَلاَثِمِائَةٍ فَفِيهَا ثَلاَثٌ، فَإِذَا زَادَتْ عَلَى ثَلاَثِمِائَةٍ فَفِى كُلِّ مِائَةٍ شَاةٌ، فَإِذَا كَانَتْ سَائِمَةُ الرَّجُلِ نَاقِصَةً مِنْ أَرْبَعِينَ شَاةً وَاحِدَةً فَلَيْسَ فِيهَا صَدَقَةٌ، إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا
“Pada zakat domba/kambing yang bersifat sa’imah, jika jumlahnya 40 hingga 120 ekor, zakatnya satu ekor syah (kambing/domba). Jika jumlahnya lebih dari 120 hingga 200 ekor, zakatnya dua ekor syah. Apabila jumlahnya lebih dari 200 hingga 300 ekor, zakatnya tiga ekor syah. Jika jumlahnya lebih dari 300 ekor, pada setiap seratus ekor zakatnya satu ekor syah. Jika jumlah sa’imah seseorang kurang satu ekor saja dari empat puluh, tidak ada zakatnya, kecuali jika pemiliknya menghendaki (untuk bersedekah).” (HR. al-Bukhari, no. 1454)
Baca juga: Zakat Emas dan Perak
Demikian pula hadits Mu’awiyah bin Haidah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
فِي كُلِّ إِبِلٍ سَائِمَةٍ فِي كُلِّ أَرْبَعِينَ ابْنَةُ لَبُونٍ … الْـحَدِيثَ
“Pada setiap unta yang bersifat sa’imah untuk setiap empat puluh ekor unta, zakatnya bintu labun[2] … dst.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan an-Nasai, dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya, yaitu Mu’awiyah bin Haidah, dinilai sahih oleh al-Hakim dan dibenarkan oleh adz-Dzahabi. Al-Albani berkata dalam Irwa’ al-Ghalil [3/264], “Hadits ini hanya hadits hasan, karena adanya perbedaan pendapat yang telah diketahui tentang Bahz bin Hakim.”)
Kedua hadits ini menunjukkan persyaratan sa’imah pada zakat kambing/domba dan unta. Adapun zakat sapi diqiyaskan kepada keduanya, karena ketiganya memiliki makna yang sama dalam hal ini.
Baca juga: Zakat Biji-Bijian dan Buah-Buahan
Pertanyaannya, apakah dipersyaratkan sai’mah dalam setahun penuh atau tidak?
Dalam hal ini ada perbedaan pendapat.
- Asy-Syafi’i rahimahullah mempersyaratkan hal itu dan pendapat ini didukung oleh asy-Syaukani
- Sepertinya yang rajih adalah pendapat Ahmad dan Abu Hanifah rahimahumallah yang mengatakan bahwa hal itu bukan syarat. Pendapat ini didukung oleh al-Utsaimin
Hujahnya adalah keumuman dalil yang mewajibkan zakat pada hewan ternak, sedangkan sifat sa’imah pada ternak tidaklah menjadi hilang dengan sekadar dilayani makanannya dalam kurun waktu yang singkat dalam setahun. Apalagi hal ini tidak mungkin terhindar pada pemeliharaan hewan ternak. Jadi, jika hal ini dianggap membatalkan sifat sa’imah padanya akan berkonsekuensi tidak ada zakat sama sekali pada hewan ternak.
Jadi, yang diperhitungkan dalam menyifati sa’imah/tidaknya adalah yang mendominasi. Jika digembalakan untuk makan rumput secara bebas dalam kurun waktu lebih dari enam bulan, berarti disifati sa’imah karena hal itu yang mendominasi. Sebaliknya, jika dilayani makanannya dalam kurun waktu lebih dari enam bulan, berarti ‘alufah dan bukan sa’imah, karena hal itu yang mendominasi. Jika sebanding enam bulan enam bulan, tidak terkena zakat. Sebab, pada asalnya hewan ternak tidak terkena zakat hingga memiliki sifat sa’imah. Sementara itu, dalam hal ini ia tidak bisa disifati sebagai sa’imah.
-
Untuk dimanfaatkan tenaganya sebagai ‘awamil (hewan pekerja).
Unta dipekerjakan untuk mengangkut (barang) atau mengairi sawah ladang. Sapi untuk membajak sawah atau untuk mengairi sawah ladang. Adapun kambing dan domba tidak digunakan sebagai ‘awamil.
‘Awamil tidak ada zakatnya, sebagaimana pendapat jumhur ulama, seperti Ahmad, asy-Syafi’i, Abu Hanifah, ats-Tsauri, dan yang lainnya. Dalam masalah ini ada hadits Ali radhiyallahu anhu,
لَيْسَ فِي الْبَقَرِ الْعَوَامِلِ صَدَقَةٌ
“Tidak ada zakat pada sapi pekerja.” (HR. Abu Dawud dan ad-Daraquthni)
Namun, kesahihannya diperselisihkan oleh ahlul hadits (pakar hadits). Al-Albani rahimahullah menilainya sahih dalam Shahih Abi Dawud (no. 1572), sedangkan al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan dalam Bulughul Maram, “Yang rajih hadits ini mauquf atas Ali (ucapan Ali).”
Ada beberapa hadits yang lain, tetapi semuanya dha’if (lemah). Hadits-hadits dinilai dha’if oleh al-Albani dalam Dha’if al-Jami’ (no. 4904, 4905). Hadits-hadits ini juga dinilai dha’if oleh asy-Syaukani dalam as-Sailul Jarrar (2/36—37).
Baca juga: Jenis-Jenis Harta yang Diperselisihkan Zakatnya
Hal ini dikuatkan dari sisi makna bahwa kedudukan unta/sapi pekerja seperti halnya keledai, bagal (peranakan keledai dan kuda), dan kuda yang digunakan sebagai tunggangan serta angkutan. Serupa pula dengan budak-budak yang dimiliki dan perabot-perabot rumah.
Sementara itu, harta-harta ini tidak ada zakatnya berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu,
لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِي عَبْدِهِ وَلَا فَرَسِهِ صَدَقَةٌ
“Tidak ada kewajiban zakat atas diri seorang muslim pada budak dan kudanya.” (HR. al-Bukhari no. 1464 dan Muslim no. 982)
Tidak ada yang menyelisihi jumhur dalam masalah ini selain Imam Malik dan al-Laits rahimahumallah yang berpendapat ada zakatnya.
Nisab Hewan Ternak & Kadar Zakat yang Wajib Dibayarkan
Mengingat bahwa di Indonesia ini tidak ada yang beternak unta, maka kami sengaja tidak membahasnya secara rinci. Kami memfokuskan pembahasan pada zakat sapi dan domba/kambing.
-
Sapi tidak terkena zakat hingga jumlahnya mencapai nishab terminim, yaitu 30 ekor.
Rinciannya adalah sebagai berikut.
- Jumlah 30 ekor; zakatnya satu ekor tabi’/jadza’ (sapi jantan yang berusia satu tahun lebih) atau tabi’ah/jadza’ah (sapi betina yang berusia satu tahun lebih).
- Jumlah 40 ekor; zakatnya satu ekor musinnah/tsaniyyah (sapi betina yang berusia dua tahun lebih).
Nisab yang terminim ialah 30 ekor dan zakatnya satu ekor tabi’/jadza’ atau tabi’ah/jadza’ah. Berapa pun lebihnya tidak terkena zakat hingga mencapai nisab berikutnya.
Nisab berikutnya ialah 40 ekor dan zakatnya satu ekor musinnah/tsaniyyah, berapa pun lebihnya tidak terkena zakat hingga mencapai jumlah nisab yang pertama atau jumlah nishab yang kedua.
Baca juga: Golongan yang Tidak Berhak Menerima Zakat
Rincian ini berdasarkan hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu anhu.
أَنَّ النَّبِيَّ بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ، فَأَمَرَهُ أَنْ يَأْخُذَ مِنْ كُلِّ ثَلَاثِينَ بَقَرَةً تبيعاً أَوْ تَبِيعَةً، وَمِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ مُسِنَّةٌ
Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengutusnya ke negeri Yaman. Beliau memerintahkan kepadanya untuk memungut zakat dari setiap 30 ekor sapi satu ekor tabi’ atau tabi’ah dan dari setiap 40 ekor satu ekor musinnah. (HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah, dinilai hasan oleh at-Tirmidzi, dan dinilai sahih oleh Ibnu Hibban, al-Hakim, adz-Dzahabi, Ibnu Abdil Barr, Syaikhul Islam dalam Majmu’ al-Fatawa [25/36], serta al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil no [795])
Inilah rincian zakat sapi menurut pendapat yang benar, yaitu pendapat jumhur ulama. Wallahul muwaffiq.
-
Kambing dan domba tidak terkena zakat hingga jumlahnya mencapai nisab terminim, yaitu 40 ekor.
Rinciannya sebagai berikut:
- Jumlah 40—120 ekor; zakatnya satu ekor domba jadza’ah (domba betina yang berusia enam bulan lebih) atau kambing tsaniyyah/musinnah (kambing betina yang berusia setahun lebih).[3]
- Jumlah 121—200 ekor; zakatnya dua ekor domba jadza’ah atau kambing tsaniyyah/musinnah.
- Jumlah 201—300 ekor; zakatnya tiga ekor domba jadza’ah atau kambing tsaniyyah/musinnah.
- Lebih dari 300 ekor; zakatnya satu ekor domba jadza’ah atau kambing tsaniyyah/musinnah pada setiap seratus ekornya.
Nisab yang terminim ialah 40 ekor dan zakatnya satu ekor. Berapa pun lebihnya, tidak ada zakatnya hingga mencapai nisab berikutnya.
Nisab berikutnya ialah 121 ekor dan zakatnya dua ekor. Berapa pun lebihnya, tidak ada zakatnya hingga mencapai nisab berikutnya.
Nisab berikutnya ialah 201 ekor dan zakatnya tiga ekor. Berapa pun lebihnya tidak ada zakatnya hingga mencapai nisab berikutnya.
Nisab berikutnya ialah 300 ekor dan zakatnya satu ekor pada setiap seratus ekornya. Berarti untuk 300 ekor zakatnya tiga ekor. Berapa pun lebihnya tidak ada zakatnya hingga mencapai kelipatan seratus berikutnya, maka keluar empat ekor, dan seterusnya.
Baca juga: Golongan yang Berhak Menerima Zakat
Rincian tersebut disepakati oleh ulama, kecuali rincian nisab terakhir. Yang kami sebutkan adalah mazhab jumhur berdasarkan hadits Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu anhu yang telah kami sebutkan di atas.
Berdasarkan penjelasan di atas, zakatnya adalah domba betina yang berusia jadza’ah atau kambing betina yang berusia tsaniyyah/musinnah. Apakah sah jika dibayarkan dengan domba jadza’ jantan atau kambing tsaniyy?
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Yang rajih adalah pendapat asy-Syafi’i rahimahullah dan difatwakan oleh al-Lajnah ad-Da’imah bahwa sah. Sebab, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits memutlakkan lafaz syah[4] (kambing/domba) yang meliputi jantan dan betina, sebagaimana halnya pada hewan kurban yang juga meliputi jantan dan betina. Wallahu a’lam.
Waqas pada Zakat Hewan Ternak
Pada rincian di atas kita mendapati ada jumlah hewan ternak yang tidak terkena zakat, yaitu kelebihan dari nisab yang belum mencapai nisab berikutnya. Jumlah antara dua nisab yang tidak terkena zakat ini dinamakan waqas.
Sebagai contoh, waqas pada sapi antara 30 ekor dengan 40 ekor adalah 9 ekor. Jumlah 9 ekor tersebut tidak ada zakatnya. Waqas pada kambing/domba antara 40 ekor dengan 121 ekor adalah 80 ekor. Jumlah 80 ekor tersebut tidak ada zakatnya.
Waqas ini hanya ada pada zakat hewan ternak dan tidak ada pada zakat harta lainnya.
Catatan Kaki
[1] Dikenal di benua Afrika. Lihat asy-Syarhul Mumti’ (6/51).
[2] Bintu labun adalah anak unta betina yang umurnya telah sempurna dua tahun dan sudah masuk tahun ketiga.
[3] Tafsiran domba jadza’ah dan kambing tsaniyyah dengan batasan umur yang kami sebutkan adalah pendapat ulama mazhab Hanbali dan Hanafi, dipilih oleh al-Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’ (7/460) dan Ahkam al-Udhhiyyah, serta Ibnu Baz bersama al-Lajnah ad-Da’imah dalam Fatawa al-Lajnah (11/414-415).
Pendapat yang lain menyatakan domba jadza’ah adalah yang berumur setahun lebih. Lihat al-Mughni (2/380) dan al-Majmu’ (5/362).
[4] Pada hadits Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu anhu yang telah lewat, baik pada zakat kambing/domba maupun pada zakat unta jika zakatnya berupa kambing/domba.
Ditulis oleh Ustadz Abu Abdillah Muhammad al-Makassari