-
Awal Waktu
Awal waktu menyembelih hewan kurban adalah langsung setelah shalat Id; tidak dipersyaratkan menunggu hingga selesai khotbah. Apabila di sebuah tempat tidak terdapat pelaksanaan shalat Id, waktunya diperkirakan dengan panjangnya waktu pelaksanaan shalat Id.
Barang siapa menyembelih sebelum waktunya, maka:
- diqadha (menyembelih lagi) pada waktunya apabila kurbannya wajib karena nazar; atau
- dinilai sebagai daging biasa apabila kurban yang sunnah, serta diperbolehkan untuk menggantinya pada waktunya jika menghendaki.
Dalilnya adalah hadits-hadits berikut:
-
Hadits al-Bara bin Azib radhiallahu anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallambersabda,
مَنْ صَلىَّ صَلَاتَنَا وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا أُخْرَى
“Barang siapa mengerjakan shalat sebagaimana shalat yang kami kerjakan, dan menyembelih hewan kurban sebagaimana yang kami lakukan; maka telah benar kurbannya. Dan barang siapa menyembelih sebelum shalat, hendaklah dia menggantinya dengan yang lain.” (HR. al-Bukhari no. 5563 dan Muslim no. 1553)
Hadits senada juga datang dari sahabat Jundub bin Abdillah al-Bajali radhiallahu anhu, riwayat al-Bukhari (no. 5500) dan Muslim (no. 1552).
-
Hadits al-Bara tentang kisah Abu Burdah radhiallahu anhuyang menyembelih sebelum shalat.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ
“Kambingmu adalah kambing untuk (diambil) dagingnya saja.” (HR. al-Bukhari no. 5556 dan selainnya)
Dalam lafaz lain (no. 5560) disebutkan,
وَمَنْ نَحَرَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ يُقَدِّمُهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ شَيْءٌ
“Barang siapa menyembelih (sebelum shalat), itu hanyalah daging yang dia persembahkan untuk keluarganya, bukan termasuk hewan kurban sedikit pun.”
-
Akhir Waktu
Waktu penyembelihan hewan kurban adalah empat hari: hari Idul Adha dan tiga hari sesudahnya. Waktu penyembelihannya berakhir dengan tenggelamnya matahari pada hari keempat, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah.
Ini adalah pendapat Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu; al-Hasan al-Bashri, imam penduduk Bashrah; Atha bin Abi Rabah, imam penduduk Makkah; al-Auza’i, imam penduduk Syam; dan asy-Syafi’i, imam fuqaha dan ahli hadits; rahimahumullah.
Pendapat ini dipilih oleh Ibnul Mundzir; Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (2/319); Ibnu Taimiyah; al-Lajnah ad-Daimah (11/406, fatwa no. 8790); dan Ibnu Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’ (3/411—41).
Alasannya disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah sebagai berikut,
- Hari-hari tersebut adalah hari-hari Mina.
- Hari-hari tersebut adalah hari-hari tasyriq.
- Hari-hari tersebut adalah hari-hari melempar jumrah.
- Hari-hari tersebut adalah hari-hari yang diharamkan berpuasa padanya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلهِ تَعَالَى
“Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minum, dan zikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala.”
Baca juga:
Adapun hadits Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif radhiallahu anhu, dia berkata,
كَانَ الْـمُسْلِمُونَ يَشْرِي أَحَدُهُمُ الْأُضْحِيَّةَ فَيُسَمِّنُهَا فَيَذْبَـحُهَا بَعْدَ الْأضْحَى آخِرَ ذِي الْحِجَّةِ
“Dahulu kaum muslimin, salah seorang dari mereka membeli hewan kurban lalu dia menggemukkannya. Kemudian dia menyembelihnya setelah Idul Adha di akhir Dzulhijjah.” (HR. al-Baihaqi, 9/298)
Imam Ahmad rahimahullah mengingkari hadits ini dan berkata, “Hadits ini aneh.” Demikian yang dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir (5/193). Wallahu a’lam.
-
Menyembelih Pada Waktu Siang Atau Malam?
Tidak ada khilaf di kalangan ulama mengenai bolehnya menyembelih kurban pada waktu pagi, siang, atau sore. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَيَذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ فِيٓ أَيَّامٍ مَّعۡلُومَٰتٍ
“Dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan.” (al-Hajj: 28)
Mereka hanya berbeda pendapat tentang menyembelih kurban pada malam hari. Yang rajih adalah diperbolehkan karena tidak ada dalil khusus yang melarangnya. Ini adalah tarjih (pendapat yang dikuatkan) Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam asy-Syarhul Mumti’ (3/413) dan fatwa al-Lajnah ad-Daimah (11/395, fatwa no. 9525).
Yang dimakruhkan adalah tindakan-tindakan yang mengurangi sisi keutamaannya, seperti kurang terkoordinasinya pembagian daging, dagingnya kurang segar, atau malah tidak dibagikan sama sekali. Adapun penyembelihannya, tidaklah mengapa.
Ayat di atas (yang hanya menyebutkan hari-hari dan menyebutkan malam), tidaklah menunjukkan persyaratan, tetapi hanya menunjukkan keutamaan.
Baca juga:
Adapun hadits yang diriwayatkan ath-Thabarani dalam al-Kabir, dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dengan lafaz,
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الذَّبْحِ بِاللَّيْلِ
“Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang menyembelih pada malam hari,”
Al-Haitsami rahimahullah dalam al-Majma’ (4/23) menyatakan, “Pada sanadnya ada Salman bin Abi Salamah al-Janabizi. Dia matruk (tidak teranggap periwayatannya).”
Dengan demikian, hadits ini dha’if jiddan (sangat lemah). Wallahu a’lam (lihat asy-Syarhul Kabir, 5/194)
Ditulis oleh Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin