(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad as-Sarbini)
Tidak boleh meminta khulu’ melainkan karena alasan takut tidak bisa menjalankan hukum-hukum Allah l.
Dalilnya adalah firman Allah l:
“Tidak halal bagi kalian mengambil kembali sesuatu dari yang telah kalian berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.” (al-Baqarah: 229)
Ayat ini secara jelas menyatakan haramnya khulu’ yang dilakukan bukan dengan alasan takut tidak bisa menjalankan hukum-hukum Allah l. Selanjutnya Allah l berfirman:
“Jika kalian khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, tidak ada dosa atas keduanya akan bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.” (al-Baqarah: 229)
Ayat ini menyiratkan bahwa keduanya terkena dosa jika khulu’ dilakukan bukan dengan alasan takut tidak bisa menjalankan hukum-hukum Allah l. Berikut Allah l menutup ayat-Nya dengan ancaman keras bagi pelakunya, Allah l berfirman:
“Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kalian melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (al-Baqarah: 229)
Telah datang pula ancaman keras dalam hadits Tsauban z:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوجَهَا الطَّلاَقَ مِنْ غَيرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ
“Siapa saja wanita yang meminta cerai dari suaminya tanpa ada apa-apa maka haram baginya bau surga.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lainnya, disahihkan oleh al-Albani dalam al-Irwa’ no. 2035)
Hadits ini menunjukkan bahwa hal itu adalah dosa besar, sebagaimana kata Ibnu ‘Utsaimin.
Kedua dalil tersebut menunjukkan secara jelas haramnya khulu’ yang dilakukan tanpa ada tuntutan hajat untuk itu, sebab hal itu mengandung mudarat terhadap keduanya dan menghilangkan maslahat pernikahan tanpa adanya tuntutan hajat. Karena hal itu merupakan amalan yang tidak syar’i, maka tidak sah dan tebusan dikembalikan. Rasulullah n bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.
“Barang siapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan agama ini yang bukan darinya maka perkara itu tertolak.” (Muttafaq ‘alaih dari ‘Aisyah x)
Dalam riwayat Muslim dengan lafadz:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dalam agama ini maka amalannya tertolak.”
Ini adalah salah satu riwayat dari Ahmad dan pendapat Dawud azh-Zhahiri, dirajihkan Ibnul Mundzir, Ibnu Qudamah, dan Ibnu ‘Utsaimin.
Pendapat kedua, hal itu makruh dan sah. Ini adalah mazhab Hanbali dan jumhur ulama.
Namun, pendapat pertama lebih kuat.
Kesimpulannya, yang benar khulu’ tidak sah dan tebusan dikembalikan.
Namun, apakah bisa jatuh sebagai talak? Terdapat perbedaan pendapat dalam hal ini.
– Menurut mazhab Hanbali, jika dijatuhkan dengan lafadz talak yang khas atau selainnya dengan niat talak berarti jatuh sebagai talak.
– Menurut Ibnu ‘Utsaimin, tidak terjadi sesuatu pada seluruh rincian tersebut, baik dijatuhkan dengan lafadz khas talak maupun selainnya yang disertai niat talak. Khulu’ tidak terjadi karena tidak ada tebusan (tebusan tidak dianggap). Talak juga tidak terjadi karena khulu’ selamanya adalah fasakh dan tidak bisa sebagai talak.
Wallahu a’lam.