Dalil Nama Allah Al-Akram
Nama al-Akram (الأكرم) adalah salah satu Asmaul Husna. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ
“Bacalah, dan Rabbmulah al-Akram (Yang Maha Pemurah).” (al-‘ Alaq: 3)
Dalam atsar Ibnu Mas’ud dan Ibnu Umar radhiallahu anhuma disebutkan bahwa keduanya mengucapkan doa dalam sai antara Shafa dan Marwah,
رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَتَجَاوَزْ عَمَّا تَعْلَمْ، إِنَّكَ أَنْتَ الْأَعَزُّ الْأَكْرَمُ
“Wahai Rabb kami, ampunilah dan rahmatilah, serta maafkanlah dari kesalahan yang Engkau ketahui. Sebab, sesungguhnya Engkaulah al-A’az (Yang Mahamulia dan Mahaperkasa) dan al-Akram.” (Riwayat al-Baihaqi dalam as-Sunan, 5/95. Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan, “Riwayat Ibnu Abi Syaibah [dalam al-Mushannaf] dengan sanad yang sahih dari keduanya.” Lihat Manasik al-Haj wal ‘Umrah hlm. 28)
Dalil Nama Allah Al-Karim
Nama Allah subhanahu wa ta’ala yang lain adalah al-Karim (الْكَرِيْمُ). Nama ini tersebut dalam firman-Nya,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡإِنسَٰنُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ ٱلۡكَرِيمِ
“Wahai manusia, apa yang telah memerdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Rabbmu al-Karim?” (al-Infithar: 6)
Arti Nama Allah Al-Akram dan Al-Karim
Nama Allah al-Akram dan al-Karim berasal dari akar kata al-karam (الكرم) yang memiliki beberapa arti dalam penggunaannya.
Abu Hilal Hasan bin Abdullah al-Askari mengatakan,
“Kata al-karam berkembang dalam beberapa bentuk. Allah subhanahu wa ta’ala disebut al-Karim dan maknanya adalah al-Aziz (Mahaperkasa). Nama itu termasuk sifat dzatiyah (sifat yang senantiasa melekat pada-Nya).
Di antara yang bermakna demikian adalah firman-Nya,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡإِنسَٰنُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ ٱلۡكَرِيمِ
“Wahai manusia, apa yang telah memerdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Rabbmu al-Karim?” (al-Infithar: 6)
Maknanya, Yang Mahaperkasa dan yang tidak bisa dikalahkan.
Al-Karim juga bisa bermakna al-Jawwad, yakni Yang Maha Memberi tanpa diminta. Jika demikian, ini termasuk sifat fi’liyah (sifat Allah subhanahu wa ta’ala yang berkaitan dengan kehendak-Nya; kapan Dia berkehendak, Dia akan melakukannya) ….” (al-Furuq hlm. 143)
Firman Allah subhanahu wa ta’ala,
ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ
“Bacalah, dan Rabbmulah al-Akram (Yang Maha Pemurah).” (al-‘Alaq: 3)
Menurut al-Qurthubi rahimahullah, nama Allah al-Akram dalam ayat di atas sama dengan al-Karim (Yang Maha Memberi).
Adapun Al-Kalbi mengatakan, “Yang Maha Pemaaf atas kebodohan hamba-hamba-Nya sehingga Dia tidak segera menghukum mereka.”
Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan bahwa (dalam ayat ini) makna yang pertama lebih tepat. Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan pada ayat sebelumnya tentang nikmat-nikmat-Nya. Dengan penyebutan itu, Allah subhanahu wa ta’ala menunjukkan kedermawanan-Nya. (Tafsir al-Qurthubi, 20/119—120. Lihat pula 19/245)
Baca juga: Luasnya Nikmat Allah
Ibnu Manzhur dalam kamus Lisanul ‘Arab mengatakan, “Al-Karim termasuk sifat dan nama Allah subhanahu wa ta’ala. Artinya adalah Yang banyak kebaikan-Nya, Yang Maha Memberi (tanpa diminta), yang tidak akan habis pemberian-Nya; Dialah Yang Maha Memberi secara mutlak.”
Az-Zajjaji mengatakan dalam kitab Isytiqaq Asma`illah (hlm. 174),
“Al-Karim berarti al-Jawwad (Yang Maha Memberi tanpa diminta). Al-Karim juga berarti al-Aziz (Yang Mahaperkasa) dan ash-Shafuh (Yang Maha Pemaaf). Inilah tiga sisi makna kata al-Karim dalam bahasa Arab. Boleh untuk menyifati Allah subhanahu wa ta’ala dengan semua sisi ini. Apabila yang dimaksudkan dengan kata al-Karim adalah Maha pemberi dan pemaaf, ini berkaitan dengan maf’ul bihi (objek) karena harus ada yang ada yang diberi dan dimaafkan. Apabila yang dimaksudkan adalah Mahaperkasa, tidak mesti membutuhkan objek.”
As-Sa’di rahimahullah berkata “Ar-Rahman, ar-Rahim, al-Barr, al-Karim, al-Jawwad, ar-Ra`uf, dan al-Wahhab. Nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala ini makna-maknanya saling berdekatan. Semuanya menunjukkan bahwa Rabb (Allah subhanahu wa ta’ala) bersifat kasih sayang, baik, dermawan, dan memberi. Semuanya juga menunjukkan keluasan rahmat dan pemberian-Nya yang menyeluruh kepada semua yang ada, sesuai dengan hikmah Allah. Dan Allah mengkhususkan kaum mukminin mendapatkan bagian yang lebih sempurna.” (Taisir al-Karimir Rahman hlm. 946)
Baca juga: Berbuat Baik kepada Sesama
Berkaitan dengan nama al-Akram, Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan ketika menafsirkan surah al-’Alaq: 3—5,
“Allah subhanahu wa ta’ala menamai dan menyifati diri-Nya dengan sifat al-Karam dan bahwa dia adalah al-Akram, setelah Dia memberitakan bahwa Dia menciptakan. Hal ini untuk menerangkan bahwa Dia memberikan nikmat kepada para makhluk dan menyampaikan mereka kepada tujuan yang mulia….
Penciptaan menunjukkan awal mulanya, sedangkan pemberian-Nya menunjukkan akhirnya; seperti dalam surah al-Fatihah,
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
“Segala puji Rabb (Pencipta) sekalian alam.”
Lalu Allah berfirman,
ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Baca juga: Mengenal Allah
Lafaz al-karam mencakup segala sesuatu yang baik dan terpuji, bukan hanya pemberian. Bahkan, makna pemberian adalah pelengkap maknanya. Sebab, berbuat baik kepada pihak lain merupakan kesempurnaan dan kebaikan. Adapun kedermawanan (al-karam) artinya adalah kebaikan yang banyak dan mudah…
Selain itu, Allah juga memberitakan bahwa Diri-Nya adalah al-Akram (kata) dengan bentuk (isim) tafdhil (akram/أَكْرَمُ, yang berarti lebih dermawan) yang juga diberi alif dan lam ta’rif (al/ال, sehingga menjadi al-Akram). Yang seperti ini menunjukkan bahwa Dialah satu-satu-Nya yang paling dermawan. Berbeda halnya apabila dikatakan (وَرَبُّكَ أَكْرَمُ) (tanpa alif dan lam ta’rif pada kata akram). Bentuk kata yang seperti itu tidak menunjukkan pembatasan (sifat tersebut hanya pada Allah).
Kata al-Akram memberi faedah pembatasan (sifat sempurna tersebut hanya pada Allah subhanahu wa ta’ala).
Di samping itu, Allah subhanahu wa ta’ala tidak mengatakan bahwa (Dia) lebih dermawan daripada ini…. Allah subhanahu wa ta’ala justru menyebutkannya secara mutlak (paling dermawan/lebih dermawan, tanpa perbandingan, -pent.) untuk menerangkan bahwa Dialah yang paling dermawan secara mutlak tanpa dibandingkan dengan sesuatu (tertentu). Ini menunjukkan bahwa Dia memiliki sifat kedermawanan yang sampai pada puncaknya, yang tiada lagi di atas-Nya dan tiada kekurangan pada-Nya.” (al-Fatawa, 16/293—296, dengan ringkas)
Sumber Bacaan
- Shifatullah Azza wa Jalla al-Waridah fil Kitabi was Sunnah, hlm. 211
- Syarh Asma`illah al-Husna, karya Said al-Qahthani, hlm. 149
- Tafsir as-Sa’di, hlm. 946
- Majmu’ al-Fatawa, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
- al-Furuq al-Lughawiyyah, karya Abu Hilal al-Askari
- al-Jami’ li Ahkamil Qur`an (Tafsir al-Qurthubi)