(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran)
Seorang anak kecil nampak asyik menyimak adegan demi adegan film kartun kesukaannya. Adzan maghrib yang berkumandang pun tak membuatnya beranjak dari depan layar kaca. Sementara orangtuanya pun merasa ‘tak berkeberatan’ dengan itu semua. Bahkan terkadang ikut nimbrung menikmati hiburan anaknya.
Gambaran di atas adalah potret keseharian yang banyak terjadi di kalangan keluarga muslim. Televisi telah menjadi bagian terpenting dalam hidup mereka. Ada orangtua yang justru merasa ‘kurang’ bila di rumahnya tidak ada televisi. Mereka khawatir, anaknya tidak akan memiliki pengetahuan yang luas dan aktual. Bahkan khawatir anaknya tidak akan mendapat cukup hiburan.
Berbagai produk elektronik canggih pun berebut masuk dalam rumah tangga. Televisi dengan layar super lebar, perangkat home theatre, VCD player dan berbagai kerabatnya, membuat suasana rumah bak gedung sinema. Atau televisi paling mungil yang bisa ditenteng ke mana-mana. Semuanya menghadirkan ‘hiburan’, bagi anak-anak sekalipun.
Inilah kenyataan pahit yang tak disadari oleh sebagian besar kaum muslimin. Padahal kenyataan sudah berbicara, betapa banyak anak terdidik oleh keyakinan yang rusak melalui film-film kartun (dan juga jenis sinema lainnya). Mereka merasa ‘aman-aman saja’. Bahkan mereka merasa mampu meng-counter segala dampak negatif yang diusung oleh media semacam televisi. Dengan membatasi waktu menonton anak, dengan memilihkan acara yang tepat untuk anak, dengan mendampingi si anak di depan televisi, dan segudang “kiat” lainnya. Namun di balik rasa aman yang mereka miliki, rupanya ada hal-hal yang terlewatkan dari benak mereka.
Masuknya Gambar Makhluk Bernyawa di dalam Rumah
Sebenarnya, dengan memasukkan peranti elektronik seperti ini, berarti dia memasukkan gambar-gambar makhluk bernyawa di dalam rumahnya. Sementara Rasulullah n melarang dari hal ini. Jabir z meriwayatkan:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ n عَنِ الصُّوْرَةِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ
“Rasulullah n melarang memasukkan gambar (makhluk hidup) ke dalam rumah dan melarang untuk membuat yang seperti itu.” (HR. At-Tirmidzi no. 1749, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
‘Aisyah x meriwayatkan pula bahwa Rasulullah n bersabda:
إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيُقَالُ: أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ. وَقَالَ :إِنَّ البَيْتَ الَّذِي فِيْهِ الصُّوَرُ لاَ تَدْخُلُهُ الْمَلاَئِكَةُ
“Sesungguhnya pembuat gambar-gambar (makhluk bernyawa) seperti ini akan diazab pada hari kiamat dan dikatakan kepada mereka, ‘Hidupkan apa yang kalian ciptakan ini!’.” Beliau n juga bersabda, “Sesungguhnya rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar (makhluk bernyawa) tidak akan dimasuki oleh malaikat.” (HR. Al-Bukhari no. 5961 dan Muslim no. 2107)
Sama saja hukumnya, baik gambar itu di atas kertas ataupun di layar televisi. Hal ini pernah ditanyakan kepada Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i t dan beliau memberikan jawaban:
“…Dan pembahasan tentang gambar ini (gambar di televisi, pen.), apakah diharamkan atau tidak, yang kami yakini dan kami pegangi dalam beragama kepada Allah k, gambar seperti ini haram, walaupun sekiranya tidak ada dalil lain selain hadits qiram1. Yaitu hadits ‘Aisyah x yang ada dalam Ash-Shahihain, bahwa ‘Aisyah pernah menutup ruangan kecil di rumahnya dengan qiram (tirai tipis) yang bergambar (makhluk hidup). Sementara qiram ini hanyalah salah satu jenis kain. Lalu Nabi n masuk dan melihat qiram itu, atau hendak masuk kemudian melihat qiram itu. Maka beliau pun enggan untuk masuk dan berubah wajahnya seraya berkata, “Wahai ‘Aisyah, tidakkah kau tahu bahwa orang yang paling berat azabnya pada hari kiamat adalah orang-orang yang membuat gambar-gambar seperti ini?”
Juga pada kali yang lain, beliau hendak masuk. Tiba-tiba beliau melihat dua buah bantal yang bergambar (makhluk hidup). Beliau pun mengambil dua bantal itu dan menyobek gambar yang ada padanya.
Oleh karena itu, gambar makhluk bernyawa termasuk hal yang diharamkan, baik gambar itu ada di kertas, televisi, ataupun video….” (Ijabatus Sa`il, hal. 246)
Mendengarkan Musik dan Nyanyian
Ketika menyaksikan tayangan televisi ataupun film, mereka pun takkan lepas dari mendengarkan musik dan nyanyian. Sementara musik dan nyanyian ini jelas-jelas telah diharamkan oleh Allah k dan Rasul-Nya n. Dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah k berfirman:
“Dan di antara manusia ada yang membeli perkataan yang sia-sia untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa ilmu dan ia menjadikannya sebagai permainan.” (Luqman: 6)
Rasulullah n telah pula memperingatkan dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh Abu ‘Amir Al-Asy’ari dan Abu Malik Al-Asy’ari c:
لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
“Sungguh akan ada di kalangan umatku kaum yang menganggap halal zina, sutra (bagi laki-laki), khamr, dan alat musik.” (HR. Al-Bukhari no. 5590)
Melalaikan Anak-anak dari Shalat
Menanamkan kewajiban shalat sejak masa kanak-kanak merupakan perintah Rasulullah n. Sebagaimana dalam sabda beliau yang disampaikan oleh ‘Amr ibnul ‘Ash z:
مُرُوا أَبْنَاءَكُمْ بِالصَّلاَةِ لِسَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرِسِنِيْنَ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka bila enggan melakukannya pada usia sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur di antara mereka.” (HR. Ahmad no. 6756 dan dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 5744, “Hadits ini hasan.”)
Namun pendidikan ini seringkali dirusak oleh sesuatu yang bernama televisi. Yang banyak terjadi, ketika tiba waktu shalat anak-anak enggan meninggalkan tayangan yang sedang asyik disaksikan untuk melaksanakan shalat. Mereka lebih suka mengundurkan shalatnya hingga tayangan itu tuntas. Atau kalaupun mereka pergi menunaikannya, hati mereka terpaut dengan tayangan tadi, sehingga melaksanakan shalat secepat kilat untuk kemudian duduk kembali di depan televisi. Jika demikian, dari mana mereka akan mendapat ketenangan dan kekhusyukan dalam shalat? Sementara Allah k berfirman:
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu yang lalai dari shalatnya.” (Al-Ma’un: 4-5)
Menyia-nyiakan Waktu
Semestinya anak-anak dibiasakan memanfaatkan waktu untuk melakukan berbagai amalan shalih yang bermanfaat bagi mereka di dunia dan di akhirat; menghafal Al-Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah n, membaca berbagai buku yang bermanfaat seperti tentang kehidupan Rasulullah n dan para sahabat g, membantu aktivitas orangtua, dan banyak hal lagi.
Namun televisi dan berbagai ‘kerabat’nya menayangkan sajian-sajian yang ‘sangat menarik’. Akibatnya, anak cenderung menghabiskan waktu untuk kegiatan yang tidak ada manfaatnya. Padahal dalam sabdanya yang disampaikan oleh ‘Abdullah bin ‘Abbas c, Rasulullah n telah mengingatkan:
نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua nikmat yang sebagian besar manusia terlena di dalamnya, kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari no. 6412)
Sayangnya, masih banyak orang yang beranggapan, tidak mungkin mengisi waktu luang mereka dan anak-anak mereka tanpa televisi. Ini adalah anggapan yang jelas salah. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin t menasihatkan:
“Menyibukkan waktu tanpa televisi merupakan suatu hal yang mungkin dilakukan. Saya tidak perlu menjelaskan (apa saja yang bisa dilakukan, pen.) karena setiap orang tentu lebih paham dengan dirinya sendiri. Bisa saja dia menyibukkan diri dengan menjahit jika dia seorang wanita, atau membaca, mengunjungi perpustakaan, dan sebagainya. Kalau dia biasa berniaga, maka dia sibukkan waktunya dengan perniagaan. Kalau dia bekerja sebagai penjaga, maka dia sibukkan waktunya dengan penjagaan. Intinya, setiap orang bisa menyibukkan diri dan waktunya dengan segala sesuatu yang bermanfaat, serta tidak menyia-nyiakannya tanpa faedah.” (Fatawa ‘Ulama` Al-Baladil Haram, hal. 1246)
Mengajarkan Nilai-nilai Negatif pada Anak
Terkadang orangtua menganggap, melihat televisi tidaklah buruk bagi anak, karena –anggapan mereka– anak belum mengerti apa yang dilihat. Mereka tidak menyadari, anak lebih mudah dipengaruhi oleh apa yang dilihat daripada orang dewasa. Anak mempunyai kecenderungan untuk meniru. Mereka meniru apa saja yang mereka lihat, termasuk dari televisi. Sementara berbagai tayangan televisi menampilkan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh syariat yang mulia ini. Ungkapan-ungkapan kasar, umpatan, bahkan adegan kekerasan dan kejahatan tergambar dengan nyata di layar kaca.
Bila hal ini berlangsung terus-menerus, pada suatu saat akan menumpulkan kepekaan anak. Akibatnya, mereka akan menerima perilaku-perilaku buruk itu sebagai pola hidupnya. Wal ‘iyadzu billah!
Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu hafizhahullah menasihatkan kepada pada pendidik –termasuk orangtua tentunya– berkaitan dengan hal ini:
“Seorang pendidik haruslah memahamkan anak didiknya tentang kejelekan bioskop, televisi, maupun video, serta menjelaskan bahaya film-film asusila yang dapat menyirnakan keutamaan dan keberanian dari jiwa mereka serta mengajarkan pencurian maupun berbagai tindak kriminal. Betapa banyak pencuri dan penjahat yang mengetahui berbagai cara berbuat kriminal dari tayangan film di bioskop atau televisi. Kisah-kisah nyata tentang hal ini dapat kita saksikan….”
“…Seorang pendidik mestinya menjelaskan semua ini kepada anak didiknya, serta menerangkan pula, seandainya mereka membeli buku yang berisi ilmu atau kisah yang berfaedah, tentu ini jauh lebih baik….” (Nida` ilal Murabbiyin wal Murabbiyat, hal. 79)
Masih banyak sisi-sisi negatif televisi yang belum terungkap di sini. Yang jelas, dibanding satu dua manfaat yang ada, dampak negatif televisi jauh lebih besar. Lebih-lebih lagi berbagai keharaman yang terkandung di dalamnya. Sudah semestinya kita, orangtua, bertakwa kepada Allah k dalam urusan anak-anak kita. Karena nanti kita akan ditanya tentang mereka pada hari kiamat. Semogalah kita ingat firman Allah k:
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, di dalamnya terdapat malaikat-malaikat yang keras lagi kasar, yang tidak pernah mendurhakai Allah dalam apa yang diperintahkan pada mereka, dan mereka melaksanakan apa yang diperintahkan pada mereka.” (At-Tahrim: 6)
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.