Ditiupnya Sangkakala

Peristiwa mengerikan yang akan terjadi pertama kali pada hari kiamat adalah ditiupnya sangkakala (ash-shur) oleh malaikat Israfil q dengan perintah Allah l.

Makna ash-shur secara etimologi (bahasa) adalah al-qarn (tanduk). Sedangkan menurut istilah syariat, yang dimaksud adalah sangkakala yang sangat besar yang malaikat Israfil q telah memasukkannya ke dalam mulutnya (siap untuk meniupnya), dan dia sedang menunggu kapan dia diperintahkan untuk meniupnya. (Syarh Lum’atul I’tiqad karya Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 114)

Makna ini disebutkan dalam hadits shahih dari Abdullah bin ‘Amr c, dia berkata:

قَالَ أَعْرَابِيٌّ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا الصُّورُ؟ قَالَ: قَرْنٌ يُنْفَخُ فِيهِ

Seorang badui bertanya: “Wahai Rasulullah, apa itu ash-shur?” Beliau n menjawab: “Tanduk yang akan ditiup.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Abu Dawud. Hadits ini disebutkan dalam Al-Jami’ Ash-Shahih 6/113-114, karya Asy-Syaikh Muqbil t)

Juga sebagaimana dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri z, Rasulullah n bersabda:

كَيْفَ أَنْعَمُ وَصَاحِبُ الْقَرْنِ قَدِ الْتَقَمَ الْقَرْنَ وَاسْتَمَعَ الْإِذْنَ مَتَى يُؤْمَرُ بِالنَّفْخِ فَيَنْفُخُ

“Bagaimana aku akan senang hidup di dunia, sementara pemegang sangkakala telah memasukkannya ke mulutnya. Dia memasang pendengaran untuk diijinkan (meniupnya). Kapanpun dia diperintah meniupnya, dia akan meniupnya.” (HR. At-Tirmidzi, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dengansyawahid (pendukung)nya dalam Ash-Shahihah no. 1079)

Banyak sekali dalil dari Al-Qur’an yang menunjukkan akan ditiupnya sangkakala pada awal terjadinya hari kiamat. Di antaranya, Allah l berfirman:

 

Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: “Jadilah, lalu terjadilah”, dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (Al-An’am: 73)

“Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Rabb mereka.” (Yasin: 51)

Sedangkan dalam As-Sunnah, Rasulullah n menyebutkan dalam sebuah hadits yang panjang:

ثُمَّ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَلَا يَسْمَعُهُ أَحَدٌ إِلَّا أَصْغَى لِيتًا وَرَفَعَ لِيتًا ثُمَّ لَا يَبْقَى أَحَدٌ إِلَّا صَعِقَ ثُمَّ يُنْزِلُ اللهُ مَطَرًا كَأَنَّهُ الطَّلُّ أَوْ الظِّلُّ -شَكَّ الراوي- فَتَنْبُتُ مِنْهُ أَجْسَادُ النَّاسِ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ

“Kemudian ditiuplah sangkakala, maka tidak ada seorangpun yang mendengarnya kecuali akan mengarahkan pendengarannya dan menjulurkan lehernya (untuk memerhatikannya). Lalu, tidak tersisa seorangpun kecuali dia mati. Kemudian Allah l menurunkan hujan seperti gerimis atau naungan –perawi ragu–, maka tumbuhlah jasad-jasad manusia karenanya. Lalu ditiuplah sangkakala untuk kali berikutnya, tiba-tiba mereka bangkit dari kuburnya dalam keadaan menanti (apa yang akan terjadi).” (HR. Muslim dari Abdullah bin ‘Amr c)

 

Malaikat Israfil q, sang peniup sangkakala

Di antara dalil yang menunjukkan secara jelas bahwa malaikat yang diberi tugas untuk meniup sangkakala adalah Israfil q, adalah sebagai berikut:

  1. Hadits Abu Hurairah z

Ini adalah hadits yang panjang dan masyhur tentang ditiupnya sangkakala. Disebutkan di dalamnya bahwa Rasulullah n bersabda:

إِنَّ اللهَ تَعَالَى مُنْذُ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ خَلَقَ الصُّورَ فَأَعْطَاهُ إِسْرَافِيلَ فَهُوَ وَاضِعُهُ عَلَى فِيهِ

“Sesungguhnya Allah l semenjak menciptakan langit dan bumi, Dia ciptakan pula sangkakala lalu Dia berikan kepada Israfil. Israfil meletakkannya di mulutnya.” (HR. Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam Tafsir-nya, dan Ath-Thabarani dalam Al-Muthawwalat)

Namun para ulama ahlul hadits, seperti Al-Bukhari, Ahmad, Abu Hatim Ar-Razi, AMr bin Ali Al-Fallas, Ibnu Katsir dan selainnya, menghukumi hadits ini sebagai hadits yang dhaif. Di dalam sanadnya ada seorang perawi yang dhaif, namanya Ismail bin Rafi’. Juga karena dalam matannya ada beberapa hal yang mungkar, ditambah pula sanadnya mudhtharib (goncang). (lihat Fathul Bari 11/368-369, Tafsir Ibnu Katsir pada surat Al-An’am ayat 73)

 

  1. Hadits Ibnu Abbas c

Dalam hadits ini disebutkan:

جِبْرِيلُ عَنْ يَمِينِهِ وَمِيكَائِيلُ عَنْ يَسَارِهِ وَهُوَ صَاحِبُ الصُّورِ –يَعْنِي إِسْرَافِيلَ

“Jibril berada di sebelah kanannya, Mikail di sebelah kirinya, sedangkan dia (yang di tengah) adalah pemegang sangkakala, yaitu Israfil.” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi)

Al-Hafizh Ibnu Hajar t mengatakan bahwa dalam sanad-sanadnya ada pembicaraan. (Fathul Bari, 11/368)[1]

 

  1. Ijma’ ulama

Al-Imam Al-Qurthubi t berkata: “Ulama kami berkata: Umat-umat telah bersepakat bahwa yang akan meniup sangkakala adalah Israfil q.” (At-Tadzkirah, hal. 208)

Al-Hafizh Ibnu Hajar t berkata: “Peringatan: Yang masyhur bahwa pemegang sangkakala adalah Israfil q. Al-Halimi t menukilkan ijma’ dalam masalah ini.” (Fathul Bari, 11/368)

 

Berapa kali sangkakala ditiup?

Tentang masalah ini, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Secara ringkas, perbedaan pendapat tersebut menjadi dua, sebagaimana dikatakan Al-Imam Al-Qurthubi t dalam kitabnya At-Tadzkirah (hal. 209).

  1. Tiga kali tiupan

Masing-masingnya adalah:

    1. Nafkhatul faza’ (tiupan yang mengejutkan, menakutkan)

Ini sebagaimana firman Allah l:

“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri.” (An-Naml: 87)

    1. Nafkhatu ash-sha’qi (tiupan yang mematikan, membinasakan)
    2. Nafkhatul ba’tsi (tiupan yang membangkitkan)

Kedua tiupan ini terdapat dalam firman Allah l:

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (Az-Zumar: 68)

Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah hadits Abu Hurairah z yang diriwayatkan oleh Al-Imam Abul Qasim Ath-Thabarani dalam kitabnya Al-Muthawwalat. Namun hadits ini dhaif sebagaimana penjelasan yang telah lalu. Seandainya hadits ini shahih, maka ini adalah hakim yang memastikan bahwa pendapat ini yang benar. Karena dalam hadits tersebut terdapat pernyataan yang jelas dan pasti bahwa sangkakala ditiup tiga kali. Lafadz hadits tersebut sebagai berikut:

يَنْفُخُ فِيهِ ثَلَاثُ نَفَخَاتٍ، النَّفْخَةُ الْأُوْلَى نَفَخْةُ الْفَزَعِ، وَالثَّانِيَةُ نَفْخَةُ الصَّعْقِ، وَالثَّالِثَةُ نَفْخَةُ الْقِيَامِ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ

“Israfil meniup sangkakala tiga tiupan. Tiupan yang pertama adalah yang mengejutkan. Tiupan yang kedua adalah yang mematikan. Sedangkan tiupan ketiga adalah yang membangkitan (makhluk) menghadap Rabbul ‘alamin.”

Ulama yang memilih pendapat yang menyatakan bahwa tiupan ini tiga kali, di antaranya Ibnul ‘Arabi, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Katsir, juga Al-Lajnah Ad-Da’imah, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan dan selain mereka.

 

  1. Dua kali tiupan

Kedua tiupan tersebut adalah:

    1. Nafkhatul faza’ sekaligus juga nafkhatu ash-sha’qi

Karena kedua tiupan ini –kata Al-Imam Al-Qurthubi t– tidak ada jeda waktunya. Maksudnya, mereka terkejut dan mati karenanya, kecuali siapa yang dikehendaki Allah l.

    1. Nafkhatul ba’tsi

Al-Imam Al-Qurthubi t berkata: “As-Sunnah yang tsabit (pasti, shahih) menunjukkan tiupan terjadi dua kali. Misalnya hadits Abu Hurairah[2]z, hadits Abdullah bin ‘Amr c (HR. Muslim no. 7307) dan selainnya, menunjukkan bahwa peniupan sangkakala itu terjadi dua kali, bukan tiga kali. Ini adalah pendapat yang benar, insya Allah.”

Sedangkan firman Allah l:

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (Az-Zumar: 68)

menurut beliau t, pengecualian dalam ayat ini sebagaimana pengecualian dalam nafkhatul faza’. Sedangkan firman Allah l:

“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri.” (An-Naml: 87)

ini menunjukkan bahwa nafkhatul faza’ dan nafkhatu ash-sha’qi adalah sama (terjadi satu kali).

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t berkata: “Para ulama telah berbeda pendapat, apakah ditiupnya sangkakala itu tiga kali ataukah dua kali saja. Dua kali dengan anggapan bahwa nafkhatul faza’ sama dengan nafkhatu ash-sha’qi yang terjadi pertama kali, maka manusia terkejut lalu mereka mati. Kemudian tiupan yang kedua, mereka dibangkitkan dari kubur mereka untuk menghadap Allah l, Rabbul ‘alamin. Pendapat ini adalah yang lebih mendekati kebenaran. Namun perbedaan pendapat ini sangatlah dekat. Seandainya ada yang menyatakan bahwa ditiupnya sangkakala pertama maka manusia terkejut, lalu ditiup untuk yang kedua kali maka mereka mati, pendapat ini tidaklah bertentangan (dengan pendapat kedua). Hanya saja yang lebih dekat adalah bahwa ditiupnya sangkakala itu terjadi dua kali saja.” (Syarh Al-‘Aqidah As-Safariniyyah, hal. 473-474)

 

Jeda waktu antara dua tiupan sangkakala

Rasulullah n bersabda:

مَا بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ

“Jarak antara dua tiupan itu adalah empatpuluh.”

Mereka bertanya: “Wahai Abu Hurairah, apakah yang dimaksud empatpuluh hari?” Beliau z berkata: “Aku menolak (menjawabnya).” Mereka bertanya lagi: “Apakah empatpuluh bulan?” Beliau z berkata: “Aku menolak (menjawabnya).” Mereka bertanya kembali: “Apakah empatpuluh tahun?” Beliau z tetap menjawab: “Aku menolak (menjawabnya).”

Al-Imam An-Nawawi t berkata: “Makna ucapan Abu Hurairah z (dalam hadits tersebut) adalah “Aku menolak untuk menyatakan dengan pasti bahwa yang dimaksud adalah empatpuluh hari atau bulan atau tahun. Yang aku nyatakan dengan pasti adalah empatpuluh, tanpa tambahan hari, bulan atau tahun.” Terdapat riwayat yang menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah empatpuluh tahun, namun bukan dalam Shahih Muslim.” (Syarh Shahih Muslim, 9/292)

Al-Hafizh Ibnu Hajar t menyatakan: “Sebagian ulama yang mensyarah Shahih Muslim menyatakan bahwa dalam riwayat Muslim ada yang menyebutkan dengan empatpuluh tahun. Namun sebenarnya riwayat ini tidak ada (dalam Shahih Muslim, -ed). Memang ada yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih t dari jalan Sa’id bin Ash-Shald, dari Al-A’masy, dengan menyebutkan arba’una sanah (empatpuluh tahun). Namun riwayat ini syadz(ganjil).” (Fathul Bari, 8/552)

Wallahu a’lam bish-shawab.

 


[1] Al-Akh Yasin bin Ali Al-Adni mengatakan dalam ta’liqnya terhadap Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah: “Saya belum menemukan hadits shahih yang marfu’ (sampai kepada Rasulullah n) yang menyebutkan dengan jelas bahwa pemegang sangkakala adalah Israfil q.

[2] Rasulullah n bersabda:

مَا بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ

“Jarak antara kedua peniupan itu adalah empatpuluh.” (HR. Al-Bukhari no. 4935 dan Muslim no. 7340)