Komunis Kaum Pemberontak

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi nasihat kepada para sahabat. Nasihat itu begitu menggetarkan hati sehingga air mata pun menetes. Seorang sahabat mulia, Abu Najih al-‘Irbadh bin Sariyah radhiallahu ‘anhu, pernah mengisahkan hal itu dalam sebuah hadits.

Di antara nasihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut adalah,

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ

Aku wasiatkan kepada kalian agar senantiasa bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala, hendaklah mendengar dan taat walau yang memerintah kalian adalah seorang budak Habasyi.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Sebuah wasiat agung. Wasiat yang mengajarkan prinsip untuk menaati penguasa kaum muslimin. Sebuah prinsip yang senantiasa dijaga dan ditegakkan oleh kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dengan prinsip ini, seorang muslim dididik untuk tidak merongrong kewibawaan penguasa kaum muslimin. Dengan prinsip ini pula, seorang muslim dibimbing agar tidak terjatuh melakukan aksi angkat senjata ke hadapan penguasanya. Menentang dan memberontak.

Hendaknya seorang muslim menaati penguasanya dalam hal yang makruf, yang tidak menjadikannya bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Seorang muslim dibimbing untuk bersabar menghadapi situasi yang tak nyaman, penuh hiruk pikuk, dan kegaduhan politik. Sabar dalam memegang kukuh wasiat di atas.

Baca juga:

Hubungan Antara Rakyat dan Pemerintah Dalam Pandangan Islam

Itulah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Berbeda dengan orang-orang yang lalai dengan agamanya. Tak mengingat dan mengamalkan wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mudah terpancing situasi politik yang memanas. Tak sabar saat stabilitas negara dalam keadaan goncang. Kritik berhamburan di depan publik. Cacat cela penguasa tersingkap di hadapan rakyat jelata. Yang semestinya, bila hendak menasihati penguasa, dilakukan secara tertutup sebagaimana adab yang diajarkan agama yang mulia, Islam.

Aksi Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan potret berpolitik penuh nista. Cara berpolitik yang jauh dari kesantunan. Trik-trik politik yang penuh tipu muslihat. Aksi-aksi yang dilandasi kebencian, menyikut teman seiring, membantai lawan, haus kekuasaan, menghasut dan menghalalkan semua cara. Selama tampil di pentas jagat Nusantara, PKI cuma bisa menyajikan kekacauan demi kekacauan. Rakyat Indonesia, khususnya rakyat kecil, dimanipulasi untuk selalu menyibukkan diri dalam perpolitikan. Rakyat jelata diagitasi untuk selalu bangkit melakukan perlawanan terhadap siapa pun yang tak segaris dengan PKI.

Seakan-akan memperjuangkan kaum proletar, yaitu rakyat jelata. Padahal, senyatanya banyak menyengsarakan rakyat. Bahkan, mengorbankan rakyat. Ya, mengorbankan rakyat miskin. Tak semata miskin harta, tetapi miskin ilmu. Rakyat semacam ini yang dijadikan tumbal perjuangan PKI. Berkedok pertentangan kelas, rakyat jelata dibodohi segelintir elite partai. Rakyat disuguhi kebohongan demi kebohongan. Itulah PKI.

Berjuang Berarti Memberontak

Tak bisa dimungkiri, doktrin pertentangan kelas yang ditanamkan kepada kader PKI telah banyak memberi pengaruh untuk berontak. Kaum miskin, buruh tani, buruh perkebunan, para pekerja tambang dan pabrik adalah sosok manusia yang sangat rentan disusupi paham komunis. Nyaris semua pemberontakan di Nusantara yang dilakukan komunis melibatkan kaum marjinal (pinggiran), seperti petani atau buruh.

Mengingat doktrin pertentangan kelas pula, kaum marxis-komunis membangun kekuatan massa di pusat-pusat perburuhan atau pertanian. Di situ banyak buruh, di situ pula kader-kader komunis melakukan perekrutan pengikut. Di situ banyak petani miskin, di situ pula agen-agen marxis bergerilya menancapkan cakar komunismenya.

Sebab, sesungguhnya, doktrin pertentangan kelas tak bisa diwujudkan manakala masyarakat tidak dipilah menjadi miskin-kaya, borjuis-proletar, atau kapitalis-proletar. Doktrin pertentangan kelas akan mengalami resistensi (penolakan) dari masyarakat, manakala masyarakat hidup harmoni. Yang kaya menolong yang miskin, yang miskin mengerti keadaan dirinya untuk bersabar dan membangun relasi baik terhadap yang kaya. Pemilik modal (kapitalis) tidak bersikap arogan terhadap kaum buruh atau petani. Begitu pula para buruh atau petani bisa membawa diri dalam bermuamalah. Manakala dibingkai akhlak yang baik, harmoni itu bisa terwujud. Biidznillah.

Sebagai agama yang sempurna dan universal, Islam telah memberikan bimbingan tentang hal itu. Antara kaya dan miskin tidak terjadi jurang pemisah. Ketentuan zakat, sedekah, dan infak, di antara hikmahnya adalah membangun relasi yang sehat, penuh kasih, hangat, dan perhatian antara yang kaya dan miskin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَفِيٓ أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ  

“Dan pada harta benda mereka ada hak orang miskin yang meminta dan orang miskin yang menahan diri dari meminta-minta.” (adz-Dzariyat: 19)

Baca juga:

Menjaga Hak Orang-Orang yang Lemah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berpesan untuk tidak meremehkan kaum yang lemah, memerhatikan dan peduli terhadap mereka. Berdasarkan hadits dari Mush’ab bin Sa’ad radhiallahu ‘anhu, dari ayahnya,

أَنَّهُ ظَنَّ أَنَّ لَهُ فَضْلًا عَلَى مَنْ دُونَهُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ فَقَالَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّمَا يَنْصُرُ اللهُ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَبِصَلَاتِهِمْ وَإِخْلَاصِهِمْ

Sesungguhnya ia (Sa’ad) menyangka memiliki kelebihan atas para sahabat lainnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, Allah subhanahu wa ta’ala akan menolong umat ini melalui (kaum) yang lemah karena doa, shalat, dan keikhlasan mereka.” (HR. an-Nasai, no. 3178, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah)

Upaya Pemberontakan 1926—1946

Tengoklah perjalanan sejarah. Pemberontakan di wilayah Banten pada November 1926, kaum komunis berhasil memprovokasi massa buruh dan petani untuk memberontak dan membuat kerusuhan.

Nyaris bersamaan waktu, terjadi pula pemberontakan di wilayah Karesidenan Jakarta dan wilayah Priangan, Jawa Barat. Beriring waktunya dengan pemberontakan komunis di Solo. Jelang tutup tahun 1926, di Kediri meletus pula pemberontakan orang-orang komunis. Awal Januari 1927, orang-orang komunis membuat onar, berontak, dan membantai masyarakat Silungkang, Sumatra Barat.

Sekian banyak makar ditorehkan oleh para pengusung ideologi marxisme di nusantara. Sekian banyak pula korban berjatuhan, kerugian finansial dan kerusakan infrastruktur masyarakat. Apa yang dilakukan orang-orang komunis tak memberi kebaikan sedikit pun terhadap kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Komunisme hanya menjadikan situasi tidak kondusif. Fakta sejarah yang terpapar di atas adalah fakta yang terekam saat kemerdekaan Republik Indonesia belum diproklamirkan.

Baca juga:

Dari Seorang Marxis Lahirlah PKI

Pasca-kemerdekaan, komunis berulah juga. Antara Oktober—Desember 1945, dikenal “Peristiwa Tiga Daerah”. Para pengusung PKI berusaha melakukan pemberontakan untuk menguasai Tegal, Brebes, dan Pemalang. Mereka melakukan konsentrasi massa di Desa Talang, Kabupaten Tegal. Namun, upaya permufakatan jahat kaum komunis berhasil ditebas pasukan pemerintah.

Pungkas di “Peristiwa Tiga Daerah” ternyata tak menjerakan para pengusung ideologi anti agama ini. Februari 1946, mereka membuat aksi berontak di Cirebon. Upaya merebut kekuasaan pemerintahan daerah tak mampu dilakukan. Massa PKI dipukul mundur oleh pasukan pemerintah dan kaum muslimin.

Muso Datang, Madiun Meradang

Sekembali dari Rusia, Muso mengambil alih kendali partai. Tanggal 1 September 1948 Comite Central Partai Komunis Indonesia (CC PKI) kali pertama terbentuk. Muso dipilih sebagai Ketua PKI. Aroma Rusia pun masih kental tercium. Bara revolusi kaum marxis-leninis di Rusia masih kuat membakarnya. Keberhasilan kaum komunis di Rusia coba ingin diwujudkan di Indonesia. Muso pun ambil langkah.

Sejak Muso memegang tali kekang partai, wajah garang PKI semakin menguat. Para pimpinan partai sering melakukan orasi di hadapan masa. Isi orasi pun sarat muatan yang membakar emosi masa. Menghasut. Memberi janji-janji muluk. Mendiskreditkan pemerintah Republik Indonesia.

Yogyakarta, Sragen, Solo, dan Madiun adalah jalur aksi agitasi mereka. SOBSI, sebagai organisasi sayap PKI untuk para buruh, menggalang kekuatan massa buruh di Klaten, Jawa Tengah untuk mogok kerja. Tak hanya itu, kaum komunis pun melakukan aksi-aksi teror terhadap orang-orang yang tak segaris, seperti terhadap para pegawai pemerintah dan tokoh kaum muslimin di daerah.

Baca juga:

Geliat Komunisme di Tanah Air

Akibat berbagai aksi itu, situasi pun memanas. Kerusuhan meletus di Solo. Darah merah tertumpah. Kolonel Soetarto, Panglima Divisi IV/Panembahan Senopati, dibunuh. Setelah itu, dr. Moewardi pun diculik dan dibantai. Nama terakhir ini kemudian disematkan menjadi nama Rumah Sakit Umum Daerah di Surakarta, RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang terletak di Jl. Kolonel Soetarto.

Saat perhatian terfokus ke Solo, di Madiun situasi menegang. Pada 18 September 1948, Muso memberi komando untuk menguasai Madiun dan sekitarnya. Operasi pemberontakan berhasil dilaksanakan. Hari itu Madiun dikuasai kaum komunis. Pasukan TNI terdesak ke pinggiran Madiun. Perkantoran pemerintah dan beberapa objek vital dikuasai komunis.

Proklamasi berdirinya negara “Republik Soviet Indonesia” segera dipublikasikan. Sebagai pimpinan pemberontakan, Muso membentuk Pemerintah Front Nasional. Tak berlangsung lama, komunis menguasai Karesidenan Madiun, Purwodadi, dan Cepu.

Pemberontakan ini memakan korban yang tidak sedikit. Di antara para korban pembantaian ialah para pejabat pemerintahan, TNI, polisi, dan tokoh masyarakat. Sebuah sumur tua di Desa Soco, Kecamatan Benda, Kabupaten Magetan merupakan tempat kuburan massal korban pembantaian PKI. Ada 108 jenazah ditemukan, 78 jenazah dikenali, sedang sisanya tak bisa dikenali. Di antara korban, Bupati Magetan Soedibjo. Juga ditemukan korban pembantaian PKI di sebuah sumur di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun. Di tempat ini ada 17 nama korban, diantaranya Kolonel Marhadi. Adapun di sumur tua yang berada di Desa Cigrok ditemukan jenazah 22 orang. Di antaranya jenazah para kiai pengasuh pondok pesantren.

Pemberontakan PKI di Madiun tidak berlangsung lama. Dalam kurun kurang dari dua pekan, para pemberontak bertekuk lutut. Pasukan pemerintah membasmi anasir PKI. Bahkan, Muso ditembak mati saat melarikan diri ke luar kota Madiun. Para pelaku lainnya, seperti Amir Sjarifuddin, dieksekusi mati.

G 30 S/PKI

Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G 30 S/PKI) merupakan gerakan penggulingan kekuasaan. G30 S/PKI, sering disebut juga Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), melancarkan pemberontakan dengan melakukan penculikan dan pembantaian terhadap para perwira tinggi TNI. Enam jenderal dan satu perwira menengah dibunuh secara keji oleh kelompok Gestapu. Sementara itu, satu jenderal yang menjadi target penculikan berhasil lolos. Para korban penculikan selanjutnya dibawa ke daerah Lubang Buaya, dekat Bandar Udara Halim Perdanakusumah, Jakarta.

Pada 1 Oktober 1965 sekira jam 05.30, pasukan Gatotkaca dibawah pimpinan Mayor Udara Gathut Soekrisno menerima hasil penculikan dari pasukan Pasopati. Sementara itu, para sukwan (sukarelawan) PKI, di antaranya ada dari kalangan sukwati (sukarelawati) Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia, organisasi sayap PKI untuk para wanita), telah menunggu kedatangan para korban penculikan. Mereka menunggu di dekat sumur tua Lubang Buaya. Tempat itu merupakan basis gerakan mereka.

Baca juga:

Komunisme, Ideologi Antiagama

Empat korban penculikan diturunkan dari kendaraan dalam keadaan mata ditutup kain merah dan kedua tangannya diikat ke belakang. Adapun tiga orang jenderal korban penculikan diturunkan dari kendaraan dalam keadaan telah meninggal. Tubuh ketiganya bersimbah darah akibat diberondong senjata api laras panjang dan ditusuk sangkur terhunus. Mereka dibunuh ketika masih di rumahnya masing-masing. Adapun empat korban penculikan yang masih hidup disiksa hingga meninggal.

Saat fajar merekah, hutan karet Lubang Buaya menjadi area pembantaian. Setelah keempatnya meninggal, lalu para sukwan PKI melemparkan para korban ke dalam sumur tua. Untuk menghilangkan jejak, sumur tua itu ditimbun tanah dan ditanami pohon pisang.

Peristiwa 30 September 1965 tidak bisa dilupakan oleh bangsa Indonesia. Awan kelam menyelimuti persada. Pengkhiatan PKI terulang kembali. Karena ambisi politik, mereka menghalalkan segala cara. PKI membuat makar. Perilaku binatang nan menjijikan dipertontonkan di hadapan umat manusia. Sekian banyak pemberontakan dilakukan, dan pemberontakan G 30 S/PKI merupakan antiklimaks partai berlambang palu arit ini. Pupus sudah mimpi D.N. Aidit dan para pendukungnya untuk menjadikan republik ini sebagai negara komunis. Tekadnya untuk mengomuniskan Indonesia terhenti akibat perbuatan terkutuknya. Allah subhanahu wa ta’ala menghancurkan makar kaum komunis PKI.

Setelah kebiadaban yang dilakukan orang-orang PKI, maka rakyat Indonesia bersepakat untuk mengenyahkan PKI. Ideologi, organisasi, atribut partai dan segala bentuk kegiatan PKI dilarang di wilayah Republik Indonesia. PKI dibubarkan dan paham komunisme/marxisme-leninisme dilarang. Sebagai lembaga tertinggi di Republik Indonesia, Majelis Permusjawaratan Rakjat Sementara (MPRS) telah membuat ketetapan tentang pelarangan tersebut. Lahirlah Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966.

Baca juga:

Bom Waktu Komunisme

Walau PKI telah dilarang di Indonesia, bukan berarti paham komunisme itu mati. Partai hanyalah sebuah kendaraan politik. Partai bisa dibubarkan. Namun, komunisme sebagai ideologi bisa terus hidup. Ketika kendaraan politik tidak dimiliki, kader komunis bisa menumpang ke dalam partai politik yang ada sekarang ini. Kader komunis bisa saja menyusup ke dalam partai yang berkuasa. Mereka mencari tempat yang aman. Karena itu, kewaspadaan harus tetap dijaga. Sebagai ideologi, PKI belum mati.

Referensi

Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Latar Belakang, Aksi, dan Penumpasannya, Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1994

Ditulis oleh Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin

G30S/PKIKomunismepemberontakan