Meskipun yang kuat adalah pendapat yang menyatakan bahwa shalat berjamaah lima waktu hukumnya fardhu ‘ain, namun shalat berjamaah bukan syarat sahnya shalat. Andaikata seorang shalat sendirian— tanpa ada uzur untuk tidak menghadiri shalat berjamaah—shalatnya sah, hanya saja ia berdosa. Inilah pendapat yang kuat dalam masalah ini, menurut jumhur (mayoritas) ulama.
Sebagian ulama berpendapat, shalat berjamaah menjadi syarat sahnya shalat. Pendapat ini dianut oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnu ‘Aqil, yang keduanya bermazhab Hanbali, serta sebuah riwayat dari al-Imam Ahmad rahimahumullah. Menurut pendapat ini, jika seseorang shalat sendirian tanpa uzur yang syar’i (untuk tidak menghadiri shalat berjamaah), shalatnya tidak sahm(batal). Keadaan ini dimisalkan seperti seorang yang shalat tanpa wudhu. Pendapat ini lemah berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan perbandingan 27 derajat.”
Adanya unsur pengutamaan (antara shalat berjamaah dengan shalat sendirian), menunjukkan adanya keutamaan pada sesuatu yang diutamakan (shalat sendirian). Hal ini menjadi suatu keharusan bahwa shalatnya sah. Sebab, sesuatu yang tidak sah tentu tidak memiliki keutamaan, dan yang ada adalah dosa. (asy-Syarhu al-Mumti’, 2/373—374)
Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Ubaidah Syafrudin