Buah Keimanan (8)

Keimanan yang benar akan mencegah seorang hamba dari terjatuh ke dalam dosa-dosa besar yang membinasakan. Hal ini disebutkan dalam ash-Shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ

“Tidaklah seorang pezina yang berzina saat ia berzina dikatakan orang yang beriman. Tidaklah seorang pencuri saat ia mencuri dikatakan orang yang beriman. Tidaklah peminum khamr saat ia meminumnya dikatakan orang yang beriman.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Barang siapa terjatuh ke dalamnya, itu disebabkan oleh imannya yang lemah. Hilang cahaya iman pada dirinya, ia tidak memiliki rasa malu dari Dzat yang selalu melihat padahal Dia Subhanahu wata’ala telah melarang perbuatan tersebut. Ini adalah hal yang nyata dan dapat disaksikan. Keimanan yang jujur dan benar, senantiasa disertai oleh rasa malu terhadap Allah Subhanahu wata’ala, rasa cinta kepada- Nya, rasa harap yang kuat akan pahala dari-Nya, rasa takut akan hukuman- Nya, dan cahaya yang menghilangkan kegelapan dalam hati. Hal-hal yang menjadi penyempurna keimanan tersebut—tidak diragukan lagi—akan mendorong pemiliknya menuju segala amalan kebaikan dan mencegahnya dari segala amalan keburukan. Ketahuilah, apabila keimanan menyertai seseorang saat dihadapkan pada sebab-sebab yang dapat mengantarkannya pada perbuatan keji, cahaya keimanan akan mencegahnya untuk terjatuh ke dalam perbuatan keji tersebut. Rasa malunya kepada Allah Subhanahu wata’ala—yang merupakan salah satu cabang keimanan terbesar—akan mencegahnya dari terjatuh ke dalam perbuatanperbuatan keji tersebut. (diambil dari at-Taudhih wal Bayan li Syajaratil Iman hlm. 59—60, karya asy-Syaikh as-Sa’di rahimahullah)

Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Jabbar

keimanan