Zakat Emas dan Perak

Emas adalah logam berwarna kuning atau kemerah-merahan, sedangkan perak adalah logam berwarna putih. Jadi, tidak ada emas yang berwarna putih, sebagaimana kata Syaikh al-Utsaimin dalam Majmu’ ar-Rasail (18/108), “Kami tidak mengetahui ada emas yang berwarna putih.”

Zakat pada emas dan perak, dengan berbagai macam bentuk dan sifatnya, wajib dikeluarkan jika telah mencapai nisab dan telah sempurna haulnya. Sama saja apakah berbentuk mata uang dinar (emas) dan dirham (perak) seperti halnya pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam; potongan emas batangan yang belum diolah/dibentuk; sudah diolah/dibentuk menjadi perhiasan atau peralatan makan dan minum, seperti gelas dan piring; atau dalam bentuk lainnya; semuanya dikenai zakat.[1]

Baca juga: Adab Pembayaran Zakat

Emas, dengan berbagai macam bentuk dan sifatnya, dianggap satu jenis dan dijadikan satu dalam perhitungan nisab dan zakat. Demikian pula halnya perak dengan berbagai macam bentuk dan sifatnya juga dianggap satu jenis dan dijadikan satu dalam perhitungan nisab dan zakat.

Adapun emas dan perak, keduanya merupakan dua jenis yang berbeda sehingga keduanya tidak dijadikan satu dalam perhitungan nisab dan zakat, sebagaimana akan diterangkan.

Zakat Perhiasan

Dalam hal zakat perhiasan, yakni emas dan perak, sejatinya terdapat perselisihan pendapat di kalangan para ulama. Namun, yang rajih (kuat) adalah pendapat yang mengatakan bahwa keduanya ada zakatnya. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut.

  1. Keumuman firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَٱلَّذِينَ يَكۡنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلۡفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَبَشِّرۡهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ ٣٤ يَوۡمَ يُحۡمَىٰ عَلَيۡهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكۡوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمۡ وَجُنُوبُهُمۡ وَظُهُورُهُمۡۖ هَٰذَا مَا كَنَزۡتُمۡ لِأَنفُسِكُمۡ فَذُوقُواْ مَا كُنتُمۡ تَكۡنِزُونَ ٣٥

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak sementara mereka tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka dengan azab yang pedih.

(Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, ‘Inilah harta benda yang kalian simpan untuk diri kalian sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.’” (at-Taubah: 34—35)

Baca juga: Jenis-Jenis Harta yang Diperselisihkan Zakatnya

Demikian pula keumuman hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu,

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ، فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ، فَيُكْوَى بَهَا جَنْبَهُ وَجَبِيْنَهُ وَظَهْرَهُ، كُلَّمَا بَرُدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ

“Setiap pemilik emas dan perak yang enggan menunaikan haknya, maka pada Hari Kiamat nanti emas dan perak miliknya tersebut akan dijadikan sebuah lempengan yang dibentuk dengan api.

Kemudian lempengan tersebut akan dipanaskan di dalam neraka Jahanam, dan disetrikalah lambung, dahi, dan punggungnya dengannya. Setiap kali tubuhnya menjadi dingin, azab itu akan kembali diulang untuknya.

Demikianlah azab yang diterimanya pada hari yang lamanya sebanding dengan 50 ribu tahun; sampai datangnya keputusan atas para hamba. Kemudian dia pun melihat jalannya, apakah menuju surga atau neraka.” (HR. Muslim no. 987)

Secara umum, ayat dan hadits ini menunjukkan adanya hak zakat pada emas dan perak yang wajib ditunaikan oleh pemiliknya, apa pun bentuk serta sifat emas dan perak tersebut.

  1. Nas-nas yang tsabit (tetap/jelas) dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, yang menunjukkan secara tegas wajibnya zakat pada perhiasan emas dan perak.

Nas-nas tersebut adalah sebagai berikut.

  • Hadits Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang bernama Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiallahu anhuma (ia berkata),

أَنَّ امْرَأَةً أَتَتْ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهَا ابْنَةٌ لَهَا وَفِى يَدِ ابْنَتِهَا مَسَكَتَانِ غَلِيظَتَانِ مِنْ ذَهَبٍ، فَقَالَ لَهَا: أَتُعْطِينَ زَكَاةَ هَذَا؟ قَالَتْ: لاَ. قَالَ: أَيَسُرُّكِ أَنْ يُسَوِّرَكِ اللهُ بِهِمَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سِوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ؟ فَخَلَعَتْهُمَا فَأَلْقَتْهُمَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَتْ: هُمَا لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلِرَسُولِهِ

“Ada seorang wanita yang mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersama dengan putrinya yang mengenakan dua gelang emas besar di tangannya. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya kepadanya,

‘Apakah engkau telah membayarkan zakatnya?’

Wanita itu menjawab, ‘Belum.’

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ‘Apakah engkau senang jika dengan sebab dua gelang emas itu (yang tidak dibayarkan zakatnya) Allah akan memakaikan kepadamu dua gelang api dari neraka pada Hari Kiamat nanti?’

Wanita itu pun melepaskan kedua gelang tersebut dan memberikannya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, seraya berkata, ‘Keduanya untuk Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya.’” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasai. Hadits ini dinyatakan hasan. Sanadnya dinilai kuat oleh al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Bulughul Maram; dinyatakan sahih oleh Ibnul Qaththan rahimahullah, sebagaimana disebutkan dalam Nashbur Rayah [2/380]; dan dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil [3/296])

Baca juga: Golongan yang Berhak Menerima Zakat
  • Hadits Aisyah radhiallahu anha,

دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَأَى فِى يَدِي فَتَخَاتٍ مِنْ وَرِقٍ فَقَالَ: مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ؟ فَقُلْتُ: صَنَعْتُهُنَّ أَتَزَيَّنُ لَكَ يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ: أَتُؤَدِّينَ زَكَاتَهُنَّ؟ قُلْتُ: لاَ. قَالَ: هُوَ حَسْبُكِ مِنَ النَّارِهِ

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam masuk menemuiku dan melihat ada beberapa cincin perak tak bermata di tanganku. Beliau bertanya, ‘Apa ini, wahai Aisyah?’

Aku menjawab, ‘Wahai Rasulullah, aku membuatnya dalam rangka berhias untukmu.’

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya kembali, ‘Apakah engkau telah membayarkan zakatnya?’

‘Belum,’ jawabku.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun bersabda, ‘Ia bisa jadi akan menjerumuskanmu ke dalam neraka.’” (HR. Abu Dawud, ad-Daruquthni, al-Hakim, dan al-Baihaqi; dinyatakan sahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim oleh al-Hakim. Hadits ini juga dinyatakan sahih oleh adz-Dzahabi serta al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil [3/296—297])

Baca juga: Golongan yang Tidak Berhak Menerima Zakat
  • Hadits Ummu Salamah radhiallahu anha,

أَنَّهَا كَانَتْ تَلْبَسُ أَوْضَاحًا مِنْ ذَهَبٍ فَسَأَلَتْ عَنْ ذَلِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَت: أَكَنْزٌ هُوَ؟ فَقَالَ: مَا بَلَغَ أَنْ تُؤَدَّى زَكَاتُهُ فَزُكِيَ فَلَيْسَ بِكَنْزٍ

Ummu Salamah radhiallahu anha pernah mengenakan beberapa perhiasan emas. Kemudian beliau menanyakannya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Apakah perhiasan ini adalah kanzun (simpanan harta yang akan menjerumuskanku ke dalam neraka)?”

Rasulullah menjawab, “Yang jumlahnya mencapai nisab dan dibayarkan zakatnya bukan kanzun.” (HR. Abu Dawud dan ad-Daraquthni; dinyatakan sahih oleh al-Hakim, dan dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud, no. 1564)[2]

Ini adalah mazhab Ibnu Hazm[3], Abu Hanifah, salah satu riwayat dari Imam Ahmad, dan salah satu pendapat dalam mazhab asy-Syafi’i. Pendapat ini dipilih oleh al-Albani, al-Wadi’i, Ibnu Baz bersama al-Lajnah ad-Daimah, dan Ibnu Utsaimin.

Baca juga: Doa untuk Pembayar Zakat

Adapun pendapat-pendapat selainnya, semuanya tidak memiliki dalil yang kuat untuk dipegang, termasuk pendapat yang mengatakan bahwa emas dan perak tidak ada zakatnya selama tidak digunakan untuk nafkah atau untuk disewakan. Mereka berdalil dengan hadits,

لَيْسَ فِي الْحُلِيِّ زَكَاةٌ

“Tidak ada zakat pada perhiasan.” (HR. Ibnul Jauzi dalam at-Tahqiq, dari sahabat Jabir radhiallahu anhu)

Hadits ini bukan hujah. Hadits ini juga dinyatakan sebagai hadits yang batil oleh al-Baihaqi dalam Ma’rifah as-Sunan wal Atsar pada “Bab Zakat al-Huliy”, dan al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil, no. 817.

Sebab, pernyataan bahwa hadits ini adalah ucapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, merupakan suatu hal yang keliru. Selain itu, dalam sanadnya ada seorang perawi yang dha’if (lemah) bernama Ibrahim bin Ayyub. Riwayat yang benar adalah riwayat yang mauquf (disandarkan kepada Jabir radhiallahu anhu sebagai ucapannya sendiri), dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf, asy-Syafi’i dalam Musnad asy-Syafi’i, dan al-Baihaqi dalam Ma’rifah as-Sunan dari jalur asy-Syafi’i dengan sanad yang dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil (3/295).

Emas & Perak yang Baru Diambil dari Pertambangan  

Emas dan perak yang baru diambil dari pertambangan dengan jumlah yang mencapai nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya setiap kali sempurna haulnya. Ini adalah pendapat Ishaq bin Rahawaih, salah satu pendapat asy-Syafi’i, al-Muzani (murid asy-Syafi’i), Ibnu Hazm, dan Ibnul Mundzir.

Sebagian ulama berpendapat tidak dipersyaratkan mencapai haul pada zakat barang tambang emas dan perak. Hal ini dikiaskan (disamakan) dengan zakat hasil tanaman yang juga merupakan hasil bumi. Menurut pendapat ini, barang tambang emas dan perak langsung dikeluarkan zakatnya pada saat diambil dari pertambangan.

Baca juga: Zakat Biji-Bijian dan Buah-Buahan

Namun, qiyas ini gugur dengan adanya perbedaan antara keduanya. Sebab, hasil tanaman hanya sekali dikeluarkan zakatnya, yaitu pada saat dipanen dan setelah itu tidak lagi. Artinya, apabila hasil tanaman jumlahnya besar dan telah dikeluarkan zakatnya pada saat panen, lalu sisanya disimpan hingga tahun depan dan jumlahnya masih mencapai nisab; hasil tanaman sisa tahun lalu tersebut tidak dikeluarkan zakatnya untuk yang kedua kalinya.

Adapun zakat barang tambang emas dan perak itu berulang setiap tahun, selama jumlahnya mencapai nisab. Jadi, keduanya (emas dan perak) lebih tepat jika disamakan dengan zakat dinar (emas) dan dirham (perak), yang memiliki persyaratan haul dan zakatnya berulang setiap tahun, selama jumlahnya mencapai nisab. Sebab, keumuman dalil wajibnya zakat emas dan perak sudah mencakup.

Nisab Emas

Nisab emas adalah dua puluh dinar Islami. Dalam hal ini ada beberapa hadits yang saling menguatkan, sebagaimana kata al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil (813). Di antaranya adalah hadits dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu,

لَيْسَ فِي أَقَلَّ مِنْ عِشْرِينَ دِيْنَارًا شَيْءٌ، وَفِي عِشْرِينَ دِيْنَارًا نِصْفُ دِيْنَارٍ

“Tidak ada zakat pada dinar yang jumlahnya kurang dari dua puluh dinar. Pada setiap dua puluh dinar, zakatnya setengah dinar.” (HR. Abu Dawud. Periwayatannya bisa jadi marfu’ atau mauquf. Al-Hafizh menyatakannya sebagai hadits hasan dalam Bulughul Maram; al-Albani menyatakannya sebagai hadits sahih dalam Shahih Abi Dawud [1573], dan menyatakannya mauquf dalam Irwa’ al-Ghalil [3/290—291])

Dinar yang dimaksud adalah dinar Islami yang beratnya 1 mitsqal, berarti nisab emas ialah 20 mitsqal. Al-Utsaimin menyebutkan dalam kitab Majalis Syahri Ramadhan, “Satu mitsqal beratnya 4,25 gram. Jadi, nisab emas senilai 85 gram.”

Beliau juga mengatakan dalam asy-Syarhul Mumti’ (6/103),

“Kami telah menelitinya dan hasilnya adalah 85 gram emas murni. Jika ada campuran logamnya sedikit (untuk menguatkan dan mengeraskannya), secara hukum ia tetap diikutkan dengan emasnya dan tidak berpengaruh. Sebab, emas murni itu harus dicampur sedikit dengan logam untuk menguatkan dan mengeraskannya. Jika tidak, ia akan menjadi lunak.[4]

Oleh sebab itu, para ulama mengatakan bahwa campuran ini hanya sedikit dan secara hukum diikutkan dengan emasnya. Ibarat tambahan garam pada makanan (sebagai penyedap rasa), ia tidak merusak (memengaruhinya).”

Nisab Perak

Nisab perak adalah 200 dirham Islami yang beratnya 140 mitsqal, yaitu senilai dengan 595 gram perak murni. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu anhu,

لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ

“Tidak ada zakat pada perak yang beratnya kurang dari lima uqiyah.” (HR. al-Bukhari no. 1447 dan 1459; Muslim no. 979)

Hal ini semakna dengan ini hadits Jabir radhiallahu anhu yang dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahih Muslim (no. 980).

Para ulama sepakat bahwa 1 uqiyah senilai 40 dirham Islami, yang berarti 5 uqiyah senilai 200 dirham. Dalam kitab Majalis Syahri Ramadhan dan asy-Syarhul Mumti’ (6/103), Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menerangkan bahwa 1 dirham Islami senilai 0,7 mitsqal. Berarti, 200 dirham sama dengan 140 mitsqal, yaitu 595 gram perak.

Ini adalah pendapat jumhur ulama, yang dipilih juga oleh al-Utsaimin dalam Majalis Syahri Ramadhan. Inilah pendapat yang rajih (kuat), insya Allah.

Baca juga: Kisah Seguci Emas

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata,

“Yang benar, karena dirham-dirham yang disebutkan secara mutlak (tanpa batasan) pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sudah diketahui berat dan kadarnya, nilai itulah yang terpahami/diambil ketika dirham disebutkan tanpa batasan (di masa ini). Dengan nilai itu pula ditentukanlah kadar zakat dan permasalahan lainnya di dalam syariat ini. Namun, hal ini (penentuan nilai perak/dirham yang mutlak) tidak menafikan adanya dirham-dirham lain yang nilainya lebih kecil atau lebih besar.

Dengan demikian, penyebutan dirham secara mutlak yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dimaknai dengan nilai yang telah diketahui tersebut, yaitu 1 dirham senilai 6 daniq dan 10 dirham senilai 7 mitsqal.

Generasi awal umat ini (para sahabat) dan generasi setelahnya, bahkan hingga sekarang, telah sepakat atas nilai ini. Mereka tidak mungkin bersepakat atas sesuatu yang menyelisihi apa yang telah ditetapkan pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan al-Khulafa ar-Rasyidun. Wallahu a’lam.”

Emas & Perak Tidak Dijadikan Satu dalam Zakat

Emas dan perak tidak dijadikan satu dalam perhitungan nisab dan zakat. Ini adalah pendapat Ibnu Hazm, asy-Syafi’i, salah satu riwayat dari Ahmad, dan an-Nawawi. An-Nawawi menyandarkan pendapat ini kepada jumhur (mayoritas) ulama. Pendapat ini juga dipilih oleh asy-Syaukani dan al-Utsaimin.

Dalilnya adalah sebagai berikut.

  1. Hadits-hadits yang menyebutkan persyaratan nisab emas menyebutkan bahwa tidak ada zakat pada emas yang dimiliki seseorang selama belum mencapai dua puluh dinar, meliputi seluruh keadaan. Sama saja, apakah ia tidak mempunyai perak atau mempunyai perak bersama emas yang dimilikinya tersebut.

Serupa dengan itu, hadits-hadits yang menyebutkan persyaratan nisab perak menyebutkan bahwa tidak ada zakat pada perak yang dimiliki seseorang selama belum mencapai lima uqiyah juga meliputi seluruh keadaan. Sama saja, apakah ia tidak mempunyai emas atau mempunyai emas bersama perak yang dimilikinya tersebut.

  1. Mereka juga beralasan bahwa keduanya memiliki fungsi yang sama sebagai harga/nilai barang-barang dalam transaksi jual beli.

Dengan demikian, pernyataan bahwa keduanya (emas dan perak) dijadikan satu dalam perhitungan nisab, tidak bisa dibenarkan. Sebab, gandum burr dan gandum sya’ir juga tidak dijadikan satu dalam perhitungan nisab, padahal keduanya memiliki fungsi yang sama sebagai makanan pokok sehari-hari. Demikian pula dengan kambing dan sapi, keduanya tidak dijadikan satu dalam perhitungan nisab, padahal sama-sama dikembangbiakkan.

Kadar Zakat Emas dan Perak

Para ulama bersepakat bahwa kadar zakat yang wajib dibayarkan dari emas dan perak adalah seperempat puluh (2,5%). Beberapa hadits yang menjelaskan hal ini adalah hadits Abu Bakr ash-Shiddiq radhiallahu anhu yang telah kami sebutkan sebelumnya,

وَفِى الرِّقَةِ رُبْعُ الْعُشْرِ

“… dan pada perak, zakatnya adalah seperempat puluh … dst.” (HR. al-Bukhari no. 1454)

Perhatian: Tidak ada waqash[5] kecuali pada zakat hewan ternak. Berapa pun kelebihan yang ada dari nisabnya, ia tetap dikeluarkan zakatnya. Ini adalah pendapat jumhur ulama, berdasarkan hadits-hadits di atas yang memutlakkan wajibnya zakat pada emas atau perak yang dimiliki jika mencapai nisab. Jadi, cara mengeluarkannya adalah seperempat puluh (2,5%) dari seluruh emas atau perak yang dimiliki.[6]


Catatan Kaki

[1] Peringatan: Laki-laki dan wanita haram memiliki dan menggunakan peralatan gelas dan piring yang terbuat dari emas dan perak, sebagaimana halnya haram atas laki-laki secara khusus mengenakan perhiasan dari emas. Wallahul Muwaffiq.

[2] Lihat pula Nashbur Rayah (2/381—383).

[3] Namun, Ibnu Hazm rahimahullah hanya berdalil dengan keumuman dalil karena beliau menyatakan bahwa hadits-hadits tersebut adalah dha’if (lemah).

[4] Dan sulit dibentuk sesuai dengan keinginan.

[5] Waqash adalah jumlah antara dua nisab dan belum mencapai nisab berikutnya. Contohnya, nisab minimal pada sapi adalah 30 ekor, dikeluarkan zakatnya berupa seekor sapi (jantan/betina) yang berusia setahun atau lebih. Nisab berikutnya adalah 40 ekor, dikeluarkan zakatnya berupa seekor sapi betina berusia dua tahun atau lebih. Jadi, waqash pada sapi yang berjumlah antara 30—40 ekor adalah 9 ekor sapi, dan tidak ada zakatnya.

[6] Lihat al-Muhalla, no. 682; Bidayatul Mujtahid (2/18—19); al-Mughni (3/6—7); al-Majmu’ (5/503—504).

Ditulis oleh Ustadz Abu Abdillah Muhammad as-Sarbini al-Makassari

emasnisabnishabperakzakat