Al-Qur’an, Bukti Abadi Kenabian

Sebagai penutup para nabi, Allah Subhanahu wata’ala menguatkan dakwah beliau dengan berbagai mukjizat dan bukti-bukti kenabian. Sebagian bukti kenabian berupa mukjizat telah kita baca bersama. Sebagai penyempurna pembahasan, mari kita menyelami mukjizat terbesar dan bukti teragung dari kenabian beliau. Al- Qur’an, itulah mukjizat yang kekal hingga hari kiamat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنَ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ نَبِيٍّ إِلاَّ قَدْ أُعْطِيَ مِنَ الْآيَاتِ مَا مِثْلُهُ آمَنَ عِلَيْهِ الْبَشَرُ. وَإِنَّمَا كَانَ الَّذِي أُوْتِيْتُ وَحْيًا أَوْحَى اللهُ إِلَيَّ. فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَكْثَرَهُمْ تَابِعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Tidak ada seorang nabi pun, kecuali diberi bukti-bukti (mukjizat) yang dengan semisal itu manusia beriman, dan (di antara bukti kenabian/mukjizat yang aku dianugerahi adalah wahyu yang Allah Subhanahu wata’ala wahyukan kepadaku, dan aku berharap menjadi nabi yang terbanyak pengikutnya di hari kiamat.” (HR. Muslim no. 152 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Hadits ini menegaskan bahwa wahyu yang diturunan oleh Allah Subhanahu wata’ala kepada beliau adalah bukti kebenaran dakwah. Banyak sisi kemukjizatan al-Qur’an, bahkan seluruh ayat al-Qur’an adalah bukti kebenaran dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Al-Qur’an, Kitab Hidayah Al-Qur’an adalah jalan yang terang, petunjuk Allah Subhanahu wata’ala yang membimbing manusia di atas hidayah. Inilah sesungguhnya sisi terbesar dari keagungan al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah kitab hidayah.

Ia menunjukkan manusia ke jalan kebenaran, membedakan antara yang haq dan yang batil, menjelaskan jalan ahlul jannah dan jalan-jalan kesesatan. Melalui ayat-ayat al-Qur’an, hamba mengenal Allah Subhanahu wata’ala, nama-nama, dan sifat-sifat-Nya. Melalui ayat-ayat al- Qur’an jugalah hamba mengenal segala jalan yang mengantarkan ke jannah (surga) dan menyelamatkan dari neraka.

إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

“Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (al-Isra’: 9)

ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ

“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (al-Baqarah: 2)

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَل لَّهُ عِوَجًا ۜ () قَيِّمًا لِّيُنذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِّن لَّدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا

“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya al-Kitab (al-Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik.” (al-Kahfi: 1—2)

Al-Qur’an Terpelihara Keotentikannya

Di antara sisi kemukjizatan al- Qur’an, ia adalah kitab yang senantiasa terjaga keasliannya. Tidak ada satu huruf, bahkan satu harakat pun, yang berubah dari apa yang Allah Subhanahu wata’ala turunkan kepada Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Betapa lemahnya manusia di hadapan kekuasaan Allah Subhanahu wata’ala. Seribu empat ratus tiga puluh tiga tahun sejak hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak ada seorang kafir pun mampu mengubahnya walaupun satu harakat, padahal orang kafir demikian banyak, bahkan tidak sedikit dari mereka yang jenius. Mereka juga sangat bersemangat memerangi Islam… Manakah kemampuan mereka di hadapan kekuasaan penjagaan Allah Subhanahu wata’ala? Allah Subhanahu wata’ala berjanji dalam sebuah ayat,

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr: 9)

Wahai manusia yang masih meragukan kebenaran dakwah Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, jika kalian mau merenungkan satu sisi ini saja, sudah seharusnya kalian segera memeluk Islam, agama para nabi dan rasul.

Tantangan Kepada Seluruh Manusia dan Jin untuk Mendatangkan yang Serupa dengan al-Qur’an

Di antara sisi kemukjizatan al- Qur’an, tidak ada seorang pun, bahkan gabungan seluruh manusia dan jin, yang mampu membuat yang semisal dengan al-Qur’an. Allah Subhanahu wata’ala memberikan tantangan kepada seluruh jin dan manusia untuk mendatangkan yang serupa dengan al- Qur’an secara utuh, atau beberapa surat, atau satu surat, jika mereka mampu. Tahapan tantangan Allah Subhanahu wata’ala kepada manusia dan jin untuk mendatangkan yang serupa dengan kalam-Nya tersebut dalam beberapa ayat berikut.

1. Allah Subhanahu wata’ala menantang jin dan manusia untuk membuat yang seperti al-Qur’an.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

أَمْ يَقُولُونَ تَقَوَّلَهُ ۚ بَل لَّا يُؤْمِنُونَ () فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِّثْلِهِ إِن كَانُوا صَادِقِينَ

Ataukah mereka mengatakan, “Dia (Muhammad) membuat-buatnya.” Sebenarnya mereka tidak beriman. Hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Qur’an itu jika mereka orang-orang yang benar. (ath-Thur: 33—34)

2. Allah Subhanahu wata’ala meringankan tantangan-Nya, jika tidak mampu mendatangkan semisal al-Qur’an, datangkanlah yang menandinginya beberapa surat saja.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِّثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُم مِّن دُونِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ

Bahkan, mereka mengatakan, “Muhammad telah membuat-buat al-Qur’an itu.” Katakanlah, “(Kalau demikian), datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar.” (Hud: 13)

3. Allah Subhanahu wata’ala menantang yang ketiga kalinya, yang lebih ringan dari sebelumnya.

Dengan hanya membuat satu surat saja. Hal ini tertera dalam firman-Nya,

أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِّثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُم مِّن دُونِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ

Atau (patutkah) mereka mengatakan, “Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah, “(Kalau benar yang kamu katakan itu), cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapasiapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (Yunus: 38)

Tantangan Allah Subhanahu wata’ala kepada seluruh manusia dan jin telah berlalu 14 abad. Adakah yang mampu mendatangkan yang semisal dengan al-Qur’an?

Terbongkarnya Semua Upaya Pemalsuan dan Tandingan Al-Qur’an

Upaya pemalsuan dan usaha menandingi al-Qur’an sebenarnya sudah ada sejak awal Islam. Makar yang ditujukan kepada al-Qur’an mungkin akan berlanjut dari generasi ke generasi, namun semua makar tersebut terbongkar dan menemui kegagalan. Musailamah al-Kadzdzab, sosok nabi palsu yang muncul di akhir hayat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan kebusukan kalbunya, ingin menandingi Rasulullah Subhanahu wata’ala dengan mengaku dirinya sebagai nabi. Diriwayatkan, Musailamah al- Kadzdzab berjumpa dengan ‘Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu.

Musailamah bertanya, “Surat apa yang turun kepada sahabatmu di Makkah itu?” ‘Amr bin Ash menjawab, “Turun surat dengan tiga ayat yang sangat ringkas, namun sangat luas maknanya.” “Coba bacakan kepadaku surat itu!” Kemudian surat al-‘Ashr dibacakan oleh ‘Amr bin Ash. Musailamah merenung sejenak, ia berkata, “Kepadaku juga turun surat persisi seperti itu.” ‘Amr bin Ash bertanya, “Apa isi surat itu?” Musailamah menjawab, “Ya wabr, ya wabr. Innaka udzunani wa shadr. Wa sairuka hafrun naqr. (Hai marmut, hai marmut. Engkau hanyalah dua daun telinga dan dada. Adapun selebihnya adalah hina dan berpenyakit.)”

Mendengar itu ‘Amr bin Ash, yang saat itu masih kafir, tertawa terbahakbahak, “Demi Allah, engkau tahu bahwa aku sebetulnya tahu bahwa yang kamu omongkan itu adalah dusta.” Makar serupa juga diupayakan kaum Syiah Rafidhah. Mereka mengubah-ubah ayat. Mereka tambahi dan kurangi sesuai dengan kebutuhan agama mereka. Namun, seluruh ulama bangkit memperingatkan kekafiran Rafidhah ini. Di era modern, upaya pemalsuan al-Qur’an rupa-rupanya masih terus dilakukan oleh kaum kafir, seperti pembuatan al-Qur’an palsu pada tahun 2009 yang dilakukan oleh Penerbit Amerika, Omega 2001 dan One Press dengan judul “Furqanul Haq” dalam huruf Arab dan “True Furqan” dalam huruf Latin. Semua usaha di atas gagal. Justru semua kejadian itu semakin membuktikan bahwa al-Qur’an tidak tertandingi.Semua kejadian itu semakin menambah keimanan kaum muslimin terhadap janji Allah Subhanahu wata’ala.

Dihafalkan Banyak Manusia

Al-Qur’an dijaga oleh Allah Subhanahu wata’ala dari perubahan lafadz dan makna. Di antara bentuk penjagaan al-Qur’an, Allah Subhanahu wata’ala memudahkan al-Qur’an untuk dihafalkan. Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang dihafalkan oleh banyak manusia. Firman Allah Subhanahu wata’ala yang terdiri dari enam ribu sekian ayat dihafal oleh banyak kaum muslimin di seluruh belahan bumi dengan tepat, sampai huruf per huruf, bahkan panjang pendeknya bacaan. Kaum muslimin terus mempelajari dan menghafalkan al-Qur’an dari mulut ke mulut dengan sanad yang bersambung hingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan malaikat Jibril, sebagaimana yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Jangan Anda anggap penghafal al-Qur’an hanya orang-orang Arab. Yang sangat menakjubkan, al-Qur’an dihafalkan oleh orang yang sama sekali tidak mengerti bahasa Arab. Demi Allah, hal ini tidak mungkin terjadi pada kitabkitab lainnya. Bukan hanya orang dewasa yang menghafalkannya, bahkan al-Qur’an dihafalkan oleh anak-anak yang masih sangat belia sebelum masa balig mereka. Subhanallah, benarlah firman Allah Subhanahu wata’ala,

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ

“Dan sungguh telah Kami mudahkan al-Qur’an untuk diingat, apakah ada yang mau mengingatnya?” (al-Qamar: 17)

Banyak Fakta Ilmiah Disebutkan atau Diisyaratkan oleh Al-Qur’an

Banyak fakta ilmiah yang baru terbongkar pada era modern ini dan ternyata telah disebutkan oleh al-Qur’an, demikian pula oleh hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Semua ini menunjukkan bahwa al-Qur’an dan as-Sunnah datang dari Allah Subhanahu wata’ala, dan ini pula salah satu sisi kemukjizatan al-Qur’an. Sebagai contoh, al-Qur’an al-Karim menggambarkan secara detail proses pembentukan embrio dengan sangat tepat, di saat teknologi masa itu sama sekali belum menjangkaunya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang  itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (al-Mukminun: 14)

Dipertegas oleh hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu jangka waktu setiap fase perkembangan embrio hingga jabang bayi memiliki ruh. Allahu Akbar! Dari Abu Abdirrahman, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan, ‘Sesungguhnya setiap orang di antara kamu dikumpulkan kejadiannya di dalam rahim ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah (air mani), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama waktu itu juga (empat puluh hari), kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging) selama waktu itu juga, lalu diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu meniupkan ruh padanya….” (Muttafaqun ‘alaih)

Proses terjadinya hujan juga digambarkan secara detail oleh al- Qur’an. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ ۖ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ

“Dialah Allah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai para hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (ar-Rum: 48)

Gaya Bahasa yang Sangat Tinggi

Sebagaimana telah berlalu pembahasannya, banyak mukjizat para nabi dan rasul sesuai dengan keadaan zaman nabi tersebut. Ketika sihir mendapatkan posisi di masa Musa, Allah Subhanahu wata’ala pun memberikan mukjizat untuk mengalahkan sihir. Pada masa jahiliah, syair mempunyai kedudukan sangat tinggi dalam peradaban mereka. Syair di masa itu mencapai puncak-puncak kehebatan. Pada setiap musim haji, di pasar Ukaz sering diadakan perayaan sastra dan perlombaan membuat serta membaca syair. Makkah benar-benar menjadi pusat perdagangan dan kebudayaan kala itu. Karya-karya sastra terbaik dan monumental yang layak ditulis dengan tinta emas digantungkan di Ka’bah. Terkenallah Mu’allaqat as-Sab’ah, syair tujuh penyair terbaik yang digantungkan di Ka’bah. Syair ini dinamakan mu’allaqat karena indahnya syair-syair tersebut menyerupai perhiasan yang dikalungkan di leher seorang wanita.

Dikatakan assab’ah karena sesuai dengan jumlah penyairnya yang tujuh, Umru’ul Qais, Zuhair, Tarfah, Antarah, Labid, Amru ibn Kultsum, dan al-Haris ibn Hilza. Ya, manusia saat itu memuja syair dan memberikan apresiasi yang sangat tinggi. Maka dari itu salah satu bentuk rahmat Allah l dan hikmah-Nya yang mendalam, Dia Subhanahu wata’ala anugerahkan kepada Rasul-Nya bukti kenabian dan mukjizat yang mengagumkan, yaitu al-Qur’an yang turun dengan gaya bahasa yang tinggi dan tidak mampu ditandingi oleh siapa pun. Semua ahli sastra mengakui ketinggian bahasa al-Qur’an. Mereka pun mengakui kelemahan manusia untuk mendatangkan yang semisal dengan al-Qur’an. Mereka yakin sepenuhnya bahwa al-Qur’an bukan buatan manusia.

Allah Subhanahu wata’ala pun menakdirkan bahwa kekasih-Nya Rasulullah n adalah seorang ummi, tidak bisa membaca dan tidak menulis, sehingga semakin mengokohkan bahwa al-Qur’an bukan karya manusia. Keindahan dan kesempurnaan bahasa al-Qur’an benar-benar diakui, bukan hanya kaum muslimin, bahkan musuhmusuh Islam saat itu pun mengakuinya. Al-Walid bin Mughirah, seorang tokoh pembesar musyrikin Quraisy, berkata, “Demi Allah, ini bukanlah syair, bukan sihir, bukan pula igauan orang gila. Sesungguhnya ia adalah Kalamullah yang memiliki kemanisan dan keindahan. Sesungguhnya ia (al-Qur’an) sangat tinggi (agung) dan tidak ada yang melebihinya.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Al-Qur’an Mempunyai Pengaruh yang Kuat Terhadap Jiwa Manusia dan Jin

Salah satu sisi kemukjizatan al- Qur’an adalah memiliki pengaruh yang kuat terhadap jiwa manusia dan jin. Bahkan, seandainya al-Qur’an diturunkan kepada gunung, niscaya ia akan luluh lantak dan hancur. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

لَوْ أَنزَلْنَا هَٰذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ ۚ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

“Kalau sekiranya Kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir.” (al-Hasyr: 21)

Banyak riwayat di masa lalu atau berita-berita masa ini yang semuanya membuktikan betapa kuat pengaruh al-Qur’an pada jiwa manusia dan jin. Suatu hari di bulan Ramadhan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi Masjidil Haram. Saat itu kaum muslimin dan musyrikin sedang berkumpul. Tiba-tiba Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan surat an-Najm. Semuanya mendengarkan dengan saksama. Ketika sampai firman Allah Subhanahu wata’ala di akhir surat,

فَاسْجُدُوا لِلَّهِ وَاعْبُدُوا

“Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia).” (an-Najm: 62)

Seluruh yang mendengarnya serempak bersujud pada Allah Subhanahu wata’ala. Tidak ada satu pun yang mampu menahan dirinya untuk tidak bersujud, muslim ataupun kafir. Begitu juga kisah Utbah bin Rabi’ah yang diutus oleh kaumnya untuk meminta Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menghentikan dakwahnya. Ketika dia berjumpa dengan Rasulullah dan kemudian beliau bacakan surat Fushshilat 1—5, tersentuhlah jiwanya. Ketika kembali ke kaumnya dia berkata, “(Berita) yang aku bawa, aku telah mendengar suatu perkataan yang— demi Allah—belum pernah sama sekali aku dengar semisalnya.

Demi Allah, ia bukan syair, bukan sihir, dan bukan pula perkataan dukun.…” Riwayat lain yang menunjukkan betapa besar pengaruh al-Qur’an terhadap jiwa adalah kisah masuk Islamnya sahabat Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu. Beliau adalah tawanan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, di saat shalat maghrib beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca surat ath-Thur. Begitu mendengar bacaan kalamullah, hampir-hampir kalbu Jubair terbang. Itulah awal kali Islam masuk ke dalam relung kalbunya. Bukan hanya jiwa manusia, al- Qur’an juga memberikan pengaruh kepada jin, hingga mereka beriman dan mendakwahkan Islam kepada kaumnya. Kisah menakjubkan tentang alam jin diberitakan oleh Allah Subhanahu wata’ala dalam firman- Nya,

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِّنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنصِتُوا ۖ فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَىٰ قَوْمِهِم مُّنذِرِينَ () قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنزِلَ مِن بَعْدِ مُوسَىٰ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَىٰ طَرِيقٍ مُّسْتَقِيمٍ () يَا قَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan al-Qur’an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan(nya) lalu mereka berkata, “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya).” Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata, “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitabkitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih.” (al-Ahqaf: 29—31)

قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا () يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ ۖ وَلَن نُّشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا

Katakanlah (Wahai Nabi), “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (al-Qur’an), lalu mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’an yang menakjubkan (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorang pun dengan Rabb kami’.” (al-Jin: 1—2)

Bahkan, dengan penuh semangat, sekawanan jin meminta Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menghadiri alam mereka untuk membacakan al-Qur’an. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Suatu malam kami bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Tiba-tiba kami kehilangan beliau. Kita pun segera mencari beliau di lembahlembah dan jalan-jalan di celah bukit. Kami berkata, ‘Jangan-jangan jin telah membawa beliau terbang atau beliau dibunuh dengan licik (oleh musyrikin Makkah). Sungguh, malam itu kami merasakan sejelek-jelek malam bagi suatu kaum. Di pagi hari kami dikejutkan dengan kedatangan beliau dari arah Harra’.

Kami berseru, “Wahai Rasulullah, kami kehilangan engkau. Kami cari engkau namun tidak ada hasil. Kami pun bermalam dalam keadaan yang paling menyedihkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Seorang penyeru dari kalangan jin mendatangiku. Aku pergi bersamanya dan membacakan al-Qur’an kepada mereka.’ Beliau lalu mengajak kami dan menunjukkan bekas-bekas jin dan api mereka. (HR. Muslim, at-Tirmidzi, dan Ahmad)

Demikian hebat pengaruh al-Qur’an pada jiwa-jiwa jin dan manusia, namun kebanyakan manusia dan jin mencari jalan lain selain al-Qur’an, mengambil nyanyian dan alat musik sebagai penghibur jiwa. Demi Allah, bukan ketenangan yang diperoleh, justru kerugian dan kesempitan dadalah yang didapat.

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۚ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ () وَإِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِ آيَاتُنَا وَلَّىٰ مُسْتَكْبِرًا كَأَن لَّمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا ۖ فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

“Di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri, seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih.” (Luqman: 6—7)

Al-Qur’an, Obat Segala Penyakit

Ini sisi lain kemukjizatan al-Qur’an. Al-Qur’an adalah obat segala penyakit jasmani maupun rohani, penyakit jiwa atau badan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا

“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (al-Isra’: 82)

وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا أَعْجَمِيًّا لَّقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ ۖ أَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ ۗ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ ۖ

Dan jika Kami jadikan al-Qur’an itu suatu bacaan dalam selain bahasa Arab tentulah mereka mengatakan, “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?” Apakah (patut al-Qur’an) dalam bahasa asing, sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah, “Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar (obat) bagi orangorang yang beriman. (Fushshilat: 44)

Ibnul Qayyim rahimahumallah berkata, “Al- Qur’an adalah obat yang sempurna dari seluruh penyakit kalbu dan jasmani, demikian pula dari penyakit dunia dan akhirat.… Jika seorang yang sakit terusmenerus berobat dengannya dan meletakkan (obat ini) pada sakitnya dengan penuh kejujuran dan keimanan, penerimaan yang sempurna, keyakinan yang kokoh, dan menyempurnakan syaratnya, niscaya penyakit apa pun tidak mampu menghadapinya selamalamanya. Bagaimana mungkin penyakit mampu menghadapi firman Dzat yang memiliki langit dan bumi; yang jika diturunkan kepada gunung, ia akan menghancurkannya? … Jadi, tidak ada satu pun penyakit, baik penyakit hati maupun jasmani, kecuali dalam al-Qur’an ada cara yang membimbing kepada obat dan sebab (kesembuhan)nya.” (Zadul Ma’ad, 4/287)

Sebuah kisah tentang pengobatan dengan al-Qur’an perlu kita renungkan sebagai bukti sekaligus contoh bahwa al-Qur’an bukan hanya obat penyakit kalbu berupa kekafiran, kemunafikan, hasad, riya, atau semisalnya, melainkan juga obat bagi penyakit jasmani. Al-Imam al-Bukhari dan Muslim rahimahumallah meriwayatkan, dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Sekelompok sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar menempuh suatu perjalanan. Singgahlah mereka di sebuah kampung dari kampung-kampung Arab. Mereka pun meminta agar dijamu sebagai tamu, namun penduduk kampung enggan menjamu mereka. Selang beberapa waktu, kepala kampung tersebut terkena sengatan hewan berbisa. Penduduk kampung telah berusaha mencari segala upaya penyembuhan, namun sedikit pun tak membuahkan hasil. Sebagian mereka berkata, ‘Sekiranya kalian mendatangi sekelompok orang itu (yaitu para sahabat), mungkin sebagian mereka ada yang memiliki sesuatu.’ Mereka pun mendatanginya, lalu berkata, ‘Wahai rombongan, sesungguhnya pemimpin kami tersengat hewan berbisa.

Kami telah mengupayakan segala sesuatu untuk pemimpin kami, namun belum ada hasilnya. Apakah salah seorang di antara kalian memiliki sesuatu (untuk mengobati pemimpin kami)?’ Sebagian sahabat menjawab, ‘Ya. Demi Allah, aku bisa meruqyah (pengobatan dengan cara bacaan)1. Namun, demi Allah, kami telah meminta jamuan kepada kalian namun kalian tidak menjamu kami. Aku tidak akan meruqyah untuk kalian hingga kalian memberikan upah kepada kami.’ Mereka pun setuju untuk memberi sekawanan kambing. Salah seorang sahabat pun meludahinya dan membacakan atas pemimpin kaum itu surat al-Fatihah. Pemimpin kampung tersebut pun merasa seolah-olah terlepas dari ikatan, lalu berjalan tanpa ada gangguan. Mereka lalu memberikan upah sebagaimana telah disepakati. (Selepas kambing-kambing upah diterima) sebagian sahabat berkata, “Bagilah!” Yang meruqyah berkata, “Jangan kalian lakukan hingga kita menghadap Rasulullah n lalu kita kabarkan apa yang telah terjadi kepada beliau. Kemudian kita tunggu apa yang beliau perintahkan kepada kita.” Mereka pun menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan hal tersebut. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ؟

‘Dari mana engkau tahu bahwa al-Fatihah itu ruqyah?’ Lalu beliau berkata sembari tertawa,

لَقَدْ أَصَبْتُمْ، اقْتَسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ سَهْمًا

‘Sungguh kalian telah benar. Bagilah (upahnya) dan berilah untukku bagian bersama kalian.’

Tentang hadits ini, Ibnul Qayyim rahimahumallah berkata, “Obat berupa (bacaan al-Qur’an ini) telah memberikan pengaruh kepada penyakit (lumpuh akibat sengatan berbisa) ini, bahkan menghilangkannya (dengan izin Allah Subhanahu wata’ala) seakan-akan penyakit itu tidak pernah menimpa. Pengobatan (dengan bacaan al-Qur’an) adalah pengobatan termudah. Seandainya seorang hamba menggunakan bacaan al- Fatihah dengan baik dalam pengobatan, sungguh ia akan melihat pengaruh yang sangat menakjubkan. Aku sendiri pernah tinggal di kota Makkah beberapa waktu. Penyakitpenyakit menimpaku, sementara aku tidak dapatkan tabib atau obat. Aku berobat (meruqyah) diriku dengan al-Fatihah dan melihat pengaruh menakjubkan dalam al-Fatihah….” (ad-Da’u wad Dawa hlm. 8)

Al-Qur’an Membawa Berita-Berita Gaib

Di antara sisi keagungan dan kemukjizatan al-Qur’an, ia mengabarkan berita-berita gaib. Al-Qur’an mengabarkan awal penciptaan alam, penciptaan Adam dan Hawa, dan berita-berita tentang para nabi, rasul, dan orang-orang terdahulu. Sekelompok Yahudi meminta musyrikin Quraisy untuk menanyakan tiga hal kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, tentang Ashabul Kahfi, ruh, dan Dzul Qarnain. Pertanyaan ini tidak mungkin dijawab kecuali oleh seorang nabi, demikian kata ahlul kitab kepada musyrikin Quraisy. Datangkah ayat-ayat al-Qur’an menjawab tantangan-tantangan musyrikin dengan membawa berita-berita gaib.

وَيَسْأَلُونَكَ عَن ذِي الْقَرْنَيْنِ ۖ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُم مِّنْهُ ذِكْرًا () إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِن كُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا () فَأَتْبَعَ سَبَبًا

Mereka akan bertanya kepadamu(Muhammad) tentang Dzul Qarnain. Katakanlah, “Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya.” Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu, maka dia pun menempuh suatu jalan. (al-Kahfi: 83—85)

Al-Qur’an juga mengabarkan banyak hal gaib yang akan datang, seperti berita kemenangan Romawi yang sebelumnya mengalami kekalahan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

الم () غُلِبَتِ الرُّومُ () فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُم مِّن بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ () فِي بِضْعِ سِنِينَ ۗ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِن قَبْلُ وَمِن بَعْدُ ۚ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ

“Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat, dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang).” (ar Rum: 1—4)

Apa yang diberitakan al-Qur’an benar-benar terjadi. Kurang lebih tujuh tahun setelah diturunkannya ayat di atas, terjadilah perang sengit antara kekaisaran Romawi dan Persia pada Desember 627 M. Secara mengejutkan, pasukan Romawi mengalahkan kekuatan Persia. Persia pun harus membuat perjanjian dengan Romawi untuk mengembalikan wilayah yang mereka ambil dari Romawi. Akhirnya, kemenangan bangsa Romawi yang diumumkan oleh Allah Subhanahu wata’ala dalam al-Qur’an menjadi kenyataan. Termasuk berita gaib yang disampaikan oleh al-Qur’an adalah hari kiamat, tanda-tandanya, kebangkitan, surga, dan neraka. Semua itu pasti terjadi sesuai dengan yang dikabarkan, sebagaimana halnya beberapa peristiwa di atas.

Al-Qur’an, Benteng dari Kejelekan

Di antara sisi lain kemukjizatan al-Qur’an, al-Qur’an adalah benteng segala kejelekan di dunia atau akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan, setan akan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat al-Baqarah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengabarkan, barang siapa membaca ayat Kursi ketika hendak tidur Allah Subhanahu wata’ala akan memberikan penjagaan dan keselamatan dari gangguan setan. Al-Imam Ibnu Hibban rahimahumallah dalam Shahih-nya meriwayatkan bahwa sahabat Ubai bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu memiliki wadah besar berisi kurma. Suatu saat beliau heran dengan kurma yang selalu berkurang tanpa kejelasan ke mana hilangnya. Suatu malam beliau menjaganya hingga datang sesosok makhluk menyerupai anak. Ubai mendekatinya dan mengucapkan salam. Beliau dapati tangan dan kulit anak ini seperti tangan anjing dan bulu-bulu anjing. Ternyata ia bukan manusia, melainkan dari bangsa jin.

Terjadilah percakapan antara keduanya. Ubai bertanya, “Apa yang bisa membentengi kami dari kalian?” Jin berkata, “Ayat kursi.” Ubai melepaskan makhluk ini. Pagi harinya beliau menjumpai Rasulullah Subhanahu wata’ala dam menceritakan kejadian itu. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Makhluk yang buruk itu telah jujur.” Sungguh, sangat banyak sisi keagungan al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Membacanya bernilai ibadah. Mempelajari, mengajarkan, dan mengamalkan al-Qur’an adalah sebab tercapainya kemuliaan. Malaikat-malaikat akan bersama orang yang membacanya. Rasulullah Subhanahu wata’ala bersabda,

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لاَ أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

“Barang siapa membaca satu huruf dari al-Qur’an, dia mendapat satu kebaikan, dan setiap kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan الم satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (HR. al- Bukhari)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. al-Bukhari)

الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ

“Orang yang mahir membaca Al-Qur’an bersama malaikat yang mulia, sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan tertatih-tatih dan kesulitan (tetapi dia tetap bersemangat dan bersungguh-sungguh belajar, -pent.), ia mendapat dua pahala (pahala membaca Al-Qur’an dan pahala kesungguhannya dalam belajar, -pent.).” (HR. al- Bukhari dan Muslim)

Saudaraku fillah, marilah kita bersyukur atas nikmat Allah Subhanahu wata’ala menjadikan kita beriman kepada Kalam Allah Subhanahu wata’ala dan dimudahkan menyelami sebagian kecil dari samudra keagungan dan kemukjizatannya. Sungguh, segala puji adalah milik-Nya, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada hamba dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam. Amin.

Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal

Mukjizat Nabi