Menjaga Kemuliaan Diri

(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyah)

Pamer aurat, tabarruj1, khalwat2, dan ikhtilath3 menjadi sesuatu yang dianggap biasa oleh para wanita zaman sekarang. Seakan-akan semua itu bukanlah suatu dosa. Ditambah embusan-embusan beracun dari para hidung belang dan perusak tentang gambaran wanita yang “maju”, yang menjadi dambaan dan idola, jadilah para wanita semakin bersemangat dan saling berlomba mencapai kemajuan semu yang hendak digapainya. Tentu, dengan tidak lupa memoles wajah dan menata busananya saat tampil di hadapan orang banyak.
Berbincang, bergurau, dan tertawa dengan lawan jenis yang bukan apa-apanya sudah dianggap kelaziman dalam bersosialisasi. Yang menyedihkan, wanita-wanita berkerudung tidak mau ketinggalan. Mereka turut berlomba dengan wanita kebanyakan dalam hal meraih “kemajuan”, peduli busana indah, dan penampilan memikat. Muncullah model-model busana muslimah tabarruj plus kerudung yang amat jauh dari tuntunan syariat. Alih-alih menutup aurat dari pandangan lelaki ajnabi, ia malah memamerkan keindahan kerudung dan pakaian yang dikenakannya. Jatuhlah diri ke dalam dosa, dalam keadaan merasa telah menunaikan kewajiban agama sebagai perempuan.
Para muslimah yang berjilbab (baca: berkerudung) ini pun tidak mau ketinggalan dalam hal berinteraksi “bebas” atau “bebas terbatas” dengan lawan jenis, baik dengan dalih teman sekolah, rekan sekerja, kawan semajelis taklim, saudara, maupun alasan lainnya.
Sungguh, ini adalah sebuah musibah. Petaka pasti menjadi buahnya. Sungguh, Islam telah memberikan aturan yang agung, bagaimana seharusnya seorang wanita bertingkah laku agar tidak menjadi sebab kerusakan di masyarakat, yang akhirnya mengundang kemurkaan Rabbul Alamin.
Islam menuntunkan agar kaum wanita, terkhusus para muslimah, menjaga kemuliaan diri serta tidak merendahkan harkat dan martabatnya. Oleh karena itu, seseorang yang melepaskan diri dari aturan Islam tidak akan beroleh kemuliaan hakiki. Justru kehinaan dan kerendahan yang akan menyertainya, walaupun manusia memandang sebaliknya. Seorang wanita yang pamer aurat di depan kamera atau di atas catwalk—karena profesinya sebagai artis/fotomodel atau peragawati—sesungguhnya dia adalah wanita yang hina dan rendah walau manusia yang jahil mengelu-elukannya sebagai bintang atau selebritas yang menjadi idola.
Dengan demikian, apabila seorang wanita ingin mulia, hendaknya ia tidak mengikuti selera orang-orang rendahan. Ikutilah aturan Islam yang diturunkan oleh Rabbul Alamin, Dzat yang paling tahu urusan yang memberi kemaslahatan kepada para hamba.
Asy-Syaikh Shalih Fauzan al-Fauzan hafizhahullah dalam bukunya Tanbihat ‘ala Ahkam Takhtashshu bil Mu’minat, pada bagian yang kesepuluh, menyebutkan beberapa hal yang berperan dalam hal menjaga kemuliaan diri dan kehormatan seorang wanita. Di antaranya bisa kita ringkas sebagai berikut.

1. Sebagaimana halnya lelaki, wanita juga diperintahkan menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan.
Allah l berfirman,
Katakanlah (wahai Muhammad) kepada kaum mukminin, “Hendaklah mereka menundukkan sebagian pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Memberitakan apa yang mereka perbuat.” Dan katakanlah kepada kaum mukminat, “Hendaklah mereka menundukkan sebagian pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka….” (an-Nur: 30—31)
Asy-Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi t, guru asy-Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah, dalam tafsirnya Adhwa’ul Bayan mengatakan, “Allah l memerintahkan kaum mukminin dan mukminat untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Termasuk menjaga kemaluan adalah menjaganya dari berbuat zina, liwath (homoseksual), dan lesbian. Di samping itu juga menjaga kemaluan agar tidak sampai terlihat oleh manusia (yang tidak halal melihatnya, -penerj.) dan tidak membukanya….”
Hingga ucapan beliau, “Allah l menjanjikan bagi orang yang melaksanakan perintah-Nya dalam ayat ini, dari kalangan lelaki dan perempuan, akan beroleh ampunan dan pahala yang besar, apabila bersamaan dengan itu ia juga melakukan hal-hal yang disebutkan dalam surat al-Ahzab, yaitu pada firman-Nya,
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya (menjaga kemaluan mereka), laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah (berzikir), Allah telah siapkan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (al-Ahzab: 35) (Adhwa’ul Bayan, 6/186—187)
Al-Allamah Ibnul Qayyim t berkata dalam al-Jawabul Kafi (hlm. 232—233) tentang menundukkan pandangan, “Pandangan yang tiba-tiba (tanpa disengaja) merupakan penunjuk syahwat dan utusannya. Menjaganya merupakan pokok/landasan penjagaan kemaluan. Maka dari itu, siapa yang mengumbar pandangannya berarti ia telah menggiring jiwanya ke tempat kebinasaan. Nabi n bersabda kepada Ali bin Abi Thalib z,
لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ، فَإِنَّمَا لَكَ الْأُوْلَى وَلَيْسَتْ لَكَ الْأُخْرَى
“Janganlah engkau mengikuti satu pandangan (yang tiba-tiba tanpa disengaja -penerj.) dengan pandangan berikutnya. Yang menjadi milikmu hanyalah yang awal, sedangkan yang berikutnya bukan untukmu.” (HR Abu Dawud no. 1865, at-Tirmidzi no. 2777, dan Ahmad 5/353, 357. Dinyatakan hasan dalam Shahih Abi Dawud, Shahih at-Tirmidzi, dan Hijabul Mar’ah hlm. 34)
Beliau t juga mengatakan, “Pandangan mata adalah asal seluruh kejadian yang menimpa manusia. Hal ini karena pandangan itu menghasilkan lintasan/betikan hati, yang kemudian membuahkan pikiran, lalu memunculkan syahwat. Syahwat kemudian mendorong adanya keinginan. Keinginan itu bertambah kuat hingga membulatkan tekad kokoh yang akhirnya mengantarkannya kepada perbuatan. Ini adalah satu hal yang pasti terjadi apabila tidak ada sesuatu yang menghalangi. Oleh karena itu, dinyatakan, “Bersabar untuk menundukkan pandangan itu lebih ringan daripada bersabar menanggung penderitaan yang datang setelahnya.” (hlm. 234)
Maka dari itu, sepantasnya Anda, wahai muslimah, menundukkan pandangan dengan tidak memandang lelaki ajnabi. Jangan pula Anda melihat gambar-gambar yang mengundang godaan yang ditampilkan oleh majalah tertentu, atau yang ditayangkan layar televisi dan film. Selamatkan diri Anda dari akibat yang buruk. Betapa banyak pandangan mata mengakibatkan penyesalan pada pelakunya. Ketahuilah, api yang besar itu berawal dari percikan api yang kecil.

2. Termasuk upaya menjaga kemaluan adalah menghindari mendengarkan musik dan nyanyian.
Al-Imam al-Allamah Ibnul Qayyim t menyatakan, “Termasuk tipu daya setan yang menimpa orang yang sedikit ilmu, akal, dan agamanya, serta menjerat hati orang yang bodoh dan batil, adalah mendengarkan siulan, tepuk tangan, dan nyanyian dengan alat-alat musik yang diharamkan. Hal-hal ini semua memalingkan hati dari al-Qur’an. Ia menjadikan hati itu berdiam tekun dalam kefasikan dan maksiat. Nyanyian ini adalah qur’an setan, hijab (tirai penghalang) tebal yang menghalangi dari ar-Rahman. Nyanyian adalah ruqyah/jampi-jampi liwath (homoseksual) dan zina.” (Ighatsatul Lahafan, 1/242—248, 264—265)
Ibnul Qayyim t juga mengatakan, “Mendengarkan nyanyian dari seorang wanita atau anak lelaki yang belum tumbuh kumis/jenggotnya termasuk perkara yang sangat haram dan paling dahsyat kerusakannya terhadap agama….”
Hingga ucapan beliau, “Tidaklah diragukan, setiap orang yang punya kecemburuan akan menjauhkan istrinya dari mendengar nyanyian, sebagaimana halnya ia menjauhkan mereka dari sebab-sebab yang membuat keraguan terhadap kehormatan mereka.”
Maka dari itu, wahai muslimah, berhati-hatilah Anda dari penyakit berbahaya ini, yang sangat disayangkan justru laris di kalangan kaum muslimin dengan berbagai sarana dan beragam cara. Seolah-olah tidak bisa terbayang hidup tanpa musik dan lagu.

3. Termasuk upaya penjagaan terhadap kemaluan adalah mencegah wanita melakukan safar melainkan jika disertai mahramnya yang akan menjaga dan melindunginya dari keinginan jelek orang-orang fasik.
Abu Hurairah z berkata bahwa Rasulullah n bersabda,
لاَ يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيْرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ عَلَيْهَا
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan safar sehari semalam kecuali bersama mahramnya.” (HR. al-Bukhari no. 1088 dan Muslim no. 3255)
Apabila ada yang menyatakan, mahram si wanita mengantarkannya sampai naik ke dalam pesawat setelah itu meninggalkannya, dan nanti ketika sampai ke negeri atau kota yang dituju maka mahramnya yang lain akan menjemputnya di bandara. Toh, pesawat terbang aman, menurut anggapan mereka. Di dalamnya banyak penumpang, baik pria maupun wanita.
Kita jawab, hal itu tidak benar. Justru pesawat lebih besar bahayanya daripada kendaraan lain karena para penumpang bercampur baur di dalamnya. Bisa jadi, si wanita harus duduk bersebelahan dengan lelaki ajnabi (asing, bukan mahram). Bisa jadi pula, ada sesuatu yang menghalangi penerbangan pesawat tersebut ke tempat yang hendak dituju sehingga pesawat harus mendarat di bandara lain. Tentu si wanita tidak akan menemui orang yang menjemputnya sehingga ia pun berhadapan dengan bahaya. Apa kiranya yang akan diperbuat oleh seorang wanita di sebuah negeri/kota yang tidak dikenalnya dan tidak ada mahramnya di tempat tersebut?

4. Termasuk yang bisa menjaga kemaluan adalah melarang khalwat antara wanita dan lelaki yang bukan mahramnya.
Rasulullah n bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلاَ يَخْلُوَنَّ بِامْرَأَةٍ لَيْسَ مَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ مِنْهَا فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali ia berduaan dengan wanita yang tidak ada mahram bersamanya, karena yang ketiganya adalah setan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Al-Imam asy-Syaukani t berkata, “Khalwat dengan wanita yang bukan mahram adalah masalah yang disepakati keharamannya. Hal ini dihikayatkan oleh al-Hafizh t dalam Fathul Bari. Alasan pengharamannya adalah apa yang disebutkan dalam hadits di atas, yaitu pihak yang ketiga dari keduanya adalah setan. Tentu kehadiran setan akan menjerumuskan keduanya ke dalam maksiat. Adapun apabila bersama keduanya ada mahram si wanita, dibolehkan karena terhalanginya maksiat dengan kehadirannya. (Nailul Authar hlm. 64—68)
Inilah beberapa hal yang bisa ditempuh untuk menjaga kemuliaan, kehormatan, dan harga diri seorang wanita, yang disebutkan oleh asy-Syaikh Shalih Fauzan. Semoga Allah l membalas beliau dengan kebaikan yang banyak. Semoga pula Allah l memberi hidayah kepada semuanya menuju jalan-Nya yang lurus.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Catatan Kaki:

1 Menampakkan perhiasan, keindahan, dan kecantikan diri di hadapan lelaki ajnabi/bukan mahram.
2 Bersepi-sepi atau berdua-duaan dengan lelaki ajnabi tanpa ada mahram atau orang ketiga.
3 Bercampur baur tanpa hijab/penghalang antara lelaki dan wanita.