Menerima dan Mengamalkan Kebenaran

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbah ini, kami berwasiat kepada diri kami pribadi dan seluruh hadirin untuk bertakwa kepada Allah l. Yaitu dengan menjaga diri-diri kita dari murka Allah l serta adzab-Nya. Dan hal ini tentu saja tidak akan terwujud kecuali dengan kita menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Oleh karena itu untuk melaksanakan perintah bertakwa ini, kita harus memulainya dengan menuntut ilmu. Yaitu dengan bersemangat dalam mempelajari ajaran Islam, agar kita mengetahui perintah-perintah Allah l dan kemudian berusaha sekuat kemampuan kita untuk mengamalkannya. Begitu pula agar kita mengetahui larangan-larangan-Nya untuk kemudian kita menjauhi semuanya. Sesungguhnya dengan bertakwa kepada-Nya, Allah l akan memberikan pertolongan pada musibah yang menimpa kita dan akan memberikan jalan keluar dari kesulitan-kesulitan yang ada di hadapan kita.

 

Hadirin rahimakumullah,

Di antara nikmat Allah l paling besar yang telah dikaruniakan kepada kita adalah nikmat Islam. Maka sudah semestinya bagi kita untuk mensyukuri nikmat ini. Yaitu dengan senantiasa berpegang teguh dengan ajaran yang ada di dalam agama ini. Tidaklah bermanfaat pengakuan seseorang yang mengaku dirinya sebagai muslim sementara aqidahnya adalah akidah jahiliah. Begitu pula tidak semestinya bagi seorang yang mengaku dirinya muslim, namun dia mengada-adakan amalan ibadah baru atau menambah-nambahi tata cara ibadah yang tidak ada contohnya dari Rasulullah n. Oleh karena itu wajib bagi kaum muslimin untuk benar-benar mengenal agamanya. Yaitu dengan mempelajarinya dari ahlinya, dan tidak menjadikan mayoritas orang, terlebih mereka adalah orang-orang awam, sebagai tolok ukur untuk menilai benar dan tidaknya Islam seseorang. Akan tetapi kita harus memahami agama Islam sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah n kepada para sahabatnya. Bukan memahami Islam dengan pemahaman-pemahaman baru yang menyimpang dari pemahaman para sahabat.

 

Jama’ah Jum’ah rahimakumullah,

Telah begitu banyak ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi n yang sampai kepada kita. Baik dengan kita membacanya maupun mendengarkan dari bacaan saudara kita. Ini berarti telah banyak perintah-perintah Allah l dan larangan-larangan-Nya yang telah sampai kepada kita. Namun sudahkah kalam Allah l dan hadits Nabi n yang telah sampai kepada kita itu berpengaruh pada kepribadian kita? Sudahkah hal itu mengubah dan memperbaiki diri-diri kita?

 

Hadirin rahimakumullah,

Sudah semestinya kita membaca dan mempelajari ayat-ayat Allah l dan hadits-hadits Rasul n. Karena agama Islam adalah wahyu dari Allah l yang disampaikan kepada Nabi-Nya n melalui malaikat Jibril. Maka tidak mungkin kita akan mengetahui ajaran Islam kecuali dengan mempelajari wahyu tersebut. Dan wahyu yang Allah l turunkan tersebut adalah berupa Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi n. Oleh karena itu tidak boleh bagi kita untuk berpaling dari keduanya dan tidak mempelajarinya. Karena kalau demikian, sungguh di akhirat kelak dia akan menjadi orang yang menyesal. Sebagaimana Allah l sebutkan tentang penyesalan orang-orang kafir kelak di akhirat di dalam firman-Nya:

“Dan mereka (orang-orang kafir) berkata, ‘Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka Sa’ir.” (Al-Mulk: 10)

Begitu pula sudah seharusnya, ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi n yang telah sampai kepada kita dan telah kita pelajari tersebut bisa mengubah keadaan kita. Sehingga menjadikan kita menjadi orang yang senantiasa ikhlas dan mencontoh Rasulullah n dalam beribadah kepada Allah l. Menjadikan kita sebagai orang yang menjalankan shalat lima waktu, puasa Ramadhan, dan rukun Islam lainnya.Juga menjadikan kita sebagai orang yang berakhlak mulia seperti berbakti kepada orangtua, menghormati tetangga, dan yang lainnya. Begitu pula mengubah diri kita sehingga menjadi orang yang menjauhi riba, judi, dan perbuatan maksiat lainnya. Karena kalau tidak demikian, maka justru ayat dan hadits yang kita dengar dan pelajari akan menjadi hujjah bagi Allah l untuk mengadzab kita –wal ‘iyadzubilllah.

Allah l berfirman:

“Bukankah telah dibacakan kepada kamu sekalian ayat-ayat-Ku, akan tetapi kalian selalu mendustakannya?” (Al-Mukminun: 105)

Nabi n bersabda:

“Dan Al-Qur’an itu adalah hujjah bagimu atau hujjah bagi Allah n untuk (mengadzab) kamu.” (HR. Muslim)

 

Hadirin rahimakumullah,

Sebagaimana bumi ini akan tandus dan tidak bisa ditanami jika tidak tersirami air, maka begitu pula hati kita akan sakit atau bahkan mati -wal ’iyadzubillah (kita berlindung kepada allah)- apabila tidak ditundukkan untuk menerima dan menjalankan perintah-perintah Allah l dan Rasul-Nya n. Oleh karena itu semestinya kita harus berusaha untuk memenuhi setiap panggilan Allah l dan Rasul-Nya n yang sampai kepada kita melalui ayat-ayat-Nya dan hadits-hadits Nabi n. Karena yang demikian itu akan menjadikan hidupnya hati kita sehingga akan senantiasa mendapat petunjuk dan kemudahan dalam mengamalkan syariat-Nya. Dan yang demikian ini akan mengantarkan kita pada kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat. Hal ini sebagaimana firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu.” (Al-Anfal: 24)

Dan sebaliknya, janganlah kita menyerupai orang-orang kafir yang tidak mau mendengarkan panggilan Allah l dan Rasul-Nya n atau menyerupai orang-orang munafik yang mendengarkan dengan telinganya namun hatinya tidak mau menerima. Allah l menyatakan mereka adalah sejelek-jelek orang di muka bumi ini, dalam firman-Nya:

“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang (munafik) vang berkata “Kami mendengarkan, padahal mereka tidak mendengarkan. Sesungguhnya sejelek-jelek makhluk di sisi Allah ialah orang-orang memiliki pendengaran namun seperti orang yang tuli, yang memiliki lisan namun seperti orang yang bisu, yang tidak mengerti apa-apa.” (Al-Anfal: 21-22)

 

 

Saudara-saudaraku kaum muslimin, rahimakumullah,

Di hadapan kita ada ajaran yang sempurna dan mulia. Yaitu ajaran Islam yang berisi aturan-aturan yang akan mengantarkan kita pada kehidupan yang penuh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Maka karena alasan apa seseorang berpaling darinya?

Sungguh barangsiapa ingin mencari aturan lainnya maka dia tidak akan dapatkan kecuali aturan yang hina dan penuh kekurangan. Oleh karena itu marilah kita menjadi orang-orang yang senantiasa menerima dan mengamalkan setiap kebenaran yang sampai kepada kita. Karena orang yang menolak kebenaran yang telah sampai kepadanya akan terkena ancaman Allah l, yaitu akan dipalingkan hatinya dari menerima kebenaran berikutnya. Allah l berfirman:

“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka.” (Ash-Shaf: 5)

 

Khutbah Kedua

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Pada khutbah yang kedua ini kembali kami mengingatkan untuk bertakwa kepada Allah l dan marilah kita berusaha menghindari hal-hal yang akan menjauhkan dan mencegah kita dari menerima ajaran-ajaran Allah l.

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Ada beberapa hal yang bisa mencegah seseorang dari mendapatkan hidayah serta petunjuk Allah l. Di antaranya adalah kesombongan. Hal ini sebagaimana terjadi pada iblis ketika diperintah oleh Allah l untuk sujud kepada nabi Adam q, namun karena kesombongannya dia menolak seraya mengatakan: “aku lebih baik dari Adam”. Oleh karena itu semestinya kita berusaha menghilangkan sifat ini, yaitu dengan berupaya melembutkan hati agar tunduk kepada kebenaran. Sungguh terkadang seseorang sangat lembut sikapnya ketika bergaul dengan orang lain namun sangat keras hatinya untuk menerima kebenaran.

 

Hadirin rahimakumullah,

Di antara perkara yang akan mencegah seseorang dari menerima ajaran Islam adalah mengikuti hawa nafsu. Yaitu lebih mendahulukan hawa nafsu dari mengikuti perintah-perintah Allah l dan Rasul-Nya. Padahal Allah l menyebutkan di dalam firman-Nya:

“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.” (Al-Qashash: 50)

 

Hadirin rahimakumullah …..

Di antara perkara yang juga menghalangi seseorang dari menerima kebenaran adalah taklid atau fanatik buta terhadap pendapat seseorang ataupun madzhab tertentu meskipun dia tahu bahwa pendapat tersebut bertentangan dengan petunjuk Allah l dan Rasul-Nya. Begitu pula fanatik buta terhadap kebiasaan nenek moyangnya, sehingga dia tidak mau menerima petunjuk Allah l dan Rasul-Nya karena menyelisihi kebiasaan masyarakatnya. Yang demikian ini sesungguhnya merupakan sifat dan perbuatan orang-orang musyirikin dahulu.

Allah l berfirman: “Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatupun dan tidak mendapat petunjuk?” (Al-Baqarah: 170)