Yahudi dan Nasrani adalah Orang-orang Kafir

Bagi seorang muslim, kekafiran Yahudi dan Nasrani merupakan perkara yang telah jelas. Namun oleh para penyeru penyatuan agama, kekafiran mereka dibuat kabur sehingga ada orang Islam yang menganggap mereka sama dengan kaum muslimin. Berikut ini penjelasan dari asy-Syaikh Muhammad Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah bahwa Yahudi dan Nasrani adalah kafir sehingga seorang muslim tidak boleh bersikap loyal kepada mereka, sekalipun dalam hal memberi salam lebih dahulu.

 

Ucapan Tentang Tidak Bolehnya Mengafirkan Yahudi dan Nasrani

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah ditanya, (bagaimana pendapat beliau) tentang perkataan seorang penceramah di salah satu masjid di Eropa bahwa (kita) tidak boleh mengafirkan Yahudi dan Nasrani.

Beliau menjawab,

Ucapan yang keluar dari orang ini adalah ucapan sesat. Bahkan bisa jadi kekafiran, karena Allah subhanahu wa ta’ala telah mengafirkan orang Yahudi dan Nasrani dalam kitab-Nya,

وَقَالَتِ ٱلۡيَهُودُ عُزَيۡرٌ ٱبۡنُ ٱللَّهِ وَقَالَتِ ٱلنَّصَٰرَى ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ ٱللَّهِۖ ذَٰلِكَ قَوۡلُهُم بِأَفۡوَٰهِهِمۡۖ يُضَٰهِ‍ُٔونَ قَوۡلَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَبۡلُۚ قَٰتَلَهُمُ ٱللَّهُۖ أَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ ٣٠ ٱتَّخَذُوٓاْ أَحۡبَارَهُمۡ وَرُهۡبَٰنَهُمۡ أَرۡبَابٗا مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَٱلۡمَسِيحَ ٱبۡنَ مَرۡيَمَ وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُوٓاْ إِلَٰهٗا وَٰحِدٗاۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۚ سُبۡحَٰنَهُۥ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ٣١

“Orang-orang Yahudi berkata, ‘Uzair itu putra Allah,’ dan orang Nasrani berkata, ‘Al-Masih itu putra Allah.’ Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?

Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Rabb Yang Maha Esa; tidak ada Rabb (yang berhak disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (at-Taubah: 30—31)

Ayat ini menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang musyrik (menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala) dan Allah subhanahu wa ta’ala menerangkan dalam banyak ayat lain yang dengan tegas mengafirkan mereka.haji

لَّقَدۡ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ مَرۡيَمَ

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah ialah al-Masih putra Maryam’.” (al-Maidah: 17, 72)

لَّقَدۡ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ ثَالِثُ ثَلَٰثَةٖۘ وَمَا مِنۡ إِلَٰهٍ إِلَّآ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۚ وَإِن لَّمۡ يَنتَهُواْ عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ ٧٣

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah salah satu dari yang tiga, padahal sekali-kali tidak ada Rabb (yang berhak disembah) selain Rabb Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (al-Maidah: 73)

لُعِنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۢ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُۥدَ وَعِيسَى ٱبۡنِ مَرۡيَمَۚ

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari bani Israil dengan lisan Dawud dan ‘Isa putra Maryam.” (al-Maidah: 78)

إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ وَٱلۡمُشۡرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمۡ شَرُّ ٱلۡبَرِيَّةِ ٦

“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (al-Bayyinah: 6)

Ayat-ayat lain dalam masalah ini jumlahnya cukup banyak, demikian pula hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Barang siapa yang mengingkari kafirnya Yahudi dan Nasrani yang tidak beriman kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebaliknya malah mendustakannya, berarti ia mendustakan Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun mendustakan Allah subhanahu wa ta’ala adalah kekafiran. Barang siapa yang ragu terhadap kekafiran Yahudi dan Nasrani maka tidak ada keraguan tentang kafirnya dia.

Subhanallah, bagaimana orang ini merasa ridha untuk mengatakan bahwa kita tidak boleh mengatakan kafir kepada Yahudi dan Nasrani, padahal mereka mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala itu adalah tuhan ketiga dari tuhan yang (jumlahnya) tiga?! Padahal Pencipta mereka telah mengafirkan Yahudi dan Nasrani.

Bagaimana ia tidak mau mengafirkan Yahudi dan Nasrani padahal mereka mengatakan bahwa al-Masih adalah putra Allah subhanahu wa ta’ala dan mengatakan tangan Allah subhanahu wa ta’ala itu terbelenggu? Bahkan mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala fakir dan mereka kaya. Bagaimana ia tidak mau mengafirkan Yahudi dan Nasrani padahal mereka menyifati Allah subhanahu wa ta’ala dengan sifat-sifat jelek yang semuanya adalah aib, celaan, dan cercaan?

Saya mengajak orang ini untuk bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan membaca firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَدُّواْ لَوۡ تُدۡهِنُ فَيُدۡهِنُونَ ٩

“Maka mereka menginginkan supaya kamu ber-mudahanah lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (al-Qalam: 9)

Jangan ia ber-mudahanah (mengorbankan prinsip agama demi menjaga perasaan mereka, –pen.) dengan Yahudi dan Nasrani dalam hal kekafiran mereka. Hendaknya ia menerangkan kepada setiap orang bahwa mereka adalah orang-orang kafir dan penghuni neraka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

        وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Demi Dzat Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah dari umat ini baik Yahudi atau Nasrani mendengar tentang aku, kemudian dia mati dan tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengannya kecuali ia termasuk ahli neraka.” (Sahih, HR . Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)

Wajib atas orang yang mengucapkan ini (yaitu ucapan bahwa Yahudi dan Nasrani tidak kafir) untuk bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari ucapan dan kebohongan yang besar ini. Selain itu, juga agar menyatakan secara terang-terangan (terbuka) bahwa mereka adalah orang-orang kafir dan para penghuni neraka. Yang wajib bagi mereka adalah mengikuti Nabi yang ummi yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam karena (nama) beliau sesungguhnya telah tertulis di sisi mereka dalam kitab Taurat dan kitab Injil.

ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ ٱلنَّبِيَّ ٱلۡأُمِّيَّ ٱلَّذِي يَجِدُونَهُۥ مَكۡتُوبًا عِندَهُمۡ فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَٱلۡإِنجِيلِ يَأۡمُرُهُم بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَىٰهُمۡ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡخَبَٰٓئِثَ وَيَضَعُ عَنۡهُمۡ إِصۡرَهُمۡ وَٱلۡأَغۡلَٰلَ ٱلَّتِي كَانَتۡ عَلَيۡهِمۡۚ فَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِهِۦ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُواْ ٱلنُّورَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ مَعَهُۥٓ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ١٥٧

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka. Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf, melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar, menghalalkan bagi mereka segala yang baik, mengharamkan bagi mereka segala yang buruk, serta membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (al-A’raf: 157)

Itu adalah kabar gembira dari Nabi ‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam. ‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam telah berkata sebagaimana yang telah Allah subhanahu wa ta’ala kisahkan dalam al-Qur’an,

 وَإِذۡ قَالَ عِيسَى ٱبۡنُ مَرۡيَمَ يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ إِنِّي رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيۡكُم مُّصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيَّ مِنَ ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَمُبَشِّرَۢا بِرَسُولٖ يَأۡتِي مِنۢ بَعۡدِي ٱسۡمُهُۥٓ أَحۡمَدُۖ فَلَمَّا جَآءَهُم بِٱلۡبَيِّنَٰتِ قَالُواْ هَٰذَا سِحۡرٞ مُّبِينٞ ٦

“Dan (ingatlah) ketika ‘Isa Putra Maryam berkata, ‘Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang bernama Ahmad (Muhammad).’ Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, ‘Ini adalah sihir yang nyata’.” (ash-Shaff: 6)

Tatkala datang kepada mereka (seseorang) yang dikabarkan ia adalah Ahmad, dengan membawa al-bayyinat (keterangan-keterangan), mereka mengatakan, “Ini adalah sihir yang nyata.” Dengan ini kamu membantah pengakuan orang Nasrani yang mengatakan, “Sesungguhnya yang dikabarkan oleh ‘Isa adalah Ahmad bukan Muhammad.”

Kita katakan, “Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, ‘Maka tatkala datang kepada mereka.’ Tidak ada yang datang setelah ‘Isa ‘alaihissalam kecuali Muhammad dan Muhammad adalah Ahmad akan tetapi Allah subhanahu wa ta’ala mengilhami Nabi ‘Isa ‘alaihissalam untuk menyebut Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan nama Ahmad. Karena Ahmad adalah ism tafdhil dari kata hamd. Jadi dia adalah orang yang sangat memuji Allah subhanahu wa ta’ala dan beliau adalah orang yang sifatnya paling terpuji.

Sungguh aku katakan, barang siapa yang menganggap bahwa di muka bumi ini ada agama yang diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala selain Islam, maka dia kafir dan tiada keraguan tentang kekafirannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam kitab-Nya,

          وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِينٗا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ٨٥

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85)

          ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (al-Maidah: 3)

Atas dasar ini—saya ulangi yang ketiga kalinya—orang yang mengatakan hal ini agar bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan menerangkan kepada seluruh manusia bahwa Yahudi dan Nasrani adalah orang-orang kafir karena hujah telah tegak atas mereka dan telah sampai kepada mereka risalah akan tetapi mereka kafir karena membangkang.

Sungguh Yahudi telah disifati bahwa sebagai orang-orang maghdhub ‘alaihim (orang yang dimurkai) karena mereka mengetahui kebenaran namun menyelisihinya. Nasrani disifati dengan dhallun (sesat) karena menginginkan kebenaran tapi tersesat. Sekarang semua telah tahu yang benar akan tetapi mereka menyelisihinya, maka mereka semua berhak untuk menjadi orang-orang yang dimurkai.

Saya mengajak mereka, Yahudi dan Nasrani, untuk beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan kepada Rasul-Nya dan agar mengikuti Muhammad, karena inilah yang diperintahkan kepada mereka di dalam kitab-kitab mereka sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala firmankan,

فَسَأَكۡتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلَّذِينَ هُم بِ‍َٔايَٰتِنَا يُؤۡمِنُونَ ١٥٦ ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ ٱلنَّبِيَّ ٱلۡأُمِّيَّ ٱلَّذِي يَجِدُونَهُۥ مَكۡتُوبًا عِندَهُمۡ فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَٱلۡإِنجِيلِ

“Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka….” (al-A’raf: 156—157)

قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنِّي رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيۡكُمۡ جَمِيعًا

“Katakanlah, ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua’.” (al-A’raf: 158)

Hendaknya mereka mengambil dua pahala, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ثَلاَثَةٌ لَهُمْ أَجْرَانِ: رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمَنَ بِنَبِيِّهِ وَآمَنَ بِمُحَمَّدٍ...

“Tiga golongan yang mereka mendapatkan dua pahala, (salah satunya yaitu) seseorang dari Ahlul Kitab yang beriman dengan Nabinya dan beriman dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ….” (Sahih, HR . al-Bukhari dalam Kitabul ‘Ilm, no. 95)

Kemudian setelah keterangan ini aku mendapatkan ucapan penulis kitab al-Iqna’ dalam bab “Murtad”, beliau mengatakan setelah ucapannya yang sebelumnya: “… (seseorang) yang tidak mengafirkan orang yang beragama selain Islam seperti Nasrani, ragu terhadap kekafiran mereka, atau menganggap ajaran mereka adalah benar, maka dia kafir.”

Dinukilkan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah ucapan beliau, “Barang siapa yang meyakini bahwa gereja-gereja adalah rumah Allah subhanahu wa ta’ala bahwa Allah subhanahu wa ta’ala diibadahi di sana, dan yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani adalah ibadah dan (merupakan bentuk) ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan kepada Rasul-Nya, atau ia suka dengan hal itu, ridha terhadapnya, membantu mereka untuk melakukannya dan menegakkan mereka, dan (menganggap) bahwa itu merupakan bentuk pendekatan diri (qurbah) kepada Allah subhanahu wa ta’ala atau ketaatan kepada-Nya, maka dia kafir.”

Beliau juga mengatakan dalam kesempatan yang lain, “Barang siapa yang menyakini bahwa mengunjungi ahludz dzimmah (orang kafir yang hidup di negeri muslim) di gereja-gereja mereka adalah merupakan qurbah kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka ia murtad.” Ini menguatkan apa yang kami katakan di awal jawaban dan ini merupakan perkara yang tidak ada kesamaran dalam hal ini. Wallahul musta’an.

 

Menghadiri Hari Raya Nonmuslim

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah ditanya tentang hukum berbaurnya muslimin dengan nonmuslim dalam acara hari raya mereka.

Jawab: Berbaurnya kaum muslimin dengan selain muslimin dalam acara hari raya mereka adalah haram, karena dalam perbuatan itu mengandung tolong-menolong dalam hal perbuatan dosa dan permusuhan, sedangkan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (al-Maidah: 2)

Karena perayaan-perayaan ini jika bertepatan dengan acara-acara keagamaan mereka, maka ikut serta dalam hal itu berarti membenarkan agama mereka dan ridha dengan apa yang mereka ada padanya berupa kekafiran. Adapun jika perayaan itu bukan karena bertepatan dengan acara keagamaan mereka, seandainya ini dilakukan oleh muslimin saja hal itu tidak boleh, bagaimana bila dilakukan oleh orang kafir?! Oleh karenanya para ulama mengatakan bahwa tidak boleh bagi kaum muslimin untuk ikut bersama nonmuslim dalam acara hari raya mereka, karena hal itu berarti persetujuan dan ridha terhadap agama mereka yang batil. Terkandung pula di dalamnya adanya saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan.

Para ulama berbeda pendapat tentang seseorang nonmuslim yang menghadiahkan kepadamu sebuah hadiah berkaitan dengan hari raya mereka, apakah kamu boleh menerimanya atau tidak boleh?

Di antara ulama ada yang mengatakan tidak boleh menerima hadiah dari mereka pada acara hari raya mereka, karena ini adalah tanda kerelaan. Sebagian ulama yang lain ada yang mengatakan tidak mengapa untuk menerimanya. Bagaimana pun, jika di sana tidak ada larangan yang syar’i yang menjadikan orang yang memberimu hadiah meyakini bahwa kamu ridha terhadap ajaran agama mereka, maka tidak mengapa kamu menerimanya. Kalau tidak seperti itu, maka lebih utama untuk tidak menerimanya.

Ada baiknya kita menyebutkan apa yang ditulis oleh Ibnul Qayyim dalam dalam kitab Ahkam Ahlidzimmah (1/205), “Tentang memberikan ucapan selamat dengan syi’ar-syi’ar kekafiran yang khusus, hal ini haram dengan kesepakatan ulama. Seperti memberikan ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seraya mengatakan, ‘Ied yang berkah’, atau memberikan ucapan selamat karena hari raya mereka dan sejenisnya, ucapan ini kalaupun dianggap tidak menyebabkan kafir, maka ini (memberi ucapan selamat pada hari raya mereka –red) termasuk sesuatu yang haram. Hal itu seperti halnya memberikan ucapan selamat atas sujud mereka kepada salib… dan banyak orang yang tidak menghargai agamanya jatuh dalam perbuatan itu.

 

Memberi Salam Kepada Nonmuslim

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah kemudian ditanya tentang hukum memberi salam kepada nonmuslim.

Beliau rahimahullah menjawab, Memulai salam kepada mereka haram, tidak boleh dilakukan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَبْدَؤُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلاَمِ، وَإِذَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فِيْ طَرِيْقٍ فَاضْطَّرُّوْهُمْ إِلَى أَضْيَقِهِ

“Jangan kalian mendahului Yahudi dan Nasrani dengan salam dan jika kalian bertemu mereka di jalan, maka arahkan mereka ke (tempat) yang tersempit.” (Sahih, HR . Muslim)

Dalam kesempatan lain beliau—asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah—mengatakan, jika ada orang kafir memberi salam kepada seorang muslim dengan salam yang jelas “Assalamu ‘alaikum,” maka kamu menjawab, “‘Alaikassalam” (atau “Wa ‘alaikumus salam” –pen.) berdasarkan keumuman firman Allah subhanahu wa ta’ala:

وَإِذَا حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٖ فَحَيُّواْ بِأَحۡسَنَ مِنۡهَآ أَوۡ رُدُّوهَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٍ حَسِيبًا ٨٦

“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (an-Nisa’: 86)

Adapun jika tidak jelas ucapan salamnya maka kamu jawab, “Wa ‘alaik.” Demikian juga jika jelas mengatakan, “Assamu ‘alaikum,” yang artinya kematian atas kamu, maka dijawab, “Wa ‘alaik” (semoga atas kamu juga).

Wallahu a’lam.

Ditulis oleh al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc.

hari raya orang kafirnasrani kafiryahudi kafir