Para ulama berselisih dalam hal ini.
1 . Sebagian ulama berpendapat, shalat berjamaah di masjid hukumnya fardhu kifayah.
Maknanya, apabila ada sebagian orang yang dianggap cukup telah menunaikannya, gugurlah kewajiban tersebut atas yang lain. Selain mereka (yang tidak hadir berjamaah di masjid) boleh shalat berjamaah di rumahnya. Mereka berpendapat, shalat berjamaah di masjid adalah salah satu syiar Islam. Sementara itu, kaum muslimin masih tetap menjalankannya di sekian banyak masjid. Kalau saja masjid-masjid yang ada (di suatu negeri) tidak dipakai untuk shalat berjamaah, tidak akan tampak bahwa negeri tersebut adalah negeri Islam.
Jawaban atas pendapat ini, untuk mencapai kesempurnaan, setiap individu wajib ikut shalat di masjid. Sebab, dengan pendapat di atas, setiap orang akan memilih tinggal di rumahnya dan ia berprasangka barangkali di masjid sudah ada yang shalat berjamaah.
2. Pendapat kedua mengatakan, shalat berjamaah boleh di rumah masing – masing dan boleh meninggalkan masjid, sekalipun jaraknya dekat, meskipun masjid lebih utama.
Menurut pendapat ini, apabila seorang berpendapat bahwa mengadakan shalat berjamaah bisa dengan dua orang, meskipun salah satunya adalah wanita, seorang suami bisa shalat berjamaah bersama istrinya di rumah dan tidak harus ke masjid. Mereka berdalil dengan hadits,
وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا
“Dijadikan untukku bumi, semuanya sebagai tempat shalat dan suci.” (HR. al-Bukhari)
Hadits ini dipahami bahwa bumi semuanya sebagai tempat shalat, sehingga meskipun di rumah sudah teranggap berjamaah meskipun di masjid lebih utama. Jawaban atas pendapat ini, hadits ini sama sekali tidak bisa menjadi dalil atas pendapat mereka. Sebab, hadits ini berisi penjelasan bahwa bumi semuanya adalah tempat ibadah. Ini adalah kekhususan bagi umat ini, berbeda halnya dengan umat yang lain. Mereka tidak beribadah selain di gereja, kuil, atau tempat peribadahan yang khusus.
Dengan demikian, hadits ini hanya menjelaskan bolehnya mengerjakan shalat di mana pun, dan tidak menjelaskan shalat berjamaah sah dikerjakan di mana pun. Selain itu, hadits di atas bersifat umum yang telah dikhususkan dengan beberapa dalil yang mewajibkan shalat berjamaah di masjid.
3. Ulama yang lain berpendapat, kewajiban shalat berjamaah di masjid hanya bagi yang diwajibkan. Dalilnya adalah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ
“Sungguh aku berkeinginan kuat untuk memerintahkan supaya ditegakkan shalat, lalu aku perintahkan seorang untuk mengimami manusia, kemudian aku akan mendatangi kaum yang tidak menghadiri shalat berjamaah, kemudian aku bakar rumah mereka dengan api.”
Kata “kaum” pada hadits ini berarti sejumlah orang yang memenuhi syarat untuk dikatakan berjamaah. Kalau saja diperbolehkan bagi mereka untuk shalat berjamaah di rumah, beliau tentu akan mengecualikan orang yang shalat di rumahnya. Dari sini diketahui, berjamaah di masjid menjadi sebuah keharusan. Inilah pendapat yang benar. Jika dilaksanakan selain di masjid, mereka berdosa meskipun sah shalatnya. (asy-Syarhul Mumti’ 2/374—378)
Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Ubaidah Syafrudin