Para ulama telah membongkar kebohongan Imam Mahdi versi Syiah dan menuliskan bantahan tuntas terhadap syubhat-syubhat mereka.
Di antara para ulama yang telah melakukannya adalah Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Katsir, dan ulama-ulama masa kini. Kami ringkaskan pembahasan berikut ini dari kitab Badzlul Majhud fi Itsbati Musyabahatir Rafidhah lil Yahud karya Syaikh Abdullah al-Jumaili.
-
Al-Hasan al-Askari sebagai bapak Imam Mahdi versi Syiah sebenarnya tidak mempunyai anak.
Ia meninggal tanpa memiliki keturunan. Sungguh, ini adalah hikmah Allah subhanahu wa ta’ala yang besar untuk membongkar kedok kedustaan mereka. Hal ini diakui oleh buku-buku Syiah sendiri, seperti al-Kafi karya al-Kulaini, al-Irsyad karya al-Mufid, dan lain-lain.
-
Anggaplah kelahiran dia itu ada, tetapi persembunyiannya yang lama ini membuat keberadaannya tiada arti.
Ath-Thusi, seorang ulama Syiah, menyebutkan bahwa sebab tidak keluar Mahdi mereka adalah takut dibunuh. Ini adalah alasan yang dibuat-buat. Sebab, menurut keyakinan mereka, ia akan muncul dan mendapat pertolongan dari Allah (Biharul Anwar, 52/191).
Lantas, mengapa dia takut? Apakah dia tidak beriman dengan berita-berita riwayat mereka itu?
Selain itu, apabila dia takut dibunuh alias pengecut, ini—masih menurut Syiah juga—tidak sesuai dengan syarat keimaman. Menurut mereka, syarat sebagai seorang imam adalah harus yang paling pemberani. (al-Anwar an-Nu’maniyah, 1/34)
-
Artinya pula, dia akan keluar nanti apabila sudah aman.
Lantas, untuk apa dia keluar jika sudah aman?! Tidak ada perlunya!
-
Sekarang, negara Syiah sudah ada, yaitu Iran. Bukankah negara itu siap melindungi Mahdi mereka?
Mengapa dia tidak keluar?
-
Kalau dia tidak bisa melindungi dirinya dari pembunuhan, bagaimana bisa dia melindungi orang lain?
Alasan yang dibuat-buat itu justru menunjukkan bahwa Imam Mahdi versi Syiah memang tidak ada.
-
Mahdi versi Syiah itu tidak ada maslahatnya dari sisi agama dan dunia.
Lebih-lebih, di antara prinsip Syiah adalah bahwa hukum-hukum syariat tidak bisa dilaksanakan sampai munculnya Imam Mahdi. Sementara itu, Imam Mahdi mereka hanya fiktif. Artinya, mereka hidup tanpa syariat.
Apakah ini bisa diterima oleh akal seorang muslim?
Baca juga: Imam Mahdi yang Diimani dan Dinanti
Oleh karena itu, mau tidak mau Khomeini (tokoh Syiah) harus mengakui realitas ini. Dia pun mengatakan,
“Sesungguhnya, kita berada pada masa persembunyian besar (Imam Mahdi). Telah lewat masanya lebih dari 1.200 tahun … Sekarang, sesungguhnya hukum-hukum Islam dan undang-undang syariat, apakah akan dibiarkan dan ditinggalkan sampai masa dia muncul, supaya selama selang waktu persembunyian yang panjang masanya ini orang-orang menjadi tanpa beban? Mereka berada dalam kebebasan semau mereka?
Maknanya, syariat Islam hanya untuk waktu yang terbatas. Dalam kurun waktu 1 atau 2 abad saja. Ini termasuk penghapusan syariat Islam yang paling jelek, kami tidak sependapat dengannya. Demikian pula tidak seorang muslim pun sependapat ….” (al-Hukumah al-Islamiyah, hlm. 41—42; dinukil dari Badzlul Majhud, 1/272)
Baca juga: Mengenal Imam Mahdi
Syaikh Abdullah al-Jumaili mengatakan, “Pernyataan Khomeini bahwa keyakinan al-ghaibah (persembunyian Imam Mahdi) pada akhirnya mengarah kepada penghapusan syariat mereka; adalah pendapat yang benar. Allah subhanahu wa ta’ala menampakkannya melalui lisannya agar Dia menegakkan hujah atas mereka (orang-orang Syiah).” (Badzlul Majhud 1/272)
Berdasarkan hal ini, mungkinkah Sunnah dan Syiah bergandeng tangan? Orang yang berakal tentu menjawab: tidak mungkin. Hal itu bagaikan mencampur antara minyak dan air.
Atas dasar itu, segala ajakan menuju pendekatan antara Sunnah dan Syiah adalah kesesatan dan upaya untuk mengubur al-wala wal bara serta menghapus identitas As-Sunnah dari Ahlus Sunnah.
Tidakkah kalian sadar, wahai pengikut aliran Syiah, akan kebatilan akidah kalian ini? Ini baru satu masalah. Demikian pula akidah-akidah Syiah yang lain. Tak jauh kebatilannya dari itu, bahkan banyak yang lebih batil.
Baca juga: Akidah Syiah Meruntuhkan Tauhid
Sadarlah dan kembalilah kepada Islam yang dibawa oleh Rasul Rabb semesta alam, Muhammad bin Abdillah al-Qurasyi al-Hasyimi!
Wallahu a’lam.