Hukum Memakan Daging Biawak

Apa hukum makan biawak?

Jawab:

Alhamdulillah.

Biawak dalam bahasa Arab disebut waral. Binatang ini adalah jenis binatang melata, termasuk golongan kadal besar dan sangat dikenal di negeri ini. Hidupnya di tepi sungai dan berdiam dalam lubang di tanah, bisa berenang di air serta memanjat pohon.

Binatang ini tergolong hewan pemangsa dengan gigi taringnya yang memangsa ular, ayam, dan lainnya.[1] Ada biawak yang lebih besar dan lebih buas, disebut komodo. Dengan demikian, biawak haram dimakan berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ

“Seluruh binatang pemangsa dengan gigi taringnya maka haram dimakan.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)

Terdapat hadits-hadits lainnya yang semakna dengan ini dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim serta lainnya.

Jangan disangka bahwa biawak (waral) adalah dhab (hewan mirip biawak) yang halal. Dhab dihalalkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana dalam hadits Khalid bin al-Walid radhiallahu anhu,

أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتَ مَيْمُونَةَ، فَأُتِيَ بِضَبٍّ مَحْنُوذٍ، فَأَهْوَى إِلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ فَقَالَ بَعْضُ النِّسْوَةِ: أَخْبِرُوا رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَا يُرِيدُ أَنْ يَأْكُلَ. فَقَالُوا: هُوَ ضَبٌّ، يَا رَسُولَ اللهِ. فَرَفَعَ يَدَهُ، فَقُلْتُ: أَحَرَامٌ هُوَ، يَا رَسُولَ الله؟ِ فَقَالَ: لاَ، وَلَكِنْ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَأَجِدُنِي أَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَأَكَلْتُهُ وَرَسُولُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ.

“Ia masuk bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ke rumah Maimunah, lalu disajikan daging dhab panggang. Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjulurkan tangannya (untuk mengambilnya).

Sebagian wanita (yang ada di dalam rumah) berkata, ‘Beritahu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam apa yang akan dimakannya.’

Mereka lantas berkata, ‘Wahai Rasulullah, itu adalah daging dhab.’

Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun menarik kembali tangannya. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah binatang ini haram?’

Beliau menjawab, ‘Tidak, tetapi binatang ini tidak ada di tanah kaumku sehingga aku merasa jijik padanya’.”

Khalid berkata, “Aku pun mencuilnya dan memakannya, sementara Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memperhatikanku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim serta lainnya)[2]

Dhab adalah golongan kadal besar yang serupa dengan biawak dan sama-sama berdiam di dalam lubang di tanah. Berikut ini keterangan ahli bahasa Arab tentang dhab sekaligus perbandingannya dengan biawak.

  • Binatang ini adalah jenis melata yang tergolong kadal besar[3], seperti halnya biawak.

  • Bentuknya mirip biawak.[4]

  • Banyak ditemukan di gurun pasir (sahara) Arab[5]. Berbeda halnya dengan biawak yang hidupnya di tepi-tepi sungai.

  • Panjang tubuhnya lebih pendek dari biawak.[6]

  • Ekornya bersisik kasar seperti ekor buaya dengan bentuk yang lebar dan maksimal panjangnya hanya sejengkal. Berbeda halnya dengan ekor biawak yang tidak bersisik kasar dan berukuran panjang seperti ekor ular.[7]

  • Makanannya adalah rumput, belalang kecil (dabah), dan jenis belalang lainnya yang disebut jundub (jamak: janaadib).

Adapun biawak adalah predator (hewan pemangsa hewan lain) yang memangsa ular dan lainnya.[8]

Wallahu a’lam.


[1] Lihat Lisanul ‘Arab, al-Mu’jam al-Wasith, dan Tajul ‘Arus.

[2] Imam Muslim meriwayatkannya dari musnad Ibnu Abbas bahwa dia dan Khalid masuk bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam …. dst.

Lihat tentang dhab pada kitab Fathul Bari (9/”Kitab adz-Dzaba’ih wash-Shaid Bab adh-Dhabb”), ash-Shahihah (5/505—507), dan Fatawa al-Lajnah (22/311).

[3] Lihat al-Mu’jam al-Wasith.

[4] Lihat Lisanul ‘Arab, al-Mu’jam al-Wasith, dan Tajul ‘Arus.

[5] Lihat al-Mu’jam al-Wasith.

[6] Lihat al-Mu’jam al-Wasith.

[7] Lihat Lisanul ‘Arab, al-Mu’jam al-Wasith, dan Tajul ‘Arus.

[8] Lihat Lisanul ‘Arab.

 

Dijawab oleh Ustadz Abu Abdillah Muhammad as-Sarbini

 

daging biawakmakan daging biawak