Kewajiban Penerapan Syari’at Islam

(ditulis oleh: Al-Ustadz Luqman Baabduh)

Segala puji kesempurnaan hanya milik Allah l, Rabb semesta alam, Yang telah menjadikan Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhai dan disempurnakan-Nya, sebagaimana firman-Nya:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam sebagai agama bagi kalian.” (al-Maidah: 3)
Allah l juga yang telah menjadikan Islam sebagai agama satu-satunya yang diterima dan diakui di sisi-Nya, sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Shalawat dan salam untuk Nabi kita, Muhammad n, yang telah bersabda:
وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidak ada seorang Yahudi ataupun Nasrani yang telah mendengar (tentang diutusnya aku) kemudian dia meninggal dalam keadaan tidak mau beriman kepada syariat yang aku bawa, melainkan pasti dia menjadi penduduk an-Nar (neraka).” (HR. Muslim, dari sahabat Abu Hurairah z)
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ مُوسَى كَانَ حَيًّا، مَا وَسِعَهُ إِلاَّ أَنْ يَتَّبِعَنِي
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Nabi Musa hidup, niscaya tidak boleh baginya kecuali mengikuti (syariat)ku.” (HR. Ahmad, dari sahabat ‘Umar bin al-Khaththab z)
Bahkan, dalam berbagai hadits dijelaskan bahwa di saat Nabi ‘Isa diturunkan oleh Allah l ke muka bumi pada akhir zaman, beliau mengikuti dan mengamalkan syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad n. Beliau tidak lagi berhukum dengan syariat Injil. Rasulullah n bersabda:
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ، لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا مُقْسِطًا فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ، وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ، وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ، وَيَفِيضَ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh telah dekat masanya untuk turun kepada kalian (‘Isa) bin Maryam sebagai seorang hakim yang adil. Dia (Nabi ‘Isa) akan mematahkan salib, membunuh babi, dan tidak lagi menerima pembayaran jizyah (dari orang-orang kafir). Pada saat itu harta akan berlimpah hingga tak seorang pun yang mau menerimanya.” (Muttafaqun ‘alaihi, dari sahabat Abu Hurairah z)
Al-Hafizh an-Nawawi meletakkan sebuah bab terkait hadits di atas dengan judul Bab Penjelasan tentang Turunnya Nabi ‘Isa bin Maryam (di akhir zaman) sebagai Hakim (Penegak Hukum) Berdasarkan Syariat Nabi Kita Muhammad n. Ketika menjelaskan lafadz حَكَمًا pada hadits di atas beliau t berkata, “Yakni bahwa dia (Nabi Isa) akan turun sebagai hakim (penegak hukum) berdasarkan syariat ini, bukan dengan syariat tersendiri atau syariat yang menghapuskan (syariat Muhammad n). Bahkan, beliau menjadi salah satu hakim di antara para hakim umat ini.” (Syarh Shahih Muslim karya an-Nawawi)
Topik pembahasan kita kali ini adalah upaya mengenal hakikat syariat Islam dan kedudukannya di hadapan seluruh agama serta aturan-aturan yang dibuat oleh manusia, sekaligus upaya mengenal kewajiban setiap pribadi muslim terhadap Islam dan syariatnya.
Pembahasan ini adalah salah satu pembahasan terpenting dalam kehidupan seorang muslim yang wajib diketahuinya, karena dengannya dia dapat meraih jannah Allah l dan keridhaan-Nya. Dengannya pula akan lahir kehidupan yang hakiki, tenteram, dan aman di dunia maupun di akhirat. Kehidupan yang selamat dari berbagai kecemasan dan ketakutan yang dapat memusnahkan ketenteraman hidup seorang pribadi dan sebuah masyarakat, sebagaimana insya Allah akan kita rinci.