Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ، وَلاَ نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat, yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidak ada seorang pun dari umat ini, Yahudi atau Nasrani, yang mendengar tentang diriku lantas mati dalam keadaan tidak beriman dengan risalah yang aku bawa, kecuali pasti ia termasuk penduduk neraka.”
Hadits di atas diriwayatkan oleh al-Imam Muslim rahimahullah di dalam Shahihnya (no. 153) dari gurunya, Yunus bin Abdil ‘A’la. Beliau berkata, “Ibnu Wahb telah mengabarkan kepada kami; ‘Amr mengabarkan bahwa Abu Yunus memperoleh hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.” Abu Yunus namanya Sulaim bin Jubair. Beliau adalah maula (mantan budak) Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Selain perawi di dalam Shahih Muslim, beliau juga perawi di dalam al-Adabul Mufrad karya al-Bukhari rahimahullah, Sunan Abu Dawud, dan Jami’ at-Tirmidzi. ‘Amr yang dimaksud di dalam sanad ini adalah ‘Amr bin al-Harits bin Ya’qub bin Abdillah al-Anshari, maula Qais, Abu Umayyah. Beliau termasuk dalam jajaran perawi di dalam kutubus sittah. Ibnu Wahb adalah Abdullah bin Wahb bin Muslim al-Qurasyi, maula Quraisy. Abu Muhammad al-Mishri al-Faqih. Beliau termasuk perawi di dalam kutubus sittah. Yunus bin ‘Abdil ‘A’la bin Maisarah bin Hafs ash-Shadafi. Selain al-Imam Muslim rahimahullah, an-Nasa’i dan Ibnu Majah rahimahumallah juga menyebutkan beliau sebagai perawi di dalam Sunan.
Kedudukan Hadits di dalam Islam
Asy – Syaikh al – Albani rahimahullah memberikan penjelasan mengenai hadits di atas yang diriwayatkan melalui jalur lain (Ibnu Mandah, 1/44), “Hadits ini begitu jelasnya menerangkan; siapa pun orangnya, ia mendengar tentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dan risalah yang beliau bawa, sampai kepadanya sesuai dengan yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, lantas tidak beriman kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, neraka adalah tempat kembalinya.” Dalam hal ini, tidak ada bedanya antara Yahudi, Nasrani, Majusi, atau pemeluk agama lain. Saya yakin, andai saja ada kesempatan bagi orang-orang kafir untuk menelaah prinsip pokok, akidah, dan ibadah yang diajarkan oleh Islam, niscaya banyak di antara mereka yang bergegas memeluk Islam dengan berbondong-bondong.
Hal ini sebagaimana yang telah terjadi di awal sejarah Islam. Duhai indah rasanya, jika negaranegara Islam mau mengirimkan juru dakwah yang menyerukan Islam ke negara-negara Barat. Yang dimaksud ialah juru dakwah yang benar-benar mengerti tentang hakikat Islam dan hal-hal lain yang dianggap sebagai bagian dari Islam (padahal bukan), seperti berbagai khurafat, bid’ah, dan kedustaan. Hal ini tentu sangat baik jika disampaikan kepada mad’u. Agenda semacam ini membutuhkan seorang juru dakwah yang menguasai ilmu al-Qur’an, sunnah yang sahih, dan beberapa bahasa asing secara baik. Hal ini adalah sesuatu yang cukup sulit, hampir-hampir tidak dapat dipenuhi. Jadi, cita-cita ini memang menuntut banyak persiapan yang berat. Mudahmudahan mereka mau melakukannya.” (ash-Shahihah, 1/241) Benar sekali harapan asy-Syaikh al-Albani rahimahullah.
Ibnu Katsir rahimahullah meriwayatkan sebuah atsar, “Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menunjuk Ibnu Abbas c sebagai pengganti untuk Amirul Haj pada musim haji. Saat itu, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkesempatan untuk menyampaikan khutbah. Di dalam khutbah tersebut, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma membaca surat al-Baqarah (dalam riwayat lain, surat an-Nur) lalu menafsirkannya dengan seindahindahnya. Andai saja tafsir itu didengar oleh orang-orang Romawi, Turki, dan Dailam (sebuah kota di wilayah Persia, dekat Laut Kaspia), pasti mereka masuk Islam.” (Tafsir ath-Thabari [1/81], al- Fasawi dalam Tarikh [1/495])
Mereka Pun Masuk Islam
Demikianlah, sejarah telah mencatat dengan apik dan indah tentang kisah masuk islamnya orang-orang Yahudi dan Nasrani. Yakni, mereka yang memperoleh hidayah dari Allah Subhanahu wata’ala. Sebab, di dalam Taurat dan Injil yang asli, terdapat ayat-ayat yang memberitakan tentang kedatangan nabi terakhir, nabi penutup. Ciri-ciri tentang nabi tersebut disebutkan secara lengkap di dalam Taurat dan Injil. Begitu lengkapnya, sampai Allah Subhanahu wata’ala menggambarkan tentang pengetahuan mereka sebagaimana mereka mengenal anak kandungnya sendiri. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ ۖ وَإِنَّ فَرِيقًا مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (al-Baqarah: 146)
Di dalam kisah perjalanan Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu untuk menjemput hidayah, pendeta Nasrani terakhir yang diangkat Salman sebagai guru juga berpesan dalam wasiatnya,
أَيْ بُنَيَّ، وَاللهِ مَا أَعْلَمُهُ أَصْبَحَ عَلَى مَا كُنَّا عَلَيْهِ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ آمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَهُ، وَلَكِنَّهُ قَدْ أَظَلَّكَ زَمَانُ نَبِيٍّ هُوَ مَبْعُوثٌ بِدِينِ إِبْرَاهِيمَ يَخْرُجُ بِأَرْضِ الْعَرَبِ مُهَاجِرًا إِلَى أَرْضٍ بَيْنَ حَرَّتَيْنِ بَيْنَهُمَا نَخْلٌ، بِهِ عَلَامَاتٌ لَا تَخْفَى يَأْكُلُ الْهَدِيَّةَ وَلَا يَأْكُلُ الصَّدَقَةَ، بَيْنَ كَتِفَيْهِ خَاتَمُ النُّبُوَّةِ، فَإِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَلْحَقَ بِتِلْكَ الْبِلَادِ فَافْعَلْ
“Wahai anakku, demi Allah, tidak ada lagi satu orang pun tersisa yang melaksanakan ajaran Nasrani secara murni sehingga aku bisa menyuruhmu ke sana. Akan tetapi, telah dekat denganmu diutusnya seorang nabi yang membawa ajaran seperti ajaran Ibrahim. Nabi tersebut akan muncul dari tanah Arab. Ia akan berhijrah menuju sebuah negeri yang terletak di antara dua gugusan gunung yang dipenuhi dengan kebun-kebun kurma. Nabi tersebut memiliki ciri-ciri yang tidak tersembunyi; mau memakan hadiah, tidak memakan sedekah, dan ada cap kenabian di antara dua pundaknya. Jika engkau mampu untuk berangkat menuju negeri tersebut, lakukanlah!” (HR. Ahmad [5/441—444])
Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu adalah sahabat Nabi n. Dahulu, beliau termasuk pendeta dan ahli agama di kalangan Yahudi yang sangat dihormati dan disegani. Pada saat Rasulullah tiba di kota Madinah, Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu sangat berbahagia. Sebab, kedatangan nabi terakhir itu telah diberitakan di dalam Taurat. Namun, untuk memastikannya, Abdullah bin Salam terlebih dahulu menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam secara langsung dan ingin mengajukan beberapa pertanyaan. Sebab, hanya benar-benar seorang nabi yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Al – Imam al – Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahih-nya (no. 3082) dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam baru tiba di kota Madinah, Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu segera datang menemui. Ia menyampaikan,
إِنِّي سَائِلُكَ عَنْ ثَلَاثٍ لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا نَبِيٌّ قَالَ: مَا أَوَّلُ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ، وَمَا أَوَّلُ طَعَامٍ يَأْكُلُهُ أَهْلُ الْجَنَّةِ، وَمِنْ أَيِّ شَيْءٍ يَنْزِعُ الْوَلَدُ إِلَى أَبِيهِ وَمِنْ أَيِّ شَيْءٍ يَنْزِعُ إِلَى أَخْوَالِهِ؟
“Sungguh, aku ingin bertanya kepadamu tentang tiga hal. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali nabi saja. Apakah tanda pertama hari kiamat, apakah makanan pertama yang disantap penduduk surga, dan bagaimanakah proses kemiripan seorang anak kepada ayahnya atau keluarga ibunya?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian menjawab ketiga pertanyaan tersebut. Setelah selesai menjawab, Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu lantas mengucapkan kalimat syahadat. Subhanallah! Demikianlah keimanan yang dibangun di atas fondasi kejujuran. Tidak ada gengsi dan tidak mengenal malu atau takut.
Keimanan Musa dan Isa e kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam
Seluruh nabi dan rasul diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk membela, menolong, dan membenarkan syariat yang diemban oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan, Allah Subhanahu wata’ala telah mengambil sumpah dan perjanjian dari seluruh nabi dan rasul. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُم مِّن كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُّصَدِّقٌ لِّمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنصُرُنَّهُ ۚ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَىٰ ذَٰلِكُمْ إِصْرِي ۖ قَالُوا أَقْرَرْنَا ۚ قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُم مِّنَ الشَّاهِدِينَ
(Ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan bersungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.” Allah berfirman, “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab, “Kami mengakui.” Allah berfirman, “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.” (‘Ali Imran: 81)
Asy – Syaikh as – Sa ’ di rahimahullah menerangkan di dalam Tafsir-nya, “Dengan demikian, telah diketahui bahwa Muhammad n adalah penutup para nabi. Seandainya seluruh nabi bertemu dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka diwajibkan untuk beriman kepada beliau, mengikuti, dan membelanya. Jadi, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah imam, pemimpin, dan panutan mereka.” Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah marah saat melihat Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu membawa selembar kertas Taurat. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَفِيْ شَكٍّ أَنْتَ يَا ابْنَ الخَطَّابِ؟ أَلَمْ آتِnبِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً؟ لَوْ كَانَ أَخِيْ مُوْسَى حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلاَّ اتِّبَاعِيْ
“Apakah engkau sedang mengalami keraguan, wahai putra al-Khaththab? Bukankah yang aku bawa adalah ajaran yang putih bersih? Seandainya saudaraku Musa masih hidup, tentu ia tidak diperkenankan kecuali memang harus mengikutiku!” ( HR. Ahmad [3/387] dengan sanad yang hasan, Irwaul Ghalil no. 1589)
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah membuat sebuah judul di dalam Shahih Muslim bab “Turunnya Isa bin Maryam dengan Berhukum Berdasarkan Syariat Nabi Kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam”. Setelah itu, al-Imam Muslim rahimahullah menyebutkan beberapa hadits tentang hal-hal yang akan dilakukan oleh Nabi Isa ‘Alaihisslam di akhir zaman. Di antaranya, mematahkan salib, membunuh anjing, menghapuskan jizyah, dan bentuk-bentuk keadilan lainnya. Bahkan, sebagai bukti keutuhan janji Nabi Isa bin Maryam ‘Alaihisslam kepada Allah Subhanahu wata’ala, saat shalat akan ditegakkan, pemimpin kaum muslimin meminta kepada Nabi Isa ‘Alaihisslam untuk menjadi imam. Namun, beliau menolak dan meminta agar dari mereka saja yang menjadi imam shalat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ
“Bagaimanakah keadaan kalian, ketika Ibnu Maryam turun sementara imam shalat berasal dari kalian?” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Dua Pahala Untuk Mereka
Sungguh demi Allah Subhanahu wata’ala, Islam sangat menghargai dan memberikan apresiasi tinggi kepada seorang pemeluk agama ahli kitab yang kemudian beriman kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dan memeluk Islam. Allah Subhanahu wata’ala menjanjikan dua pahala untuknya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda di dalam hadits Abu Musa radhiyallahu ‘anhu riwayat al-Bukhari dan Muslim,
ثَلَاثَةٌ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُمْ مَرَّتَيْنِ؛ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ فَآمَنَ بِهِ الْكِتَابِ آمَنَ بِنَبِيِّهِ وَأَدْرَكَ النَّبِيَّ فَآمَنَ بِهِ وَاتَّبَعَهُ وَصَدَّقَهُ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَعَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَدَّى حَقَّ اللهِ تَعَالَى وَحَقَّ سَيِّدِهِ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَرَجُلٌ كَانَتْ لَهُ أَمَةٌ فَغَذَّاهَا فَأَحْسَنَ غِذَاءَهَا ثُمَّ أَدَّبَهَا فَأَحْسَنَ أَدَبَهَا ثُمَّ أَعْتَقَهَا وَتَزَوَّجَهَا فَلَهُ أَجْرَانِ
“Ada tiga jenis hamba yang akan diberi dua pahala: (1) Seorang pemeluk ahli kitab, ia beriman kepada nabinya lalu menemui Nabi Muhammad dan beriman kepada beliau, mengikuti dan membenarkannya, maka ia beroleh dua pahala; (2) Seorang hamba sahaya yang menunaikan hak Allah Subhanahu wata’ala dan majikannya, ia pun beroleh dua pahala; (3) Seorang hamba yang memiliki budak perempuan, ia memberikan makanan dengan baik dan mendidiknya dengan adab yang baik setelah itu ia nikahi, orang seperti ini pun mendapat dua pahala.”
Lebih Mahal Daripada Unta Merah
Pembahasan di atas dapat disimpulkan menjadi beberapa poin besar:
1. Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah Subhanahu wata’alauntuk umat manusia. Karena tu, setelah datangnya Islam, agama-agama samawi sebelumnya pun otomatis terhapus dan gugur.
2. Islam adalah satu-satunya agama yang diridhai Allah Subhanahu wata’ala.
3. Seluruh nabi dan rasul diharuskan oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk beriman, mengikuti dan membela Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
4. Setiap pemeluk ahli kitab yang beriman dan masuk Islam, maka ia akan beroleh pahala sebanyak dua kali.
5. Keutamaan mendakwahi pemeluk ahli kitab dan pemeluk agama lainnya. Namun, untuk mendakwahi mereka diperlukan bekal yang cukup dan matang dari segala segi dan sisi. Adapun metode, cara, dan bekal untuk mendakwahi mereka telah dijelaskan ulama secara lengkap. Oleh sebab itu, marilah kita bersungguh-sungguh mempelajari agama Islam dengan baik dan berusaha
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, kita dapat mendakwahkannya kepada orang lain. Ingat-ingatlah selalu sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu,
فَوَاللهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
“Demi Allah, Allah Subhanahu wata’ala memberikan hidayah kepada seseorang melalui sebab dirimu, lebih baik untukmu dibandingkan unta merah.” Wallahul muwaffiq.
Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar ibnu Rifai