Arab Saudi Menepis Tuduhan dengan Amal Nyata

Ketika dituding sebagai pusat bersemayam para teroris, Arab Saudi tak banyak memberi pernyataan di media. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi langsung mengambil kebijakan nyata: membentuk “Koalisi Militer Islam” guna memberantas terorisme. Pembentukan koalisi itu membungkam mulut para pembenci untuk tidak lagi mengumbar tuduhan miring terhadap negara “Wahabi”.

Aksi nyata memerangi dan menangkal terorisme yang dilakukan pemerintah Kerajaan Arab Saudi merupakan bukti bahwa penganut “Wahabi” atau Salafi adalah antiterorisme. Melalui kebijakan membentuk koalisi menunjukkan kepada dunia bahwa Islam bukan agama yang merestui terorisme dan radikalisme.

Islam membawa rahmat bagi segenap alam semesta.

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةً لِّلۡعَٰلَمِينَ 

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau kecuali untuk (menjadi) rahmat bagi segenap alam semesta.” (al-Anbiya’: 107)

Pemerintah Kerajaan Arab Saudi membentuk “Koalisi Militer Islam” dalam rangka memerangi terorisme. Dalam koalisi ini, tergabung 34 negara. Pusat operasi pasukan ditempatkan di Riyadh. Negara-negara yang masuk dalam koalisi, yaitu Arab Saudi, Yordania, Uni Emirat Arab (UEA), Pakistan, Bahrain, Bangladesh, Benin, Turki, Chad, Togo, Tunisia, Djibouti, Senegal, Sudan, Sierra Leone, Somalia, Gabon, Guinea, Palestina, Republik Federal Islam Komoro, Qatar, Cote d’Ivoire, Kuwait, Libanon, Libya, Maladewa, Mali, Malaysia, Mesir, Maroko, Mauritania, Niger, Nigeria, dan Yaman.

Koalisi memiliki kewajiban melindungi negara Islam dari kejahatan semua kelompok teroris dan organisasi sekte apa pun. Demikian diberitakan Kantor Berita Arab Saudi, Saudi Press Agency (SPA) Selasa (15/12/2015).

Inilah aksi nyata pemerintah Arab Saudi. Tak banyak komentar di media massa, tetapi bertindak cerdas menyikapi keadaan. Alhamdulillah.

Di tengah-tengah tuduhan Wahabi sebagai biang terorisme, Kerajaan Arab Saudi yang menghormati Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, mengambil langkah tegas terhadap orang-orang yang terbukti melakukan perbuatan teror.

Sabtu (2/1/2016) diberitakan, 47 orang yang didakwa kasus terorisme dieksekusi mati. Empat puluh lima orang merupakan warga Arab Saudi dan dua orang dari Mesir dan Chad. Termasuk yang dieksekusi adalah pentolan kaum Syiah di Arab Saudi, Nimr Baqir Amin al-Nimr. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi pun mengeksekusi pula Faris al-Shawail yang merupakan pemuka al-Qaeda, Arab Saudi. Semua tindakan tegas tersebut merupakan langkah nyata Arab Saudi dalam melibas para pelaku teror.

 

Tak hanya sampai di situ. Pemerintah Arab Saudi pun mengambil kebijakan bahwa ISIS, Front al-Nusra (keduanya di Suriah), Hutsi (Yaman), Hizbullah (Lebanon), dan Ikhwanul Muslimin (Mesir) dinyatakan sebagai organisasi teroris. Pernyataan ini disampaikan pada Senin (7/3/2014).

Beberapa waktu berselang, pemerintah Arab Saudi melalui Kementerian Agamanya menyerukan kepada para imam masjid agar tidak menggunakan buku-buku Ikhwanul Muslimin. Para imam masjid pun diserukan pula agar tidak mengutip tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin. Pelarangan terhadap buku-buku yang ditulis orang-orang pergerakan Ikhwanul Muslimin, seperti Sayyid Quthb, Hasan al-Banna, dan lainnya, diberlakukan di Arab Saudi. Pembunuhan Presiden Mesir Anwar Sadat dilakukan oleh orang-orang yang terpengaruh pemikiran sempalan Ikhwanul Muslimin.

Sungguh, sebuah langkah yang sangat tepat, mencegah aksi terorisme dan radikalisme dengan larangan terbit dan edar tulisan-tulisan yang bakal menginspirasi ke arah itu. Benar-benar langkah yang sangat serius untuk memberantas terorisme. Tampak komitmen yang tidak setengah-setengah dari Arab Saudi, negara yang menjunjung tinggi ajaran Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, yang ditegakkan dengan dakwah salafiyah.

Semua kebijakan antiterorisme pemerintah Arab Saudi didukung sepenuhnya oleh para ulama dan para juru dakwah Salafi di Arab Saudi. Jadi, salah besar bila Wahabi dan Salafi dikaitkan sebagai gerakan terorisme, radikalisme, anarkisme, bahkan separatisme.

 

Baca juga:

Organisasi Teroris Khawarij Internasional

Dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Dakwah asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menanamkan tauhid yang lurus. Dakwah agar setiap manusia mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala, tidak menyekutukan dengan sesuatu pun. Ini merupakan inti dakwah yang disampaikan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.

Manusia dididik beribadah hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, tidak kepada selainnya. Manusia tidak beribadah kepada patung, pepohonan, bebatuan, para malaikat, jin, para nabi, orang-orang saleh, kuburan, dan lainnya. Beribadah hanya untuk Allah subhanahu wa ta’ala.

Beliau pun mengajarkan kepada para pengikutnya untuk menolak perbuatan syirik melalui penyampaian nasihat secara hikmah. Mengikis berbagai kesyirikan yang tebal melekat di tubuh umat dengan penyampaian dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah.

Dakwah yang beliau tunaikan mengikuti metode dakwah yang dilakukan para rasul Allah subhanahu wa ta’ala. Sungguh, inti dakwah para rasul Allah subhanahu wa ta’ala kepada kaumnya adalah menyampaikan tauhid dan memupus beragam kesyirikan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ

“Dan sungguh Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (untuk menyampaikan); ‘Hendaklah kalian beribadah hanya kepada Allah dan jauhilah thaghut (berhala/sesembahan selain Allah)’.” (an-Nahl: 36)

Firman-Nya,

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِيٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwasanya, “Tidak ada ilah (sesembahan yang berhak diibadahi) kecuali Aku. Maka, sembahlah oleh kalian (hanya) Aku.” (al-Anbiya’: 25)

Selain mengajak bertauhid dan memupus kesyirikan, asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengajak pula untuk berpegang teguh pada Sunnah dan meninggalkan perbuatan yang menyelisihi sunnah, yaitu perbuatan yang tidak diajarkan, dicontohkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (al-Hasyr: 7)

Asy-Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali—semoga Allah menjaganya—menyebutkan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berada di atas akidah salafush shalih dari kalangan sahabat dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik. Beliau rahimahullah berada di atas akidah para imam Sunnah dan imam (orang-orang yang memberi) petunjuk, tidak menyelisihi mereka sedikit pun. Beliau tidak menyelisihi dalam masalah nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala dan sifat-sifat-Nya, tidak menyelisihi dalam masalah keimanan dan kekafiran. Demikian pula dalam masalah janji (al-wa’d), ancaman (al-wa’id) dan syafaat, tidak menyelisihinya. Begitu juga tidak menyelisihi dalam urusan gaib dan lainnya. Beliau rahimahullah tidak mengafirkan seseorang kecuali yang telah dikafirkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, Rasul-Nya, dan salafus shalih. Ini merupakan prinsip-prinsip dan manhaj (metodologi) Ahlu Sunnah. (Dahru Iftira’at Ahli az-Zaighi wa al-Irtiyab ‘an Da’wati al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah hlm. 33, Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali)

Perjalanan dakwah asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab diliputi ujian pula. Saat beliau berdakwah di wilayah ‘Uyainah, setelah sekian lama menjalin relasi dengan masyarakat di sana, ternyata ada pihak-pihak yang tidak menghendaki beliau melanjutkan dakwah di ‘Uyainah. Beliau harus meninggalkan wilayah itu.

Beliau lantas beralih ke daerah Dir’iyah. Dengan berjalan kaki beliau pindah ke Dir’iyah. Di daerah baru inilah beliau bisa menjalin hubungan secara intensif dengan seorang pemuka masyarakat bernama Muhammad bin Su’ud. Akhirnya hubungan keduanya menjadi fondasi bagi tegaknya negara Arab Saudi.  

 

Ditulis oleh Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin

 

arab saudiwahabi