“Kita telah mengetahui bahwa paman (al-’amm) termasuk mahram dari seorang wanita di mana ia boleh membuka hijabnya di hadapan paman tersebut. Akan tetapi bagaimana hukumnya bila paman tersebut suka menceritakan padanya guyonan yang kotor/cabul, apakah si wanita boleh untuk menghindar/tidak menemui pamannya tersebut?”
Jawab:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah menjawab,
“Apabila ada paman yang suka menceritakan gurauan cabul pada keponakan perempuannya, tidak halal bagi keponakan tersebut mendatanginya. Ia juga tidak boleh membuka hijabnya[1] di hadapannya.
Sebab, ulama membolehkan seorang wanita membuka hijabnya di hadapan mahram dengan syarat tidak ada kejelekan. Sementara itu, paman yang bergurau dengan cabul terhadap keponakannya dikhawatirkan akan muncul keburukan darinya.
Yang wajib untuk dilakukan adalah menjauh dari sebab-sebab kejelekan. Engkau tentu tidak merasa aneh jika ada seseorang yang memiliki keinginan terhadap mahramnya.
Telah sampai kabar kepada kami,ada orang yang berzina dengan saudara perempuannya seayah karena dianggap perempuan itu bukan saudara sekandung. Wal ‘iyadzu billah.
Bahkan, sampai pula kepada kami kabar yang lebih besar daripada itu, ada orang yang berzina dengan ibunya. Wal ‘iyadzu billah.
Lihatlah tuntunan al-Qur’an. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
وَلَا تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ ءَابَآؤُكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَۚ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَمَقۡتٗا وَسَآءَ سَبِيلًا ٢٢
“Janganlah kalian menikahi wanita yang telah dinikahi oleh ayah kalian, kecuali apa yang telah lewat. Hal itu sungguh merupakan perbuatan yang keji, dimurkai, dan sejelek-jelek jalan.” (an-Nisa’: 22)
Allah ‘azza wa jalla berfirman tentang zina,
وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا ٣٢
“Janganlah kalian mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina adalah perbuatan yang keji dan sejelek-jelek jalan.” (al-Isra’: 32)
Perbuatan menikahi istri ayah (ibu tiri) tidak hanya disebut sebagai fahisyah (perbuatan keji), tetapi dikatakan maqtan (dimurkai). (Adapun perbuatan zina dalam al-Isra’ ayat 32, Allah ‘azza wa jalla hanya menyebutnya sebagai fahisyah, tanpa maqtan -pen.).
Ini menunjukkan bahwa pernikahan seorang lelaki dengan wanita yang memiliki hubungan mahram dengannya lebih besar kejelekannya daripada zina.
Kesimpulan jawaban ini adalah keponakan perempuan tersebut wajib menjauh dari pamannya dan tidak membuka hijab di hadapannya, selama dia melihat pamannya masih suka melemparkan guyonan buruk yang dapat mengantarkan kepada perbuatan keji.”
(Majmu’ah As’ilah Tuhimmul Usratil Muslimah, hlm. 17—18, Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah, hlm. 525)