Agar Kesedihan Berbuah Keutamaan

Apabila Tertimpa Perasaan Sedih, Cemas, Takut, Gundah Gulana, Rindu, Haru, Menangis, dan Sempit

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, rahimakumullah.

Artikel ini adalah seri keempat dari tulisan yang dibagi menjadi beberapa seri. Bagi yang belum membaca seri 1, 2, dan 3 mohon berkenan membaca pada tautan berikut.

Seri 1: Tidak Ada yang Sia-Sia di Sisi Allah

Seri 2: Ikhlas untuk Allah dalam Bertugas

Seri 3: Pahala Besar Menanti Anda

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, hafizhakumullah (semoga Allah menjaga Anda semua).

Menghadapi pelik dan beratnya keadaan pasien dan segala permasalahan yang terkait dengan COVID-19; tentu tidak mudah. Tak jarang, hati ini sedih. Ketakutan untuk tertular tentu selalu membayangi. Belum lagi jika teringat keluarga, ibu, anak, istri, dan kerabat. Bahkan, tak jarang, kematian terbayang di pelupuk mata.

“Jangan-jangan aku sudah tertular? Jangan-jangan aku positif?”

Saudaraku, perlu kita ingat bahwa kita adalah manusia. Kita lemah. Kita tidak berdaya. Kita sangat membutuhkan pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, serahkan semuanya hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata.

Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan kisah Nabi Ya’qub alaihis salam dalam Al-Qur’an ketika beliau tetimpa kesedihan yang luar biasa,

قَالَ إِنَّمَآ أَشۡكُواْ بَثِّي وَحُزۡنِيٓ إِلَى ٱللَّهِ وَأَعۡلَمُ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ

Dia (Ya’qub) berkata, Aku mengadukan (seluruh) kesusahan dan kesedihanku hanya kepada Allah.” (Yusuf: 86)

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menjelaskan tentang perkataan Nabi Ya’qub tersebut,

  • “Aku mengadukan (seluruh) kesusahanku,” yakni aku tidak menampak-nampakkan kesusahanku melalui ucapanku.
  • “Aku mengadukan (seluruh) kesedihanku, yakni kesedihan yang mendalam yang ada di dalam hatiku.

Aku mengadukan seluruh kesusahan dan kesedihanku hanya kepada Allah semata, bukan kepada kalian (yakni sebagian anak-anak Nabi Ya’qub) dan bukan pula para makhluk selain kalian.” (Lihat Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan hlm. 404)

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, semoga Allah senantiasa memberikan perlindungan kepada Anda.

Kami memohon agar Anda menyempatkan membaca artikel kami sebelumnya pada tautan berikut.

Doa-Doa ketika Tertimpa Kesempitan dan Kesedihan

Di dalam artikel tersebut, dijelaskan apa yang harus diucapkan ketika tertimpa kesusahan dan kesedihan. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita untuk menghafalkannya.

Apabila kita cermati dan renungi, seluruh doa-doa tersebut (doa ketika tertimpa kesedihan dan kesulitan) ternyata kembalinya pada satu muara, yakni mentauhidkan Allah dan menyerahkan segalanya hanya kepada-Nya. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita untuk mengamalkannya.

Baktiku kepada Ibu pada Masa Wabah

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan dan kelancaran kepada Anda.

Ketika Anda sedang menjalankan kesibukan dan rutinitas dalam menangani pasien, mungkin kadang terlintas wajah ibunda di benak Anda. Bahkan, guratan di wajah beliau pun bisa terbayang dengan jelas di pikiran kita. Nasihat-nasihat beliau pun masih terngiang di alam bawah sadar kita. Ya, benar. Ibu kita. Beliaulah perantara kita lahir ke dunia.

Ibu, aku rindu. Ibu, aku ingin bertemu dan mencium keningmu.

Izinkan aku berbisik lirih, “Ibu, maafkanlah anakmu ini. Selama ini aku belum bersungguh-sungguh berbakti.”

Ya Allah, izinkan jantungku terus berdetak hingga masa wabah ini selesai, sehingga aku bisa memperbaiki baktiku kepada ibuku. Ibu, doakan anakmu ini. Ibu, anakmu selalu merindukanmu.

Saudaraku, semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjaga Anda.

Ibu kita adalah manusia yang paling berjasa kepada kita di dunia. Oleh karena itu, beliau adalah manusia yang paling berhak mendapatkan bakti kita yang terbaik. Bahkan, Allah subhanahu wa ta’ala menggandengkan perintah untuk berbakti kepada orang tua, setelah perintah untuk mentauhidkan-Nya.

Bakti kita kepada kedua orang tua adalah ibadah. Meski demikian, sebesar apa pun bakti dan perbuatan baik kita kepada ibu, belumlah teranggap untuk membalas kebaikannya.

Said bin Abi Burdah rahimahullah berkata,

“Aku mendengar ayahandaku bercerita bahwa ia pernah menyaksikan Ibnu Umar melihat seorang lelaki dari negeri Yaman yang tengah melakukan ibadah thawaf di Ka’bah.

Ia berkeliling dalam thawafnya sambil menggendong ibundanya di punggung seraya bersyair,

إِنِّي لَهَا بَعِيرُهَا الْمُذَلَّلُ

Sesungguhnya aku baginya (ibunya, -pent.) layaknya unta yang tunduk dan patuh.

إِنْ أُذْعِرَتْ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرِ

Sekiranya hewan tunggangannya ketakutan, maka akulah tunggangan yang tak kenal kata takut.

Kemudian, ia berujar kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah menurutmu dengan amalanku ini aku telah teranggap membalas jasa ibundaku?”

Ibnu Umar dengan tegas menjawab,

لَا، وَلَا بِزَفْرَةٍ وَاحِدَةٍ

“Tidak, meskipun hanya membalas sekali hembusan napas ibundamu sewaktu melahirkanmu.” (al-Adabul Mufrad hlm. 8, dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Adab al-Mufrad hlm. 36)

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, semoga Allah membalas Anda dengan pahala yang berlipat-lipat.

Apa yang saat ini Anda lakukan merupakan ibadah yang besar dan mulia. Uraian singkat pada artikel sebelumnya sudah lebih dari cukup untuk menunjukkan begitu besar pahala yang menanti Anda. Lantas apa hubungannya dengan bakti kepada ibu?

Alhamdulillah, dalam agama Islam yang indah ini, semua amal saleh anak, pahalanya akan mengalir kepada orang tuanya. Kesibukan Anda saat ini yang sedang mati-matian berjuang, merupakan salah satu bakti Anda kepada orang tua.

Ya, benar. Orang tua Anda juga akan mendapatkan pahala.

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah menjelaskan,

“Semua hal yang dilakukan seorang anak, maka kedua orang tua mendapat manfaat darinya karena keduanya menjadi sebab terjadinya kebaikan ini. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa taala,

أَمۡ لَمۡ يُنَبَّأۡ بِمَا فِي صُحُفِ مُوسَىٰ ٣٦ وَإِبۡرَٰهِيمَ ٱلَّذِي وَفَّىٰٓ ٣٧ أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزۡرَ أُخۡرَىٰ ٣٨ وَأَن لَّيۡسَ لِلۡإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (anNajm: 36—39)

Dalam hadits yang sahih disebutkan,

أَفْضَلُ الْكَسْبِ كَسْبُ الرَّجُلِ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَأَنَّ أَوْلَادَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ

Sebaik-baik usaha seorang adalah usaha dari perbuatan tangannya sendiri dan sesungguhnya anak-anak kalian termasuk bagian dari usaha kalian.[1]

Dari hadits di atas, kita bisa mengambil faedah sebagaimana yang telah disebutkan, bahwa setiap amalan saleh yang dilakukan oleh seorang anak, maka pahalanya juga akan mengalir kepada orang tuanya.” (Rekaman audio Silsilah al-Huda Wa an-Nur no. 83)

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, rahimakumullah.

Semoga setelah wabah ini usai, kita masih mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki bakti kita kepada ibunda. Di antara cara dan bentuk bakti yang paling utama yang bisa dilakukan seorang anak adalah hendaklah dia menjadi hamba Allah yang saleh. Hamba yang bersungguh-sungguh menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya, dengan ikhlas dan dilandasi ilmu agama.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila manusia wafat, terputuslah amalannya, kecuali dari tiga hal: (1) sedekah jariyah (yang kemanfaatannya terus ada, -pent.), (2) ilmu yang bermanfaat, dan (3) anak saleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim no. 1631 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala masih mengizinkan kita semua untuk memperbaiki bakti kita kepada kedua orang tua kita. Karena itu, optimislah! Sandarkan semuanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala!

Besarnya Nikmat Keluarga: Istri, Anak-Anak, dan Cucu

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, hafizhakumullah (semoga Allah menjaga Anda semua).

Sungguh, di antara nikmat terbesar yang Allah karuniakan kepada seorang hamba adalah sebuah keluarga: istri yang salihah, anak-anak yang lucu nan menggemaskan, dan saudara atau saudari yang baik. Bahkan, termasuk pula cucu, mengingat di antara kita ada yang sudah menjadi mbah kakung atau mbah putri.

Ya, benar. Tak terasa, rambut kita perlahan beruban. Waktu berlalu cepat. Putra-putri kita yang rasa-rasanya kemarin lusa masih dalam belaian kita, ternyata sudah memiliki keturunan. Ya, cucu kita. Cucu-cucu yang lucu dan ngangeni. Kalau kita sudah rindu, rasanya tak terbendung lagi ingin segera bertemu. Saudaraku, semua itu adalah nikmat dari Allah subhanahu wa ta’ala yang harus kita syukuri.

Namun, pada kondisi wabah penyakit seperti ini, banyak tenaga kesehatan yang tidak bisa berjumpa dengan keluarga. Bukan tidak mau, tetapi kondisi yang memang memaksa. Sebagian mereka tidak ingin memudaratkan keluarga di rumah. Kalau sudah demikian, rindu tak tertahankan pun terpaksa dipendam. Disimpan saja dalam-dalam.

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, semoga Allah senantiasa memberikan perlindungan kepada Anda.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang muslim pun tertimpa kelelahan, sakit, cemas, kesedihan, gangguan, dan gundah gulana; meskipun hanya duri yang menusuknya; kecuali Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan sebab itu semua.” (HR. al-Bukhari no. 5641 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan dan kelancaran kepada Anda.

Jika suatu saat Anda dilanda perasaan sedih karena belum bisa bertemu keluarga, cemas, gundah gulana, kelelahan, dll.; ikhlaskanlah semuanya hanya untuk Allah. Semoga dengan Anda bersabar dan ikhlas, Allah subhanahu wa ta’ala akan menghapuskan dosa-dosa Anda dan membersihkan kesalahan-kesalahan Anda.

Pahala Tanpa Batas

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat.

Sesuatu yang berat akan terasa lebih ringan jika seseorang mengingat-ingat balasannya. Kesedihan dan gundah gulana yang sedang meliputi pun akan terasa lebih reda apabila seseorang meyakini besar dan berlipatnya pahala yang menanti.

Oleh karena itu, apabila Anda mengalami sesuatu yang menurut Anda tidak sesuai dengan harapan, padahal Anda sudah berdoa, berikhtiar, dan bertawakal; serahkanlah semuanya hanya kepada Allah. Bersabarlah. Hendaklah Anda mengetahui bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memberikan pahala tanpa batas kepada hamba-hamba-Nya yang bersabar.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَيۡرِ حِسَابٍ

“Sungguh, hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (az-Zumar: 10)

Syaikh Abduraahman as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “(Keutamaan) ini bersifat umum mencakup seluruh jenis kesabaran:

  • Sabar terhadap takdir Allah yang membuatnya bersedih. Hendaklah dia tidak marah (yakni, hendaklah dia ridha) terhadap takdir tersebut.

  • Sabar ketika menahan diri dari bermaksiat kepada Allah. Jangan sampai dia terjatuh dalam kemaksiatan.

  • Sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah. Hendaklah dia bersungguh-sungguh melaksanakannya.

Allah subhanahu wa ta’ala menjanjikan pahala yang tiada batasnya bagi orang-orang yang bersabar. Maknanya, balasan pahala yang tanpa batasan, banyaknya pahala yang tiada terhitung, dan besarnya pahala tanpa diukur kadarnya.

Tidaklah yang demikian itu, kecuali karena agungnya sabar dan mulianya kedudukan sabar di sisi Allah. Demikian pula, sabar benar-benar penolong dalam setiap permasalahan.” (Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan hlm. 720)

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberi Anda kesabaran, perlindungan, dan kelancaran dalam bertugas.


[1] Hadits ini dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Irwa` al-Ghalil no. 1626.

 

Ditulis oleh Ustadz Abu Ismail Arif

dukungan untuk tenaga kesehatankesedihan berpahalanasihat untuk tenaga kesehatannasihat untuk tenaga medispahala membantu orang lainSabarsedih