Seseorang pernah bertanya kepada Asy-Syaikh Muhammad Shalih al-’Utsaimin rahimahullah tentang hukum memakai celak. Beliau rahimahullah pun menjawab, “Bercelak itu ada dua macam:
Pertama: Bercelak untuk menajamkan pandangan, menjadikan selaput mata bertambah terang/jelas, membersihkan dan menyucikan mata bukan untuk tujuan agar kelihatan cantik/indah, maka hal ini tidak mengapa. Bahkan sepantasnya dilakukan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mencelaki kedua matanya. Terlebih lagi bila yang digunakan itu adalah itsmid (salah satu jenis celak, red.) yang asli.
Kedua: Bercelak untuk tujuan kecantikan dan berdandan, maka hal ini memang dituntut dari seorang wanita/istri karena wanita diharuskan berhias untuk suaminya. Adapun bila yang melakukannya kaum pria (dengan tujuan kedua ini) maka perlu ditinjau kembali (boleh atau tidaknya). Saya sendiri tawaqquf (tidak dapat menentukan boleh tidaknya) dalam permasalahan ini. Terkadang dibedakan dalam hal ini antara seorang pemuda yang dikhawatirkan bila ia bercelak akan mendatangkan fitnah maka ia dilarang melakukannya, dengan seorang tua yang tidak dikhawatirkan fitnah tersebut darinya, maka ia tidaklah dilarang melakukannya.” (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatusy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 4/116)