Pertanyaan:
Saya mau bertanya. Saya kidal sejak kecil, tetapi sekarang makan sudah menggunakan tangan kanan dan (maaf) cebok juga tangan kiri. Akan tetapi, hal yang lain, seperti menulis, memotong cabai, dll., masih pakai tangan kiri. Apakah saya berdosa atas hal ini?
Jawaban:
Secara umum, hukum menggunakan tangan kanan pada perkara yang terhormat dan menggunakan tangan kiri pada perkara yang kotor adalah sunnah. Jika dikerjakan, mendapat pahala; jika ditinggalkan, tidak berdosa.
Namun, dalam perkara-perkara tertentu yang memang diperintahkan untuk menggunakan tangan kanan dan dilarang menggunakan tangan kiri, seperti makan dan minum, menurut pendapat yang paling kuat, hukumnya adalah wajib. Sebaliknya, hukumnya dilarang menggunakan tangan kanan untuk beristinja (cebok) dan memegang kemaluan ketika sedang buang air.
Baca juga: Makan Ala Islam (bagian 2)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang menggunakan tangan kiri ketika menyembelih dan menulis Al-Qur’an karena tidak terampil menggunakan tangan kanan.
Beliau menjawab,
“Ya, seseorang boleh menggunakan tangan kirinya untuk menyembelih, menulis Al-Qur’an, dan yang lainnya jika dia tidak terampil menggunakan tangan kanan. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ
“Allah tidak membebani suatu jiwa kecuali sesuai dengan kesanggupannya.” (al-Baqarah: 286)
Baca juga: Mengenal Allah
Demikian pula firman-Nya,
فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡ
“Bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (at-Taghabun: 16)
(Sumber: Fatawa Nur ‘alad Darb 2/20 dari program Maktabah Syamilah)
Namun, luput darinya keutamaan mengutamakan tangan kanan yang disukai oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Oleh karena itu, hendaknya dia tetap berusaha dan berlatih menggunakan tangan kanannya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami.” (al-Ankabut: 69)
Baca juga: Jalan Menuju Surga
Wallahu a’lam bish-shawab.
(Ustadz Abu Ishaq Abdullah Nahar)