Keutamaan Mengingat Mati

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

أَلَمۡ يَأۡنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَن تَخۡشَعَ قُلُوبُهُمۡ لِذِكۡرِ ٱللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلۡحَقِّ وَلَا يَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلُ فَطَالَ عَلَيۡهِمُ ٱلۡأَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوبُهُمۡۖ وَكَثِيرٌ مِّنۡهُمۡ فَٰسِقُونَ

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (al-Hadid: 16)

Abu Hurairah radhiallahu anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau berkata,

أَكْثِرُوا ذِكْرِ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ –يَعْنِي الْمَوْتَ

“Perbanyaklah mengingat hal yang akan memutuskan berbagai kenikmatan—yaitu mati.” (HR. Ashabus Sunan; Syaikh al-Albani menilainya sahih dalam al-Irwa’)

Bahkan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan ziarah kubur dan menganjurkannya. Sebab, ziarah kubur akan mengingatkan pada kematian. Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا –وَفِي رِوَايَةٍ: فَإِنَّهَا تُذَكِّرُنَا الْآخِرَةَ

“Dahulu aku melarang kalian dari ziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah kalian ke kubur.” (HR. Muslim)

Dalam sebuah riwayat, “Sesungguhnya, ziarah kubur itu akan mengingatkan kita kepada akhirat.”

Berikut ini beberapa faedah yang akan didapatkan oleh orang-orang yang senantiasa mengingat mati.

  1. Melembutkan hati untuk bersegera memohon ampun atas dosa-dosa dan bertobat kepada Allah.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu serta kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 133)

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ تُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ تَوۡبَةً نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمۡ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمۡ سَيِّ‍َٔاتِكُمۡ وَيُدۡخِلَكُمۡ جَنَّٰتٍ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ يَوۡمَ لَا يُخۡزِي ٱللَّهُ ٱلنَّبِيَّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥۖ نُورُهُمۡ يَسۡعَىٰ بَيۡنَ أَيۡدِيهِمۡ وَبِأَيۡمَٰنِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَآ أَتۡمِمۡ لَنَا نُورَنَا وَٱغۡفِرۡ لَنَآۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٍ قَدِيرٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Rabb kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan, ‘Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu’.” (at-Tahrim: 8)

Ibnu Umar radhiallahu anhuma meriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدَ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ

“Sesungguhnya Allah azza wa jalla akan menerima tobat seorang hamba selama rohnya belum sampai di tenggorokan.” (HR. at-Tirmidzi)

Baca juga: Proses Keluarnya Roh dari Jasad

Penyesalan setelah datangnya kematian tidaklah akan mendatangkan kebaikan dan keberuntungan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلۡمَوۡتُ قَالَ رَبِّ ٱرۡجِعُونِ ٩٩ لَعَلِّيٓ أَعۡمَلُ صَٰلِحًا فِيمَا تَرَكۡتُۚ كَلَّآۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَاۖ وَمِن وَرَآئِهِم بَرۡزَخٌ إِلَىٰ يَوۡمِ يُبۡعَثُونَ ١٠٠

(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu). Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (al-Mu’minun: 99—100)

Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ

“Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” (an-Nur: 31)

  1. Membangkitkan semangat untuk beribadah sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian.

Itulah sebaik-baik perbekalan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَٱعۡبُدۡ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأۡتِيَكَ ٱلۡيَقِينُ

“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (al-Hijr: 99)

وَمَا تُقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُم مِّنۡ خَيۡرٍ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِ هُوَ خَيۡرًا وَأَعۡظَمَ أَجۡرًاۚ

“Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.” (al-Muzzammil: 20)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ

“Bersemangatlah kamu untuk melakukan apa yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah, serta janganlah kamu malas.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)

  1. Menyebabkan hati memiliki sikap qana’ah (merasa cukup) terhadap dunia.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

بَلۡ تُؤۡثِرُونَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا ١٦ وَٱلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٌ وَأَبۡقَىٰٓ ١٧

“Akan tetapi, kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi; sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (al-A’la: 16—17)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ: يَا ابْنَ آدَمَ، هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ، هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ؟ فَيَقُولُ: لَا وَاللهِ يَا رَبِّ. وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ: يَا ابْنَ آدَمَ، هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ، هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ؟ فَيَقُولُ: لَا وَاللهِ يَا رَبِّ، مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ

Pada hari kiamat, didatangkan orang yang paling nikmat hidupnya di dunia dari kalangan penghuni neraka. Kemudian, dia dicelupkan ke dalam neraka sekali celupan. Dia lalu ditanya, “Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kebaikan? Apakah pernah terlintas pada dirimu kenikmatan?”

Dia menjawab, “Tidak, demi Allah, wahai Rabbku.”

Baca juga: Sifat-Sifat Penghuni Neraka

Didatangkan pula orang yang paling susah hidupnya di dunia, tetapi dia dari kalangan penghuni surga. Kemudian, dia dicelupkan ke dalam surga sekali celupan. Setelah itu, dia ditanya, “Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesusahan? Apakah pernah terlintas pada dirimu kesempitan hidup?”

Dia menjawab, “Tidak, demi Allah, wahai Rabbku. Tidak pernah terlintas padaku kesempitan dan aku tidak pernah melihat kesusahan.” (HR. Muslim)

Ad-Daqqaq rahimahullah berkata,

“Barang siapa banyak mengingat mati, dia akan dimuliakan dengan tiga perkara: (1) segera bertobat, (2) hatinya qana’ah terhadap dunia, dan (3) semangat beribadah.

Barang siapa melupakan mati, dia akan dibalas dengan tiga perkara: (1) menunda-nunda tobat, (2) hatinya tidak qana’ah terhadap dunia, dan (3) malas beribadah.

Maka dari itu, ingat-ingatlah kematian, sakaratulmaut, dan susah serta sakitnya, wahai orang yang tertipu dengan dunia!” (at-Tadzkirah, hlm. 10)

  1. Meringankan beban musibah yang menimpa dirinya, seperti penyakit, kefakiran, kezaliman, dan kesempitan hidup di dunia.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

فَمَا ذَكَرَهُ أَحَدٌ فِي سَعَةٍ إِلاَّ ضَيَّقَهَا عَلَيْهِ، وَلَا فِي ضَيْقٍ إِلاَّ وَسَّعَهُ عَلَيْهِ

“Tidaklah seseorang mengingat mati pada waktu lapang hidupnya, kecuali akan menjadikan dia merasa sempit (umurnya terasa pendek dan semakin dekat ajalnya). Tidaklah (dia mengingat mati) pada waktu sempit hidupnya (karena sakit, fakir, dll) kecuali akan menjadikan dia merasa lapang (karena mengharapkan balasan dari Allah dengan sebab keikhlasan dan kesabaran ketika menghadapinya).” (HR. Ibnu Hibban; Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan dalam al-Irwa’ [no. 682] bahwa sanadnya hasan)

Seseorang tidak diperbolehkan mengharapkan kematian karena musibah yang menimpanya, kecuali karena takut agamanya terfitnah. Abu Hurairah radhiallahu anhu meriwayatkan bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَتَمَنَّ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ، إِمَّا مُحْسِنًا فَلَعَلَّهُ يَزْدَادُ وَإِمَّا مُسِيئًا فَلَعَلَّهُ يُسْتَعْتَبُ

“Janganlah salah seorang kalian mengharap-harapkan kematian. Sebab, bisa jadi dirinya adalah orang yang baik, maka mudah-mudahan bertambah kebaikannya. Bisa jadi pula, dirinya orang yang berbuat dosa, barangkali dia akan minta diberi kesempatan (bertobat).” (Muttafaqun ‘alaih, dan ini adalah lafaz al-Bukhari)

Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ الْمَوْتََ لِضُرٍّ أَصَابَهُ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ فَاعِلًا فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي مَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي

Janganlah salah seorang kalian mengharap-harapkan kematian karena suatu kesempitan hidup yang menimpanya. Apabila dia harus melakukannya, hendaknya dia berdoa, “Ya Allah, hidupkanlah aku selama kehidupan itu lebih baik bagiku, dan wafatkanlah aku apabila kematian itu lebih baik bagiku.” (Muttafaqun ‘alaih)

Baca juga: Pelipur Lara Saat Musibah dan Bencana

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,

“Apabila seseorang ditimpa musibah, dia tidak boleh mengharap-harapkan kematian. Ini adalah kesalahan dan kebodohan yang ada pada dirinya, serta kesesatan dalam agama. Sebab, apabila dia hidup, bisa jadi dia adalah orang yang baik sehingga akan bertambah kebaikannya. Bisa jadi pula, dia adalah orang yang berbuat kejelekan sehingga dia sadar dan bertobat kepada Allah. Sementara itu, apabila dia mati dalam keadaan yang paling jelek (kita berlindung kepada Allah dari yang demikian).

Oleh karena, itulah kita katakan, ‘Janganlah engkau mengharap-harapkan kematian karena hal ini adalah sikap orang yang bodoh.’ Sikap tersebut adalah kesesatan dalam agama. Sebab, dia telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Selain itu, mengharap-harapkan kematian adalah bukti ketidakridhaannya terhadap ketentuan Allah. Padahal, seorang mukmin harus ridha terhadap takdir.” (Syarh Riyadhish Shalihin, 2/239—240)

Bagaimanapun keadaan seorang mukmin, lapang atau sempit, senang atau susah, sehat atau sakit, bahkan sampaipun dia telah merasakan dekatnya ajal, dia wajib tetap berbaik sangka kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mewasiatkan,

لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Janganlah salah seorang kalian mati kecuali dalam keadaan dia berbaik sangka kepada Allah azza wa jalla.” (HR. Muslim)

Pada akhirnya, kita panjatkan doa,

“Ya Allah, hidupkanlah dan wafatkanlah kami di atas Islam dan As-Sunnah. Allahumma taqabbal minna, innaka sami’ud du’a.”

(Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan rahimahullah)

 

kematianmatimengingat mati