Islam adalah agama yang sangat ilmiah. Seluruh sejarah, kisah, atau riwayat menyangkut Islam didasarkan pada rantai berita yang bisa dipertanggungjawabkan kesahihannya. Salah satu keistimewaan yang membuat Islam tetap “orisinal” hingga kini, karena di dalam Islam dikenal adanya ilmu sanad atau mata rantai berita. Berita tentang ucapan, perbuatan, maupun gambaran hidup Rasulullah n, para sahabatnya, dan salafush shalih yang hidup setelahnya—sampai kepada kita di zaman sekarang ini—direkam oleh para pembawa berita (perawi) pilihan, baik dari segi kapasitas ataupun kapabilitasnya.
Dengan jaminan Allah l, setiap upaya yang bertujuan mengaburkan keaslian Islam baik berupa pemalsuan ayat, hadits, maupun pemutarbalikan sejarah Islam, bisa terdeteksi sejak dini. Allah l memunculkan ahli hadits di setiap zaman yang siang malam berupaya menjaga kemurnian Islam. Mereka menyuguhkan kepada umat hadits-hadits pilihan yang bisa dijadikan hujjah (dalil) dalam berakidah dan beramal. Mereka menyeleksi betul siapa-siapa perawi yang tepercaya dan yang tidak. Karena itu, Islam tumbuh menjadi agama yang sangat ilmiah. Ia bukan kabar burung yang tidak jelas siapa sumber beritanya. Ia bukan mitos yang merupakan cerita nenek moyang yang sampai ke anak cucu. Ia bukan pula agama yang banyak “konon” atau “katanya”, layaknya rumor politik atau gosip selebritas.
Dengan sanad akan termentahkan hadits-hadits lemah atau palsu yang banyak disusupkan kelompok-kelompok sesat untuk membenarkan akidah atau amalan batil mereka, agar di hadapan umat mereka seolah-olah sedang mengamalkan sesuatu yang berasal dari Rasulullah n, padahal bukan. Seperti yang dilakukan “pakar” hadits palsu yakni kelompok Sufi atau Syiah.
Begitu kokohnya ilmu sanad dalam menjaga kemurnian agama ini, membuat musuh-musuh Islam mengarahkan serangan kepada para perawi utama yakni para sahabat. Citra buruk, imej negatif, berita timpang, atau fitnah tak henti-hentinya diarahkan kepada sejumlah sahabat terutama yang memang banyak meriwayatkan hadits. Sebutlah serangan terhadap Abu Hurairah z dan Aisyah x. Tujuannya tak lain adalah membuat umat tidak lagi memercayai hadits, salah satu pilar utama Islam. Lebih jauh, umat semakin dibuat ragu terhadap agamanya.
Ironisnya, banyak tokoh Islam yang larut dalam persekongkolan yang didesain musuh-musuh Islam ini. Sejumlah tokoh liberal, melalui tulisan-tulisannya, bahu-membahu menjatuhkan kehormatan sahabat Nabi n. Di perguruan-perguruan tinggi “Islam” Indonesia, sejumlah akade-misinya bahkan mengampanyekan keraguan terhadap Shahih Al-Bukhari.
Walaupun demikian, kokohnya ilmu sanad ini mampu membendung keliaran ucapan akademisi liberal PTAIN dalam upayanya menjatuhkan Islam. Ketika tak mampu menggoyang ilmu sanad yang demikian kokoh, Shahih Al-Bukhari akhirnya direlatifkan kebenarannya oleh mereka.
Alhasil, ilmu sanad benar-benar menjaga otentisitas Islam hingga kini, karena setiap riwayat yang datang bisa dipertanggungjawabkan dari segi isi maupun pembawa beritanya. Sebab itu, alangkah anehnya jika ada orang Islam yang asal mencomot hadits kemudian tidak memedulikan bagaimana derajat hadits tersebut. Lebih parah lagi, jika ia tidak bisa menempatkan hadits pada tempatnya dan mengambil hukum yang tidak selaras dengan apa yang dimaukan oleh hadits tersebut.
Dengan demikian, sudah sepatutnya kita beragama dengan merujuk kepada orang-orang yang paling memahami maksud ucapan atau perbuatan Rasulullah n, yakni para sahabat g. Sehingga kita benar-benar beragama bukan sekadar mengetahui sunnah Rasulullah n yang sahih, namun kita bisa mengaplikasikan sesuai dengan maksud dan kandungan haditsnya. Dengan cara ini, kemurnian Islam akan benar-benar terjaga, insya Allah!