Sejarah Berdirinya Kerajaan Arab Saudi

Mengenal Sosok Muhammad bin Su’ud, Amir Dir’iyah

Beliau adalah Muhammad bin Su’ud bin Muhammad bin Muqrin bin Rabi’ah bin Mirkhan bin Ibrahim bin Musa bin Rabi’ah bin Mani’ al-Muridi ad-Dir’i al-Yazidi al-Wa’ili (http://www.alriyadh.com/155574).

Beliau dilahirkan pada awal abad ke-12 H. Tampuk kepemimpinan Dir’iyah mulai beliau pegang sejak 1139 H. Selama memimpin Dir’iyah, beliau dikenal sebagai pemimpin yang bisa bertetangga dengan baik dengan negeri-negeri sekitarnya. Beliau juga dikenal baik tingkah lakunya, menepati janji, bagus dalam bermuamalah, pemberani, dan berhati teguh lagi bijaksana.

Selain itu, beliau juga dikenal sebagai tokoh yang mulia dan murah hati, banyak berbuat baik, banyak beribadah, dan berakhlak mulia.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Berdakwah di Dir’iyah

Setelah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tinggal di rumah muridnya, tak lama berselang rumah tersebut menjadi pusat dakwah tauhid.  Sebab, Syaikh segera melanjutkan aktivitas mengajar dan berdakwah.

Diam-diam umat mulai berdatangan untuk menimba ilmu dari Syaikh. Tentu saja, kondisi ini tidak membuat beliau rela, karena aktivitas dakwah beliau tanpa sepengetahuan Pemerintah Dir’iyah.

Beliau ingin segera menghubungi Amir (pimpinan) Dir’iyah. Hal ini lalu beliau sampaikan kepada dua saudara Amir Dir’iyah, yaitu Musyari dan Tsunayyan.

Kedua orang saleh tersebut kemudian datang kepada istri Amir Dir’iyah, Mudhi bintu Abi Wahthan. Dia dikenal sebagai wanita yang cerdas dan taat beragama. Keduanya kemudian menyampaikan tentang keilmuan, keutamaan, jihad, dan dakwah Syaikh Muhammad.

 

Baca juga:

Sejarah Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

 

Dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala, hati sang istri salihah ini tergerak untuk menyambut dakwah tauhid. Dia pun mengatakan kepada sang suami, Muhammad bin Su’ud rahimahullah, “Bergembiralah dengan keuntungan besar ini. Ini adalah keuntungan yang Allah siapkan untukmu. Ada seorang dai yang mengajak kepada agama Allah. Dia mengajak kepada Kitabullah, mengajak untuk mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Betapa indahnya keuntungan ini. Bersegeralah untuk menyambutnya dan bersegeralah untuk membelanya. Jangan ragu sedikit pun.”

Amir Muhammad bin Su’ud pun menerima saran sang istri. Tertanamlah di dalam hatinya cinta kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya.

Dia pun ingin segera bertemu Syaikh dan bermaksud memanggil beliau. Akan tetapi, sang istri menyarankan agar Muhammad bin Su’ud-lah yang datang kepada Syaikh.

“Seandainya Anda (berkenan) berjalan kaki datang kepadanya. Anda tunjukkan penghormatan dan pemuliaan terhadapnya. Di sisi lain, supaya Syaikh selamat dari gangguan manusia dan agar mereka  tahu bahwa Syaikh terhormat di sisi Anda.”

Muhammad bin Su’ud pun datang menemui Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di kediaman Hamd bin Suwailim. Muhammad bin Su’ud berkata, “Bergembiralah dengan negeri yang lebih baik daripada negerimu. Bergembiralah dengan pembelaan dan keamanan.”

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab lalu menjawab, “Aku pun menyampaikan berita gembira kepada Anda, yaitu kemuliaan, kekuasaan, dan kemenangan yang nyata.”

Jawaban agung dari Syaikh ini mengingatkan kita kepada janji Allah ‘azza wa jalla dalam surat Muhammad: 19, an-Nur: 55, serta ayat-ayat lainnya yang semakna.

Kemudian Syaikh melanjutkan, “Dakwah yang aku bawa adalah kalimat tauhid, yang para rasul semuanya menyerukan (berdakwah) kepadanya. Barang siapa berpegang teguh dengannya, mengamalkan, dan membelanya, dia akan menguasai negeri-negeri dan penduduknya.”

Kemudian Syaikh menyampaikan tentang kondisi Najd dan visi beliau untuk melakukan pembenahan (ishlah). Syaikh menjelaskan pula kepada al-Amir Muhammad bin Su’ud tentang Islam dan syariatnya, halal haram, apa yang didakwahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, yaitu tauhid, tampil membelanya, dan berperang karenanya.[1]

 

Baca juga:

Tauhid sebagai Pondasi

 

Amir Muhammad bin Su’ud lalu berkata, “Wahai Syaikh, sesungguhnya ini adalah agama Allah dan Rasul-Nya, tiada keraguan padanya. Bergembiralah dengan pembelaan terhadapmu dan terhadap dakwahmu, serta jihad menghadapi siapa pun yang menentang tauhid.”[2]

Kedua tokoh tersebut kemudian saling berbaiat (janji setia) untuk beramal di jalan dakwah ishlahiyah (pembenahan/reformasi umat) dengan meluruskan akidah, menerapkan syariat Islam, dan merealisasikan tauhid di tengah-tengah umat. Dakwah ini tegak di atas Kitabullah, Sunnah Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta prinsip yang dijalani oleh salafush shalih.

Inilah asas Daulah as-Su’udiyah. Dengan ini berdirilah negara Islam yang bernama ad-Daulah as-Su’udiyah (Negara Saudi) Periode I pada 1157 H (1744 M).

Terwujudlah janji Allah subhanahu wa ta’ala,

 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَنصُرُواْ ٱللَّهَ يَنصُرۡكُمۡ وَيُثَبِّتۡ أَقۡدَامَكُمۡ

“Wahai orang-orang beriman, apabila kalian membela agama Allah, niscaya Allah akan membela kalian dan mengokohkan pendirian kalian.” (Muhammad: 7)

[1] ‘Unwan al-Majd 1/43

[2] Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlih Mazhlum wa Muftara ‘Alaihi, Ustadz Mas’ud an-Nadwi, hlm. 53.

 

Ditulis oleh Ustadz Abu Amr Ahmad Alfian

arab saudimuhammad bin suudsejarahwahabi